Indahnya Berbagi

468 101 27
                                    


-Fajri

Gue berjalan agak cepat menuju halte dengan buku tebal di dekapan gue. Ini hari ke sekian, gue baru keluar kelas jam lima sore. Yaa semuanya karena ada pendalaman materi di detik-detik ujian dan utbk.

Gue mendudukan diri di kursi halte, nunggu angkot jam segini emang agak susah. Apalagi jalanan udah mulai penuh dengan kendaraan. Tapi kalau naik ojek online agak nggak ikhlas juga gue. Lumayan kan, duitnya buat beli kuaci.

Cukup lama gue nunggu, gue nggak ngapa-ngapain kecuali liatin kendaraan yang masing-masing bunyiin klakson, ataupun langit yang perlahan bergerak berganti warna. Gue sadar aja gitu, alam berjalan; hidup ini terus berjalan. Nggak kerasa dua bulan lagi ujian. Dan setelahnya, belum bisa tenang juga karena masih harus siapin diri buat utbk. Gilaa nggak kebayang gue capek dan sibuknya kaya apa.

"Aku mau komik ini!!!"

Gue menoleh ke sisi halte, tempat suara itu berasal. Nggak tau, tapi lirihan anak kecilnya itu loh bikin hati gue jedag jedug. Gue bisa lihat anak kecil sekitar delapan tahunan itu sedang memegang koran dan di depannya ada beberapa kue basa yang gue tebak itu barang jualannya.

"Tapi kan aku nggak punya uang, minta ke ibu juga kasian ibu."

Kata anak kecil itu lagi. Hati gue tergerak. Gue berdiri dan memicingkan mata melihat komik yang anak itu maksud. Eh, ternyata itu komik buatan Soni! Gila Soni keren banget komiknya masuk koran sebagai komik best seller. Gue tersenyum dan mendekati adik itu.

"Permisi dek."

Adik itu agak terkejut dan bergerak mundur. Namun, langsung gue tahan tangannya dan gue berjongkok di depannya. "Eh, kamu nggak usah takut. Aku mau liat komik di situ boleh?" tanya gue sambil nunjuk korannya.

Nggak lama, anak itu mengangguk dan dengan ragu menyerahkan koran itu ke gue. Hati gue beneran jedag jedug. Kue basah yang anak ini jual emang sering dibeli orang, tapi yang namanya anak sekecil ini udah harus keliling bawa box yang agak gede juga mengiris hati. Belum lagi kalau hujan dan nggak ada tempat berteduh, pasti dia keberatan banget buat bawa box itu. Duh, usia sekamu itu seharusnya lagi seru-serunya sekolah, Dek.

"Ini kak."

"Ehh iyaa, kakak minjem yaa." kata gue sambil menerima koran dari adik itu. Dan ternyata nggak salah, yang ada di koran ini seputar informasi tentang komik-komik best seller.

"Dek, adek suka komik yang mana? Kebetulan kakak juga suka baca komik lo" ucap gue bohong, padahal gue baca komik cuma komik karya nya Soni doang, itu juga dipinjemin dia.

Wajah adik itu langsung sumringah dan mendekat ke gue. Lantas dia menunjuk komik karya Soni yang berjudul The Boy Behind Her Cheerful seri 1.

"Ini!!! Aku mau beli yang ini tapi aku nggak punya uang. kalau aku minta ibu juga kasian, ibu harus biayain anak-anak panti." ucapnya murung.

Senyuman di wajah gue perlahan memudar. Jadi dia anak panti. Dan biasanya panti asuhan itu ada donatur nya, kan? Terus kenapa bisa-bisa nya dia jualan ya?

"Ajii!!"

Eh, gue lantas menoleh dan betapa kagetnya gue ternyata itu Soni. Dengan kamera yang masih belum dia masukin ke totebag nya, Soni terlihat sedang mengatur napasnya. Gue berdiri ketika Soni udah di dekat gue.

"Minum dulu, Son. Keabisan napas kan nggak lucu."

Soni tertawa sebentar, sebelum akhirnya mengambil air minum dari tas nya sekaligus memasukkan kamera nya ke dalam totebag yang kaya nya isinya banyak banget sebanyak kenangan.

"Kok lo belum pulang?" tanya gue.

Di tengah kegiatannya, Soni mendongak. "Lusa pameran, Ji. Jadi tadi mantau anak dekorasi sih sekalian bantu-bantu."

#1: Jangan Anggap Tidak Ada yang Peduli [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang