[23] Sesi bicara : Nadine dan Yuna.

1.9K 438 98
                                    

Kamar Nadine dan Yuna pukul 21.05

"ASTAGFIRULLAH, MAS! KAMU MAU NGAPAIN LAGI? BELUM ADA SATU MENIT KITA SELESAI TELPON, SEKARANG NELPON LAGI."

Yuna yang tengah pakai skincare sambil duduk di kursi rias dan menghadap cermin, kini melirik ke arah perempuan yang mengoceh panjang lebar di kamar mereka.

"IYA AKU TAU KAMU KANGEN, TAPI GAK TELPON BERKALI-KALI. KUPING KAMU GAK PANAS?"

Melihat itu, Yuna menghela napas dan menggeleng pelan. Setelahnya kembali melanjutkan aktivitas untuk merawat muka sebelum tidur.

Suaminya Nadine itu bucin. Pake banget. Kalo dibandingin, bucinnya dia ke Septian gak ada apa-apanya.

Setiap Nadine nge-post sesuatu di sosmed pasti dia selalu komentar, tadi Nadine juga ngomong setiap dia bikin snapgram bakalan di-reply. Seandainya Tian ngebucinin Yuna kaya gitu, Yuna kan gak perlu repot-repot sok ngambek kaya sekarang.

"Aku baik-baik aja di sini, Mas. Jangan khawatir. Temen-temenku jaga aku, kok," lanjut Nadine yang sekarang memilih berbaring di bagian kiri ranjang. "Ngapain nyusul? Duhhh, jangan bikin nambah pikiran, deh. Gak perlu nyusul, ini area khusus wanita! Privasi, Mas."

Yuna masih setia buat nguping Nadine yang lagi ribut sama suaminya via telpon.

"Kalo kamu nyusul ... aku marah, kabur ke tempat lain sama temen-temenku. Awas aja."

Saat Yuna udah selesai skincare-an, akhirnya drama Nadine dan Juna berakhir. Nadine udah selesai telpon dan menaruh ponsel ke atas nakas---setelah marah-marah minta gak ditelpon lagi karena dari tadi Juna telpon melulu.

"Gila, laki lo edan juga, Nad. Mantap!" Yuna mendekat ke arah Nadine yang kembali berbaring di tempat tidur. "Kalah bucin gue."

"Kadang-kadang kelewatan, nyebelin." Nadine cemberut, melipat kedua tangan ke dada. Bikin Yuna ketawa.

"Hm, kapan ya Tian begitu ke gue?" Yuna kini menatap langit-langit kamar sambil tidur di sebelah Nadine.

"Perasaan dari tadi dia ngehubungin lo deh, lo aja gak mau angkat."

"Masih pura-pura ngambek gue, padahal sebenernya gak tahan mau angkat dan bilang gue kangen."

Nadine melirik ke samping, Yuna juga melakukan hal sama. Perempuan berambut pirang ini memeluk temannya sambil menepuk-nepuk punggung Yuna, menguatkan. "Utututu, turut berduka buat hati yang patah."

"Makasih Miss Puitis." Yuna kini memasang ekspresi pura-pura sedih, lalu mereka tertawa lagi dan saling melepaskan diri.

"Kenapa lo jadi sok drama gini, sih, Yun?" tanya Nadine ketika mereka udah kembali ke posisi semula.

"Gue lagi capek jadi orang yang selalu fast respons buat dia dan selalu bersikap gak apa-apa setiap dia buat salah," ucap Yuna setelah beberapa saat diam. "Emangnya gue salah ya gara-gara curiga dia sama mantannya ada main di belakang gue? Gue coba nanya baik-baik, dia malah ngegas dan banding-bandingin gue sama Ega. Katanya Ega lebih baik dari gue karena dia gak cemburuan dan gak ngekang. Sakit hati anjir."

Nadine mengelus bahu Yuna. "Dia kelepasan ngomong gitu mungkin karena mood-nya lagi gak bagus kali, Yun."

"Kemungkinan besar dia emang gak bisa move on dari Ega," lirihnya. "Gue bingung banget, Nad. Di satu sisi gue gak bisa ngelepasin dia karena gue sayangggg banget, tapi sikap dia yang kaya gini bikin gue sadar diri kalau sampe kapan pun dia gak bener-bener cinta gue."

"Kalau dia gak cinta lo, dia gak akan hubungin lo berkali-kali setelah tau kalo buat salah." Ada jeda dalam ucapan Nadine. "Bahkan sampai hari ini, dia masih berusaha."

Let's Face It!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang