14. Siapa?

590 66 10
                                    

-oOo-

Erga tersentak mendengar suara bel pertanda pulang berbunyi nyaring. Perlahan kepalanya mendongak menatap pintu kamar mandi yang ia kunci. Kepalanya masih terasa pening, lebam di pipi kanan dan luka di telapak tangan kiri mulai terasa perih. Luka dan lebam itu bukan sebuah pembullyan. Melainkan Erga yang melakukannya sendiri. Entah kenapa saat melakukannya Erga tak sadar, seakan tubuhnya mati rasa selama beberapa saat. Namun, sekarang beda lagi, rasa nyeri dan perih itu sangat terasa.

Erga hendak meraih gagang pintu dengan posisi setengah berlutut. Sendi-sendi kakinya masih terasa lemas sampai untuk berdiri pun rasanya tidak mampu. Erga memilih kembali berjongkok. Ia urung membuka pintu kamar mandi karena sempat mendengar derap langkah kaki yang mendekat.

Kepala Erga masih enggan mendongak, ia masih tak mau menatap kepada orang yang membuka pintu kamar mandi.

"Lo ngapain masih di sini!" teriak Ameeza terkejut melihat keberadaan Erga yang masih berada di kamar mandi. Ameeza pikir setelah ia meninggalkan Erga sendiri, laki-laki itu pergi ke UKS. Maka dari itu tadi saat di kelas, Ameeza meminta Melva untuk memberitahukan kepada guru bahwa Erga sedang di UKS karena sakit.

Bibir Erga kelu sebab rasa nyeri dan perih masih terasa. Melihat bagaimana sikap Erga, Ameeza mendengus kasar. Ia menarik tangan Erga pelan membantunya berdiri. "Ayo, ke UKS."

"Pulang," lirih Erga ketika ia sudah berdiri dituntun oleh Ameeza.

"Jangan keras kepala, yah! Aish, lo bisa gak sih gak ngerepotin orang! Gak usah ngebantah pokoknya, lo harus nurut!" tegas Ameeza memasang tampang garang.

Keduanya sampai di UKS. Susah payah Ameeza membuka pintu UKS yang terkunci. Jangan tanya Ameeza dapat dari mana kunci itu, tentu saja dari Shaula.

Ameeza mendorong pintu UKS pelan. Menuntun Erga untuk ke kasur yang paling dekat dengan pintu. Setelah cowok itu terduduk di kasur, Ameeza mengambil obat merah dan plester.

"Obatin sendiri," kata Ameeza menaruh obat merah dan plester di samping Erga.

Erga mengangguk pelan dan mulai mengobati luka dan lebamnya. Sedangkan Ameeza memilih duduk di kursi yang tak jauh dari Erga, menunggu laki-laki itu menyelesaikan pengobatannya. Ameeza tentu tidak sejahat itu meninggalkan Erga sendiri. Terlebih lagi Ameeza teringat Erga sudah dua kali menolongnya. Kalau dipikir-pikir Erga itu cukup peka dengan keadaan sekitar. Berbeda sekali dengan Ameeza yang selalu tak acuh dengan keadaan sekitar.

"Lo dibully?" tanya Ameeza sebisa mungkin tidak menunjukkan tampang khawatir.

Tak ada respon dari Erga. Laki-laki itu lebih sibuk mengurusi pengobatannya, kemudian menaruh kembali obat merah ke tempatnya semula. Laki-laki itu mengambil segelas air putih yang berada di pojok ruangan, ia meminumnya hingga tandas.

Ameeza mendengus kesal melihat Erga selalu mengacuhkan pertanyaannya. Melihat Erga yang berjalan mendekat membuat Ameeza memberikan lirikan sinis. "Bisa gak, sih lo jawab pertanyaan gue? Apa susahnya tinggal ngomong," kesal Ameeza, merasa ingin sekali melemparkan sesuatu ke wajah Erga.

Bukannya menjawab Erga justru melewati Ameeza. Sebelum Erga keluar dari UKS, ia sempat menoleh ke arah Ameeza yang masih terduduk di kursi memasang tampang keruh. "Makasih."

Ameeza melemparkan sepatunya ke arah pintu, bertepatan dengan pintu UKS tertutup. Alhasil sepatunya yang bisa dibilang berat itu menghantam pintu UKS yang terbuat dari kaca.

Suara pecahan kaca membuat Ameeza meringis. Mendadak wajahnya menjadi panik. "Eh, gila pecah beneran. Mampus bisa habis gue sama Kak Shaula."

-oOo-

Sekarang Ameeza berada di UKS, bukan sakit lebih tepatnya karena Ameeza yang tanpa sengaja memecahkan pintu kaca UKS dengan sepatunya. Semua ini tidak akan terjadi jika saja Erga tidak membuatnya kesal.

"Gue udah baik hati loh ngasih izin, lo justru ngerusak pintu," kata Shaula memandang Ameeza yang terduduk di kursi dengan tampang datar.

"Ribet," komentar Ameeza dengan ekspresi datar.

Shaula berdecak, "Yaudah, sana pergi, deh. Biar gue yang urus masalah ini."

"Seenggaknya lo harus minta maaf," kata Shaula ketika Ameeza hendak memegang handle pintu.

"Maaf," ucap Ameeza singkat.

Ameeza segera pergi keluar. Menghirup udara di luar, mendengar Shaula marah membuatnya gerah dan penat. Harapannya untuk tenang menjalani masa sekolah ini ternyata tidak terwujud. Lihat saja sekarang banyak siswa-siswi yang berkerumun di depan pintu UKS.

"Ameeza lo yang ngerusak pintu UKS?"

"Lo pasti dimarahin."

"Lo gak apa-apa?"

"Lo dihukumkah?"

Pertanyaan dan pernyataan tanda kekhawatiran juga kekepoan itu membuat Ameeza muak. Rasanya ia ingin mengamuk sekarang juga. Tapi, ia menjaga image 'topeng cueknya' supaya tidak hancur.

Ameeza menyibak kerumunan kasar. Masa bodo dengan beberapa orang yang terdorong ke samping dan berakhir menyebabkan beberapa orang terjatuh ke lantai. Lagi pula suruh siapa menghalangi jalan.

"Ameeza!" panggil Melva dari kejauhan.

Ketika Melva sampai di depan Ameeza, ia langsung menarik tangan Ameeza menjauh. Ameeza yang mendapatkan penarikan tiba-tiba itu cukup terkejut, ia kepo Melva mau mengajaknya kemana. Namun, ia harus mengurungkan niatnya untuk bertanya karena terlalu malas.

Kening Ameeza mengernyit ketika tangannya dilepaskan di depan sebuah pintu besar yang ia hapal sebagai ruang eskul bulu tangkis.

Sebelum Ameeza melontarkan pertanyaan. Melva lebih dulu menarik tangannya untuk masuk ke dalam ruang eskul bulu tangkis. Ameeza hanya mengekori Melva yang berjalan di depannya.

"Tunggu di sini sebentar, yah. Gue mau ke sana dulu," kata Melva seraya menunjuk sekumpulan perempuan yang berada di sisi yang bersebrangan dengan posisi Melva.

Ameeza duduk di dekat sekumpulan tas-tas hitam yang bertumpuk. Ia memandangi anak-anak yang yang bermain bulu tangkis di lapangan ini. Awalnya Ameeza tak acuh. Namun, saat pandangannya bersitatap dengan Erga, ia terkejut. Sama halnya dengan Erga, laki-laki itu jadi tidak fokus dengan permainannya. Alhasil pukulannya meleset.

Melva dan Ameeza keluar dari ruang eskul bulu tangkis. Rupanya Melva mau mengambil raketnya yang tertinggal di sana.

Kejadian tadi di lapangan indoor bulu tangkis membuat Ameeza sedikit tersentak. Hal yang menjadi perhatiannya saat bersitatap dengan Erga adalah kantung mata laki-laki itu yang sedikit menghitam juga terlihat raut wajah letih.  Apa mungkin Erga hanya letih karena permainan bulu tangkis? Mungkin saja.

-oOo-

Lagi-lagi Ameeza rasanya ingin memaki dan mendumal. Semua ini karena Pak Moris selaku pembina OSIS yang selalu berkeliling ke setiap penjuru sekolah untuk memantau keadaan. Tentu untuk menangkap siswa-siswi yang bolos. Pak Moris menyuruh Ameeza untuk menggantikannya sebentar.

Gila! Pikir Ameeza. Kenapa harus dia? Kenapa Ameeza harus terlibat dan berurusan dengan anak-anak nakal dan berandal? Ia malas mengurusinya, apalagi jika nantinya ia terkena imbas diganggu.

Ameeza naik ke lantai paling atas. Memeriksa setiap ruangan yang kemungkinan dijadikan sarang anak-anak nakal yang bolos. Ruangannya tak banyak hanya ada beberapa gudang dan satu rooftop. Ia membuka pintu rooftop pelan. Lagi-lagi ia dibuat terkejut dengan pemandangan di depan matanya.

Ameeza membanting pintu rooftop kasar membuat anak-anak yang ada di sana terkejut. Pandangannya tepat mengarah pada laki-laki yang duduk di kursi bekas dengan seragam yang tidak rapi juga penampilannya yang urakan.

Ameeza mencengkeram kerah seragam laki-laki itu kasar. "Lo!"

-oOo-

AMEEZA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang