47. Semakin Dekat-2

320 44 4
                                    

-oOo-

Suasana kelas hening. Pelajaran ketiga sampai keempat sekarang adalah matematika. Ibu Mila memerintahkan untuk mengerjakan soal-soal sebanyak 10 nomor  yang ada di buku paket. Bukan pilihan ganda, melainkan esay. Itulah yang sedikit membuat Ameeza pusing. Bukan hanya dia saja yang mengeluh, banyak teman-teman sekelasnya yang mengeluh. Yah, terkecuali orang yang memang sangat pintar dalam pelajaran itu.

"Ibu tinggal sebentar, nanti ibu balik ke sini lagi. Jangan ribut!"

Usai Ibu Mila keluar, anak-anak yang memang butuh diajari atau menyontek mulai mengerumuni si anak-anak pintar.

"Mel, lo mau ke si Alfan?" tanya Ameeza begitu melihat Melva yang sudah beranjak dari tempat duduk dengan buku dipelukannya.

Melva menggeleng. "Di si Alfan udah banyakan, sumpek entar. Gue mau ke sana," tunjuk Ameeza pada bangku paling belakang masih dijajaran meja ini.

Sebelum Ameeza kembali bertanya, Melva sudah lebih dulu ngacir ke tempat yang ditunjuknya tadi. Ameeza terdiam sebentar masih mencerna apa yang baru saja Melva katakan.

Kalau di belakang bukannya bangku Erga, yah? Emang dia pinter? Kok gue gak tahu, yah.

Lagian, gak mungkin orang lain juga, sih. Gak ada yang duduk bareng tuh cowok. Berarti kemungkinannya cuma satu. Erga memang pintar.

Ameeza merundukkan kepalanya ke meja. Saat orang lain sibuk mencontek dan minta diajari ke si pintar, Ameeza hanya bisa diam. Bukannya Ameeza gengsi, yah meski ia juga sedikit gengsi sih. Tapi, yang paling membuatnya malas diajari adalah. Pertama, si Alfan—si jenius matematika itu terlalu sombong, setiap kali bertatap dengan laki-laki itu, Ameeza merasa Alfan tidak suka dengannya. Kedua, kalau ia minta diajari ke Dewi—si peringkat 2 di kelasnya, Ameeza rasa perempuan itu tak akan sudi. Mengingat bagaimana sikap Ameeza yang bar-bar. Pokoknya, hampir semua anak pintar di kelasnya tidak menyukainya. Itulah yang menjadi poin pentingnya. Erga? Tak perlu ditanya lagi alasannya, hubungan Erga dengan Ameeza saja sudah benar-benar buruk dan hancur.

Ameeza hanya bisa mengerjakan soal semampunya, selebihnya, ia harus menunggu Melva terlebih dahulu.

"Oke, anak-anak bagi yang sudah selesai silakan kumpulkan. Ada waktu sekitar lima menit lagi," kata Ibu Mila entah sejak kapan guru matematika itu ada di kelas.

Ameeza bangun dari tidurnya. Ah, rupanya ia ketiduran. Ameeza melihat Melva yang berjalan ke arah bangkunya. "Mel, gue ...."

Melva melewatinya begitu saja, Ameeza kecewa. Begitu, Melva selesai mengumpulkan dan duduk di kursinya, Ameeza menatap perempuan itu. "Kok dikumpulin duluan? Gue mau minta nyontek. Paling gak lo ajarin gue dulu," protes Ameeza kesal.

Melva tersenyum tak enak hati. "Duh, masalahnya kata Erga gue gak boleh ngasih contek ke lo. Tadinya gue mau ngelanggar, cuma liat tatapannya tuh cowok gue jadi takut."

Ameeza mendesis kesal. "Yaudah," sahut Ameeza pasrah, perempuan itu mulai mengerjakan soalnya lagi, walau yang ia dapat hanya kotretan tak jelas dengan jawaban tak masuk akal.

Pensil digenggamannya ia taruh dengan kasar ke atas meja. Kepalanya pening, mau dipaksakan bagaimana pun Ameeza tetap tidak bisa.

"Baik, apa sudah mengumpulkan semuanya?" Ibu Mila beranjak dari duduknya. "Bagi yang belum silakan selesaikan, yah. Ibu tunggu sampai waktu istirahat berakhir. Lebih dari itu ... ibu gak terima."

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang