[22] Sesi bicara : Bella dan Darin.

1.5K 421 41
                                    

Kamar Bella dan Darin pukul 21.05

"Iya, Mas. Besok kamu jangan sampe kesiangan, pasang alarmnya. Baju buat kerja aku udah gantungin di lemari perpasang, jadi kamu gak usah cari-cari lagi. Abis mandi handuknya dijemur, jangan digeletakin di atas kasur. Kaos kaki kamu yang bersih semua ada di bagian bawah ya, jangan nyuruh aku yang ambil ... aku gak ada di rumah besok dan lusa," ucap Darin lewat telepon, mengingatkan suaminya. Sejak beberapa menit lalu, Vian menelpon istrinya setelah Darin bilang dia udah ada di kamar dan lagi istirahat.

Sampai sekarang, baik Vian apalagi mama mertuanya gak tau kalau Darin bukan pergi karena urusan pekerjaan.

Bella melirik ke sebelahnya. Wanita beranak satu yang bersiap tidur, kini malah memilih mendengar pembicaraan Darin. Dia mengubah posisi menjadi miring, memerhatikan wanita hamil yang duduk dengan punggung menyandar di kepala ranjang dan bicara dengan suaminya.

"Jangan khawatir. Aku gak capek kok, malah happy banget karena bisa banyak ngabisin waktu di luar," lanjut Darin, gak lama kemudian dia terkekeh. "Jelas dong, kangen ... kangen banget malah! Hari ini kamu tidur ditemenin guling dulu, ya?"

Jujur, Bella juga mau Mas Jafar nelpon dia. Walau Bella gak yakin dia mau angkat panggilan itu. Biasanya saat Bella marah sekali pun dan bilang gak mau dihubungi ... Mas Jafar selalu cari cara buat bisa komunikasi sama dia. Tapi hari ini, Mas Jafar beneran gak ganggu Bella. Ditambah suaminya itu bukan tipe laki-laki yang suka update status kegiatan sehari-hari di sosial media, jadi seakan-akan mereka kaya lost contact.

Bella gak tau sekarang Mas Jafar sama Bryan lagi apa, udah makan malam atau belum, mm ... kok Bella jadi mikirin suami dan anaknya? Bukannya dia senang karena gak harus pusing ngurus mereka?

"Lho, Bel? Belum tidur juga?" tanya Darin saat dia udah menjauhkan ponsel dari telinga dan mematikan sambungan. Pandangannya kini beralih pada Bella yang masih memerhatikannya. "Gue ganggu, ya? Sorry."

Bella tersenyum tipis, kemudian menggeleng. "Denger lo telponan sama suami lo jadi inget Mas Jafar. Dia juga sama tuh, suka naruh handuk bekas mandi sembarangan ... sampe capek ngasih taunya gue."

"Gue kira suami gue doang, Bel. Udah gue kasih tau hampir tiap hari, tinggal gantung doang padahal beratnya minta ampun," keluh Darin yang menaruh ponsel di atas nakas dan berbaring di sebelah Bella yang kembali menatap langit-langit kamar dengan posisi berubah telentang.

"Suami lo besok kerja? Sabtu, kan?"

"Iya, dia kerja sampe Sabtu."

"Berarti hubungan lo sama suami aman, ya? Cuma sama mertua doang yang kurang baik?"

"He'em, gue sama Mas Vian baik-baik aja. Masalahnya di mertua, udah gak banyak omong sih dia. Tapi diemnya itu lho bikin gue gak nyaman dan jadi kaya bersalah banget."

"Rumit, gue kalo jadi lo kayanya bakalan milih pulang ke rumah mama dan gak balik-balik lagi."

"Gue juga maunya gitu, tapi gue gak mau bikin nama Mas Vian sama mamanya jelek. Gue juga udah capek banget ribut soal rumah gini. Cukup terakhir yang kemaren itu gue dikatain durhaka sama mertua sendiri." Darin menghela napas, kesel kalo diinget. "Tahan-tahanin aja deh, demi keutuhan rumah tangga gue sama Mas Vian."

Bella menarik selimutnya sampai dada, kemudian mendengus. "Biasanya Mas Jafar pasti ngehubungin gue walau gue gak mau dihubungi. Tapi dari tadi gak ada pesan masuk dari dia."

Darin menoleh ke samping, menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Ceritanya kangen sama Mas Jafar, nih?"

Mendengar itu, Bella mengalihkan pandangan ke temannya. "Kata siapa?"

"Gak usah bohong sama perasaan lo sendiri, kalo emang lo kangen sama dia ya wajar ... namanya juga suami."

Bella menelan ludah, kemudian mengedikkan bahu. "Cuma ngerasa aneh aja, dia bener-bener gak ngehubungin gue seharian."

"Bukannya lo yang mau?" sahut Darin. "Sekarang gue tanya sama lo, deh. Baru sehari gak dihubungin sama Mas Jafar aja lo gelisah gini. Lo yakin sama keputusan lo selanjutnya?"

"Masih mau bahas itu sekarang?" lirih Bella.

"Cuma tanya aja. Setelah lo sama Mas Jafar cerai, terus gimana?"

"Gue seneng, hidup gue bebas."

"Terus?"

"Terus gue bakalan balik kerja kantoran, hang out sama temen-temen gue ...."

"And then?"

"Yaaa, gue bakalan menikmati hari-hari gue yang bebas tanpa harus pusing mikirin suami dan anak gue."

"Lo yakin lo bakal lebih bahagia daripada saat ada suami dan anak lo?"

"Mm," Bella sempat terdiam sebentar, kemudian mengangguk, "maybe?"

"Jawaban lo keliatan masih ragu-ragu," respons Darin. "Btw, udah siap kalau seandainya Mas Jafar nyari pengganti lo dan ternyata orang itu bisa bikin suami dan anak lo bahagia terus mereka lupa sama lo?"

Bella kembali melirik Darin. "Kok pertanyaan lo serem gitu, sih?"

"Kok serem? Itu konsekuensinya kalo lo mutusin buat pisah sama Mas Jafar. Gue pikir lo udah mikir sampe sini."

"Gue gak mau Mas Jafar sama orang lain."

"Lo mau pisah tapi lo gak biarin suami lo cari bahagianya lagi ... hebat."

"Lo nyindir gue?"

"Jelas, bagus kalo lo sadar." Darin terkekeh. "Jangan sia-siain anak sama suami lo demi nurutin ego lo, Bel. Gue ... ah enggak, bukan cuma gue! Tapi kita sebagai temen-temen lo bakalan kecewa kalau lo sampe salah buat mutusin soal ini."

Kini, Darin dan Bella saling menatap satu sama lain. "Coba omongin lagi baik-baik sama Mas Jafar, coba inget lagi kenapa lo suka sama dia dulu, kenapa lo mau nikah sama dia. Pikirin kebaikan-kebaikan dia, kelebihan dia, sesuatu dari suami lo yang gak lo temukan di laki-laki lain." Ada jeda dalam ucapan wanita hamil itu. "Kebahagiaan yang lo mau itu semu, Bel. Okelah, gue paham lo bosen, lo muak ... pengen balik kaya dulu. Tapi percaya deh, rasa pengen bebas lo itu gak akan bertahan lama. Pasti ujungnya lo bakalan balik lagi ke Mas Jafar dan Bryan."

"Alasannya?"

"Karena mereka itu tempat lo buat pulang," jawab Darin. "Temen gak bakalan bisa selalu ada buat lo. Gak bisa selalu nemenin lo hang out, seneng-seneng, karena mereka juga punya kesibukan dan masalahnya sendiri. Gak usah jauh-jauh deh, liat aja kita. Walau kita deket, kita gak bisa selalu ada buat lo 24 jam atau saat lo mau karena kita punya kehidupan masing-masing. Tapi Mas Jafar dan Bryan bisa, Bel."

Bella membuang pandangannya, lebih memilih menatap jendela kamar yang tertutup gorden.

"Pikirin lagi, Bel. Putusin segala sesuatu pas kepala lo dingin dan hati lo tenang."

"Thanks, Rin."

Darin mengelus lengan kurus Bella, kemudian kembali bersuara, "Gue tidur duluan."

"Ya."

Bella kini memilih memunggungi Darin, saat dia terpejam ... setetes air mata mengalir dan membasahi bantal yang dia gunakan untuk meletakkan kepala.

Bella gak siap kalau Mas Jafar dan Bryan punya seseorang buat menggantikannya. Bella gak akan pernah siap.

***

A/n : Khusus Bella dan Darin dulu^^
4/1/21, 10.51

Let's Face It!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang