Cerita 2

13 1 0
                                    

"Mah! Mamah! Mamah harus liat ini deh, Mah!" Cetus perempuan itu ketika melihat wajah yang disebut Mamah terduduk di atas ranjang.

Dengan cepat dan telaten, perempuan itu membuka handphonenya, mengotak-atik benda berwarna hitam itu sebelum memberikannya kepada wanita paruh baya di depannya.

"Tuh, Mah! Rame banget! Trus ada warna almet Teteh. Tapi masih kayaknya sih Mah, gak yakin juga Kakak, takut salah," Ucapnya memulai cerita.

Wanita paruh baya itu melihat betapa ramainya orang-orang bersamaan unjuk rasa saat pemerintah sudah mensahkan undang-undang baru. Banyak metromini dengan berbagai orang di dalamnya, berhenti di pinggir jalan dan bergabung dengan rombongan yang sudah sedari tadi berjalan bersama.

"Ih, Mah. Padahal Kakak gak ikutan, tapi excited banget!" Seru perempuan itu, dengan mata berbinar ia melihat rombongan yang sempat ia rekam untuk kepentingan pribadi; menceritakan kembali ke Mamah-nya.

Entah, sejak melihat rombongan itu dan mengingat umurnya sudah cukup, ingin rasanya terjun langsung ke sana, mewakilkan suara rakyat yang—mungkin— dibungkam oleh pemerintah. Namun, nasib mengatakan lain, ia punya tanggung jawab yang lebih besar daripada ikut turun langsung.

"Untung ya," Kata wanita paruh baya itu, menimbulkan pertanyaan besar di kepala perempuan itu.

"Untung kenapa, Mam?"

"Untung kamu gak kuliah, ya."

Tertawa lah perempuan itu mendengar sindirian Mamah-nya.

"Ish, tau aja kalau Kakak bakalan ikut turun," Balasnya.

"Iyalah, Mamah tau kamu gimana. Gak usah ikutan, nanti kamu kenapa-kenapa."

"Aduh," Keluh perempuan itu dengan wajah yang di dramatisir. "Tahun ini kan emang nggak. Kakak harus jagain Mamah. Tapi gak tau kalau tahun depan Kakak kuliah."

Candaan anaknya membuat wanita itu mendelik kesal dan kembali mengundang tawa dari sang anak. Senang bisa membuat Mamah-nya jengkel untuk sesaat.

"Bercanda, kalau Mamah gak ngasih izin juga Kakak gak akan nekat," Ucapnya meredakan suasana agar membuat Mamah-nya tenang. "Tapi ya gitu, gak janji."

"Halah, terserah kamu,"

Dan kembali perempuan itu tertawa terbahak. Rasanya sangat senang bisa membuat Mamah-nya kembali jengkel.

Hari itu, di luar gedung yang ramai dan penuh oleh orang-orang. Di dalam kamar berisikan perempuan dan wanita paruh baya itu juga tidak kalah ramai karena saling bercerita tentang apapun yang bisa dijadikan topik pembicaraan.

Ruang itu di siang hari menjadi lebih hangat. Dan perempuan itu tak akan melupakan hari itu.

-end-

Random ThoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang