Marisha

542 102 15
                                    

-Fiki

Ibu tiba-tiba kejang-kejang tadi pagi. Dan di waktu pagi-pagi selepas subuh itu gue sama Aji harus bawa ibu ke rumah sakit 24 jam. Gue bener bener panik banget, sempet ngira ibu mau udahan. Tapi Alhamdulillah cuma demam biasa, kecapean, sama banyak pikiran aja. Tapi perlu dirawat semalem kata dokter, takut kejang kejang nya kambuh lagi soalnya.

Dan karena harus ke rumah sakit, gue sama Aji jadi nggak bisa nemenin Soni kepemakaman. Sekarang gue habis keluar, buat beli sarapan gue sama Aji. Laper banget asli, pagi-pagi langsung ke sini. Mungkin efek laper, atau ngomong terus nih. Sampai tiiba-tiba di tingkungan lorong rumah sakit,

Bruk, gue nabrak orang dong ya ampun.

"Eh eh, Sorry," // "Maaf, maaf,"

Mata kami lantas bertemu. Eh, teryata Icha ahahahah. Bener ya, dunia tu luas, tapi ketemunya orang itu-itu aja lagi.

"Eh, Fiki, heheh, maaf Fik," kata dia malu-malu. Ah, kenapa ketemunya sama gue? Kenapa nggak sama Soni.

"Iya nggak apa-apa, maaf juga tadi agak bengong,"

Dia cuma mengangguk dan tersenyum. Gue nggak tau ni harus ngapain. Akhirnya gue pun basa basi nanyain dia. Nggak basa basi juga sih, karena gue juga kepo ngapain dia di sini.

"Lo ngapain di rs?"

"Biasa, emang udah rutin ke sini kalau abis kambuh,"

"Hah? kambuh?" tanya gue bingung. Karena setau gue sebagai temen sekelasnya, dia emang nggak punya riwayat penyakit apa-apa.

Setelah gue tunggu, Icha masih nggak jawab, dia malah gugup terus langsung izin pergi. Yaudah lah, gue juga udah laper. Gue pun melanjutkan langkah ke kamar ruang inap ibu.

Gue membuka pintu kamar, terlihat ibu masih tidur, dan Aji juga ikutan tidur di sofa. Kasian yaa, dua malaikat gua. Hahahah lebay maapin yaa.

Gue pun membangunkan Aji untuk sarapan, sedangkan ibu gue biarin tidur karena ibu harus makan makanan dari rumah sakit.

"Makasih Fik," kata Aji.

"Yaelah kaya sama siapa aja lo!"

Aji hanya ketawa, dari raut wajahnya keliatan capek banget dia. Mungkin cape raga, cape pikiran juga kali yaa. Entahlah, semua orang hidup memang capek sih.

Tok tok tok

Gue sama Aji lantas bertatapan setelah mendengar pintu ruang inap ibu yang diketok. Aji mulai beranjak menuju pintu. Dan nggak lama, ada Soni sama Bang Fenly dari balik pintu.

Gue kaget dong, masih sempet aja mereka ke sini jenguk ibu. Gue jadi nggak enak. Gue pun langsung membersihkan wadah makan gue sama Aji tadi dan menyambut Soni juga Bang Fenly.

"Son, lo kok?"

"Dia yang minta Fik, katanya dari pada di rumah makin kerasa suasana duka nya," kata Bang Fenly.

Gue hanya mengangguk, lalu mempersilahkan Soni dan Bang Fenly buat duduk.

"Lo jagain ya Fik, Ji, ibu lo sebaik-baiknya, gue nggak mau lo sama kaya gue," kata Soni dengan suara lirih nya. Di sampingnya, Bang Fenly udah kembali merangkul pundak Soni.

"Pasti Son, tapi udah dong lo jangan sedih gitu," kata Aji.

Soni mengangguk dan tersenyum. Pikiran gue pun menjalar gimana biar Soni ceria lagi. Ah, akhirnya gue punya ide.

"Son, tadi gue ketemu Icha!" kata gue. Wajah Soni menuntut jawaban dari perkataan gue. Termasuk Aji dan Bang Fenly.

Sekarang semua mata menatap ke arah gue.

#1: Jangan Anggap Tidak Ada yang Peduli [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang