22. Ambisi

499 51 7
                                    

-oOo-

"Amy." Suara lembut nan halus itu memanggil meski jarak antara Ameeza dan Angga cukup jauh. Tak ada niat sedikit pun di hati Ameeza untuk merespon panggilan itu.

"Oy!" Tangan Ameeza ditarik cukup kasar oleh Izzi hingga tubuhnya terpaksa berbalik.

Meski Ameeza tidak terlalu dekat dengan Izzi, meski Izzi selalu tidak suka dan kadang kasar juga. Untuk hari ini, pertama kalinya Ameeza melihat di kedua bola mata kakak keduanya, ada kepedulian yang disamarkan oleh sikap kasarnya.

"Ayo berangkat bareng gue dan Kak Angga," ajak Izzi setelah melepaskan pegangannya.

Sorot mata Ameeza tampak biasa saja. Wajahnya terkesan datar. Ia menatap Izzi hanya sekilas dan melirik lewat ekor matanya pada Angga yang berdiri mematung dengan jarak yang cukup jauh dari tempatnya berdiri. "Gak usah," jawab Ameeza lantas berbalik hendak keluar. Namun Izzi lebih dulu menangkap pergelangan tangan Ameeza.

"Lo gak bisa nolak!" sentak Izzi. Kepalanya beralih menatap Angga. "Lo juga buruan!"

"Ayah gak bakalan ngizinin!" teriak Angga dan Ameeza berbarengan.

"Gue udah izin, kok."

Alhasil Ameeza tidak menolak permintaan kakak keduanya, begitupun dengan Angga. Walaupun sepanjang perjalanan menuju ke sekolah hanya keheningan yang menyelimuti, hanya suara kendaraan dan bisingnya suara klakson yang mendominasi ketika jalanan tiba-tiba macet. Saat tiba di depan sekolah pun ketiganya turun tanpa banyak bicara. Lantas pergi menuju kelasnya masing-masing.

Kecanggungan di dalam mobil tadi sedikit mengusik pikiran Ameeza. Ditambah lagi hal yang sudah ia lakukan pada seseorang. Apakah ia sudah melakukannya dengan benar? Tapi, ketika mulutnya ingin menjawab, hatinya sudah lebih dulu menjawab.

"Ameeza." Mendengar namanya dipanggil, Ameeza tersentak.

"Hasil perbaikan untuk ulangan fisika udah dibagiin," bisik Melva ketika Ameeza masih bingung kenapa namanya dipanggil.

Ameeza buru-buru maju dan mengambil kertas ulangannya. Meski kertas ulangan itu sudah berada di tangannya. Ameeza enggan untuk melihat. Ketika Ameeza duduk dan mendapat tepukan dari Melva, ia baru tersadar sedari tadi melamun.

"Kenapa?" tanya Melva khawatir karena melihat raut wajah Ameeza yang biasanya datar, tiba-tiba melamun. Seperti orang yang banyak pikiran.

Pandangan Melva beralih menatap kertas ulangan yang masih Ameeza pegang. Tangan Melva terulur untuk melihat berapa nilai Ameeza. Namun, Ameeza lebih dulu menepis tangannya.

"Gue cuma mau lihat. Gak boleh?" tanya Melva sembari memegangi punggung tangannya yang kena tepis oleh Ameeza. Karena jujur saja, tepisan dari Ameeza menyakitkan dan sedikit perih.

Alih-alih mendapatkan jawaban. Melva justru mendapatkan tatapan tajam dari Ameeza. Melva faham arti tatapan itu. Sepertinya suasana hati Ameeza sedang tidak baik.

Sementara itu ketika Pak Moris sedang menjelaskan dan yang lain pun sibuk memperhatikan, Ameeza diam-diam menurunkan tangannya hingga menyentuh paha. Ia melihat berapa nilai yang di dapatnya untuk ulangan perbaikan ini.

Tertera besar di kertas ulangan  nilai 32 berwarna merah. Emosinya sedikit memuncak, mengingat beberapa hari yang lalu Ameeza berusaha sebisa mungkin untuk belajar. Walau ia juga sedikit terbantu dengan adanya internet. Namun, entah kenapa ketika ulangan perbaikan ini tiba Ameeza tetap tidak mengerti. Tangannya meremas kertas ulangan itu, lantas melemparkannya ke kolong meja.

Ameeza memandang ke depan berusaha fokus mendengarkan penjelasan dari Pak Moris. Namun, untuk bagian memahami Ameeza sama sekali tidak faham. Kepalanya langsung ia sembunyikan diantara lipatan tangan.

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang