17. Bukan prioritas

802 105 48
                                        

"12.37, kondisi terpantau aman, si James  belum menampakkan batang hidungnya."

Toyoran penuh kasih sayang Una terima dari Sonya yang duduk di seberangnya, jelas sekali perempuan itu kelihatan jengah melihat tingkah aneh Una dan Lia sedari tadi. "Apasih tolol, percaya aja lo sama omongannya Renja— si James itu cemen, mana berani dia ngapa-ngapain anak orang di depan umum begini."

"Diem deh Onya, berisik," sahut Lia malas, matanya sibuk bergulir kesana-kemari mencari sosok perempuan yang kemarin dengan beraninya menolak seorang James di depan banyak orang.

Sonya memutar bola mata malas, perempuan itu tidak melihat tragedi penolakan kemarin secara langsung, namun dari cerita Lia yang cukup rinci, Sonya bisa langsung menyimpulkan kalau James memang agak kurang tau malu dan kelewat cringe.

Kalau perihal hipotesis Renja soal James  yang menembak Sea hanya karena taruhan, menurutnya, tebakan Renja itu berlebihan. Secara ya, Sea kan memang famous, ditembak oleh seorang kakak kelas yang tak kalah famous (meski agak arogan) seperti James sih bukan hal yang harus dibawa pusing menurutnya.

Lagian ya, Lia kenapa sepeduli itu sih dengan anak itu?

"Li Sea Li..."

Una menepuk lengan Lia brutal, menunjuk pada arah datangnya si adik kelas dengan dagu. Sonya yang awalnya tak peduli sekarang ikutan melirik, membuat tatapan ketiganya kompak mengikuti setiap pergerakan yang Sea buat.

Dia sendiri, duduk di salah satu bangku, bermain dengan ponselnya, dan tak membeli makanan apapun. Seperti sengaja menunggu malapetaka datang menghampiri.

"Samperin jangan Li?"

Lia menoleh pada Una, bertukar pikiran lewat tatap sebelum akhirnya kompak mengangguk. Sonya yang merasa diabaikan mendengus, bangkit dari posisi duduk mendahului Lia dan Una, sedikit menggebrak meja.

"oke, samperin." ujarnya.

Ketiganya baru berancang-ancang untuk melangkah ketika dilihatnya makhluk hidup yang menempati meja itu sudah bertambah satu. Sonya yang awalnya tenang tenang saja  tiba-tiba menegang, ketiganya saling tatap, melempar sinyal bahaya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sea, gua gabung ya!"

Dua mata  seketika menyorot kepadanya dengan cara yang berbeda. Lia tak peduli, langsung mendaratkan bokongnya tepat di samping Sea. "Lo gak beli apa-apa? Mau beli soto teh Eem gak? Gua traktir—"

"Bang di sini bang!"

Cowok itu memotong ucapan Lia dengan seruannya, mengangkat tangan, lantas kang Maman datang menghampiri sambil membawa nampan berisi dua mangkuk bakso urat. Menaruh yang satu di depan James dan satunya lagi di depan Sea.

"Sea mau makan sama gua, lo boleh pergi," ujarnya pada Lia, dingin dan menusuk.

"Nih, lo harus makan banyak," menepuk pelan lengan Sea yang tergeletak di atas meja lantas dengan santainya menikmati bakso di hadapannya, mengabaikan tatapan Lia yang tak kalah menusuk.

SympathyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang