Jadi Senang atau Sedih?

471 101 38
                                    

-Fiki

Gue udah siap pagi ini, untuk hari terakhir ulangan kenaikan kelas. Gue lihat ke ranjang atas, Aji masih bergelut dengan selimut tebal nya. Dia udah libur sejak beberapa minggu yang lalu, dan hari ini dia ada pengumuman snmptn.

Gue menghela nafas kasar, ini waktu cepet banget ya. Perasaan baru aja gue mimpi jadi anak SMA terus bisa uwu uwu-an kaya di film film gitu. Baru aja gue nangis sendirian waktu abis mutusin Bella. Ah, random banget dah.

Fighting dulu, Fik, buat hari terakhir!!

Gue menyambar tas gue di kursi meja belajar dan beranjak keluar kamar.

"Ji, gue berangkat. Jangan lupa kasih makan si oren yaa!!!"

Gue menutup pintu kamar tanpa memerdulikan Aji jawab apa nggak. Yang penting gue udah kasih tau dia.

Gue menuju meja makan dan di sana udah ada ibu yang lagi sarapan juga. Tapi, kok ibu pake daster? Dia nggak kerja hari ini?

"Ibu nggak ke kantor?" tanya gue sambil mendudukan diri di kursi meja makan.

Ibu yang lagi makan roti hanya menggeleng sambil tersenyum tulus ke gue. Gue mengangguk berkali-kali, tangan gue terulur buat ngambil roti dan mengoleskan selai nya.

"Aji belum bangun?" tanya ibu.

"Belum, bu. Tapi tadi udah sholat kok."

Gue menggigit roti yang kini udah berselai kacang dan seres. Sedangkan ibu mulai meminum air putihnya, sebelum akhirnya dia menghela nafas panjang dan menatap gue.

Ibu kenapa sih guys?

"Hari ini terakhir ulangan, kan?"

Gue mengangguk ragu sambil menautkan alis gue, bingung.

"Aji juga pengumuman ya?"

Gue mengangguk lagi. "Emang kenapa, bu?"

Ibu menggeleng dan tersenyum. "Nggak apa-apa, ibu cuma mau bilang semoga anak-anak ibu pada pinter ya sekolahnya. Semoga yang disemogakan bisa tercapai."

"Aamiiinn, Aamiiin. tapi ini ibu kenapa sih? Ada yang mau diomongin? Omongin aja bu, gapapa."

Tangan ibu mengusap pucuk kepala gue, pandangan matanya lurus menatap mata gue. Ibu, Fiki kan salting, ibuu!!

"Iya ibu mau bilang itu aja, udah kamu selesain makan nya yaa. Ibu mau ke kamar dulu." kata ibu sambil mengulurkan tangannya untuk gue cium.

Gue menyambut tangan ibu dan mencium nya, lalu ibu bergegas begitu aja ke kamar. Gue memperhatikan ibu sampe pintu kamarnya tertutup. Kan, kepikiran kan gue.

Ah, dahlah mau ulangan dulu ni. Gue pun beranjak dari duduk gue dan keluar untuk nyamper Soni. Nggak pamitan lagi, ibu juga udah nutup pintu kamar nya.

"Son--"

"Woii"

Gue menoleh ke sumber suara. Lah kok Soni dari rumah gue?

"Hah? Ngapain kok lo di rumah gue?"

Soni yang tadi berdiri di teras rumah gue, mulai berjalan ke arah gue. "Gue udah nungguin daritadi di teras, lo nya keluar jalan aja nggak liat kiri kanan."

"Lagian kok lo nggak manggil-manggil gue, kan kalau gue tau sarapannya bisa ngepot dikit."

"Gapapa, gue tadi lagi baca ulang materi. banyak banget hafalannya seni rupa."

"Lah, seni rupa mah ngotak juga jadi ga usah hafalan."

"Lah, nanti kalo lo dapet soal tari saman berasal dari mana nggak usah nanya ya."

#1: Jangan Anggap Tidak Ada yang Peduli [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang