15. Kalung dan Es Doger

515 97 35
                                    

"Sea itu..." Sonya menjeda kalimatnya, tak bosan bolak-balik menggulir postingan akun instagram Sea, mengamatinya satu persatu. "Hidupnya bisa dibilang perfect gak sih? Banget malah."

Meski kelihatannya tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri, Lia tetap menyahut. "Kenapa nyimpulin begitu?"

"Siapapun yang follow instagram anak itu pasti bakal nyimpulin kaya gitu— dia cantik, tajir, pinter, keluarganya harmonis dan dia juga everyone's favorites. Kurang apa lagi?"

Sea punya segalanya dan itu benar-benar membuat Sonya takjub.

"Onyaa..."

Sonya yang masih betah menatapi instastory sang adik kelas cuma berdeham pelan sebagai respon, kelewat malas kalau harus mengalihkan tatap dari ponselnya.

"Tadi pagi kak Theo ke rumah..."

"Kak Theo, siapa?"

"Tunangannya kak Jisa ituloh."

Sonya mengangguk-angguk paham, masih dengan tatap yang terkunci pada layar ponselnya.

"Dia mau jemput kak Jisa, sekalian anter gua ke sekolah juga. Karena tau kita belum sarapan, akhirnya kak Theo ajak buat mampir ke tukang bubur yang deket alun-alun itu loh.."

"Bubur ayam Kang Juju?"

"Iya Kang Juju."

"Terus?"

"Semuanya berjalan normal, sampai bubur pesenan kita dateng dan..." Lia menjeda kalimatnya, menghela napas berat, kelihatan frustasi. "Dan kak Theo, kak Theo..."

"Kak Theo kenapa?"

"Dia makan buburnya gak diaduk."

Sonya mengernyit, sontak mengalihkan tatapnya dari ponsel pada sosok Lia, menatap perempuan itu jengah, terlihat jelas kalau dia sedang menahan diri untuk tidak mengundurkan diri dari pertemanan yang sudah berlangsung sekitar tiga atau empat tahun itu.

"Ya emang kenapa kalau kak Theo makan buburnya gak diaduk? Mempengaruhi harga pangan di Indonesia? Menggangu kedamaian dunia??" sewot Sonya, tak habis pikir kenapa cara makan seseorang sukses membuat Lia uring-uringan begini. Pantas saja sejak tadi Lia tampak sibuk berpikir, ternyata memikirkan perihal bubur.

"Ya masalah!"

"Apa masalahnya?"

"Perbedaan cara makan bubur menunjukkan perbedaan cara pandang antara kakak gua dan kak Theo."

"It's just fucking porridge, apa urusannya sama perbedaan cara pandang?! Dan lagi, caranya makan bukan urusan lo, Lian weird dra!"

"It's not just fucking porridge, Sonya!"

"Yes it's it!"

"No! Kalau cuman urusan sesepele cara makan aja udah beda gimana urusan yang lebih krusial?! Itu bukan cuma bubur, itu tanda bakal banyaknya percekcokan diantara mereka di masa depan."

"Lo sinting!"

"Enggak, gua peduli, gua gak mau kakak gua jatuh ke orang yang salah!"

"What the—" Sonya meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar, menahan umpatan, menekan kuat-kuat amarahnya. "Bukannya waktu itu lo bilang kak Theo terlalu perfect dan unreal buat kakak lo yang kaya brandalan?"

"Itu sebelum gua tau kalau dia makan buburnya gak diaduk, sekarang enggak lagi, restu gua udah berkurang."

"Itu cuma bubur, Liandra!"

SympathyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang