Berawal Dari Hujan

16 1 0
                                    

Memasuki musim hujan membuat air tak tanggung-tanggung turunnya. Tiap hari selama hampir dua belas jam, terus turun dengan reda sesaat sebelum deras kembali membasahi bumi. Air hujan yang deras membuat penglihatan dari kaca mobil sangat terganggu walaupun windshield wiper terus bergerak kencang tanpa henti.

Seorang lelaki dan perempuan terdiam membisu satu sama lain. Berada di dalam mobil yang terparkir di depan sebuah pagar besar menjulang tinggi, nyaris tidak terlihat ujungnya jika ingin mengintip dari dalam mobil. Mereka sedang menunggu untuk pagar itu dibuka. Namun, suasana di dalam mobil begitu sunyi diiringi air hujan yang mengenai kap mobil—malah merasa canggung karena terpaksa berada di situasi seperti ini. Ingin menyalakan radio untuk mencairkan suasana pun percuma. Jaringannya tidak bagus saat hujan deras.

Lelaki yang duduk di kursi pengemudi itu melirik sosok di sebelahnya yang sedang duduk diam di kursi penumpang. Dalam hati lelaki itu, dia bersyukur bisa terperangkap bersama gebetan di dalam mobil walaupun ia yakin, lawan bicaranya tidak merasakan hal yang sama dengannya.

"Jangan coba-coba keluar," sahutnya tiba-tiba saat melihat antusias dari mata perempuan itu.

"Dih," respon perempuan bernama Fabian itu dengan lirikan sinis. "Gak ada hak buat larang-larang."

Jimin—laki-laki yang duduk di kursi kemudi itu menggeram pelan, menahan kesal karena gebetannya adalah sesosok orang yang keras kepala. Jika ingin membuat perempuan itu menurut, dia harus mengancamnya atau membuatnya melunak sedikit. "Lo keluar, gua bisa perkosa di sini sekarang juga."

"Lah?! Lebih baik gua keluar daripada di sini!"

Panik, Fabian langsung refleks mengambil posisi sejauh mungkin dari Jimin dengan kedua tangan mengepal yang terangkat di depan dada; siap menyerang dan juga bertahan.

Jimin langsung mengangkat kedua tangannya. Tidak berniat untuk nekat mendekati Fabian apalagi benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Dia mengira jika ancaman akan berguna untuk membuat sang gebetan menurut, ternyata malah menjadi boomerang baginya.

"Bukan itu maksud gua. Tapi—argh!" Jimin menggeram frustasi, kembali ke posisinya memegang kemudi mobil. "Serah lo dah! Intinya lo jangan keluar sampe pager dibuka!"

"Bacot."

Lelaki itu langsung melirik tajam, "Anak perempuan dijaga omongannya."

Fabian mendengus, "Nggak usah denger. Bukan urusan lo."

Jimin nyerah. Ada kamera gak? Jimin mau melambaikan tangan, nyerah sama sifat keras kepala dan omongan pedasnya Fabian.

Sejujurnya, momen-momen ini sangat jarang bisa didapatkan oleh orang-orang karena kapan lagi ada yang bisa berduaan dengan gebetan di dalam mobil dengan cuaca yang sedang hujan deras seperti ini? Seakan-akan cuaca dan udara yang dingin mendukung suasana untuk melakukan kegiatan 'menghangatkan diri' di dalam mobil. Anggaplah itu kesempatan sekali dalam seumur hidup, tidak mungkin datang untuk kedua kalinya. Mana mungkin Jimin akan menyia-nyiakan kesempatan ini?

Naasnya, jawabannya adalah tidak mungkin. Jika yang dihadapinya adalah seorang perempuan yang senang berolahraga dan punya dasar bela diri, Jimin menarik pikirannya lagi dan membuangnya jauh-jauh. Lebih baik mengambil posisi aman ketimbang masa depan menjadi bahan taruhannya.

Tidak lama, pagar di depan mereka terbuka, membuat keduanya sama-sama menghela nafas lega. Jimin segera menjalankan mobilnya masuk ke perkarangan rumah. Secara tidak langsung mengajak Fabian berjalan-jalan sebentar di rumahnya.

Siulan pelan terdengar dari sampingnya. Jimin melirik dan mendapati gebetannya itu sedang berusaha melihat keluar jendela. "Rumah lo gede juga," sebuah pujian terdengar, memunculkan senyuman bangga wajah Jimin. "Pantes bukanya lama."

Random ThoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang