BAB SEMBILAN

13.5K 958 8
                                    

A/N : cerita ini telah diterbitkan dalam bentuk ebook dan direpost seminggu satu bab di Wattpad. Untuk membeli versi full silakan cek di google play.
berikut novel yang tersedia di Google Play :
1. Sinful Enfire
2. Lie With Me
3. Stole His Heart
4. Playing Her Heart
5. The Millian's Love Story
6. Gavin Millian
7. Take Me Back
8. Dirty Rich Obsession
9. Captivated
10. Meet The Dracula
11. Accidental Roommate
12. Bad Girl Vs Nerd Boy

Untuk pdf, hubungi admin : 082124089124

***

"Apa yang kaukatakan pada Ibuku, Briana?" Ansell menarik Briana  tanpa memperdulikan keterjutan gadis itu.

Camryn Millian telah pergi beberapa menit yang lalu. Setelah puas memarahi Ansell habis-habisan. Wanita itu terus membicarakan tentang keinginannya menimang cucu. Kemudian berceloteh tentang kekecewaannya karena Ansell berbohong. Ansell nyaris kehilangan akal untuk meredakan emosi ibunya.

Meski dia menyukai--dia tak munafik untuk mengakuinya--satu malamnya dengan Briana. Entahlah ... Ansell takut terjebak pada sosok Briana yang manipulatif. Pada akhirnya, dia harus menyerah dengan menyetujui permintaan ibunya; bulan madu ke Maldives.

Ansell menatap tajam pada Briana, mencekal dagu gadis itu dengan kasar. Tatapannya turun pada bibir Briana yang merekah. Bahkan setelah nyaris dua belas jam, bibir itu masih membengkak, menggoda untuk dilumat. Sial. Ansell mengerang frustasi dalam hati. Ia memberi jarak di antara mereka.

Briana menggeleng ketakutan. "Aku sama sekali tak mengatakan apapun, Ansell," lirihnya. "Ibumu yang datang sendiri."

Briana masih terlelap pada saat Camryn Millian muncul. Dia taj tahu wanita paruh baya itu masuk begitu saja ke kamar Ansell. Tentu saja mengagetkan Briana yang tak mengenakan apapun.

Briana yang kebingungan mencari pakaiannya memutuskan untuk memakai handuk milik Ansell. Dia mengekori Camryn yang terus mengoceh ke dapur. Wanita itu berdecak. Briana sempat berpikir mungkin karena melihatnya. Ternyata bukan itu masalahnya, tapi karena Briana dan Ansell tak pergi berbulan madu.

Dia bersyukur Camryn tak menyinggung tubuhnya yang dipenuhi bercak merah. Wanita itu tak bertanya apa-apa. Hanya saja, Camryn terus membahas tentang bulan madunya dengan Ansell. Mengapa dirinya tidak pergi.

Setidaknya, Briana bersyukur Ansell segera datang.

"Rupanya kau sengaja membawa ibuku ke dalam masalah ini."

Briana menggeleng kuat. Bibirnya terbuka untuk berucap, tapi Ansell kembali berujar.

"Dan siapa yang memintamu untuk mengenakan handukku, Briana?"

Seganas itukah dia hingga leher gadis itu dipenuhi bercak merah?

Ansell berdecak, menatap Briana dengan meremehkan. "Kau ingin bermain denganku Briana?"

Briana hendak beranjak ketika Ansell mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat. "Kau pikir semudah itu?"

Briana meronta sekuat tenaga. "Lepas," bisiknya tercekat. "Aku akan pergi saja jika kau tak ingin pergi bersamaku--"

Dia tak ingin Ansell menyakitinya terus menerus. Persetan dengan ucapan Emilia bahwa Ansell membutuhkannya. Pria itu dapat bangkit sendiri dengan gaya hidupnya. Para wanita di luar sana pasti rela bertekuk lutut. Ansell sama sekali tak membutuhkan Briana.

Percuma pernikahan ini dipertahankan. Sikap Ansell keterlaluan. Pria itu telah melewati batas. Andai Ansell mungkin bisa sedikit menghargainya dan tak bersikap kasar, Briana dapat berusaha melakukan yang terbaik.

Briana meringis merasakan pipinya menyentuh dinding. Ansell menekan tubuhnya dari belakang, tak membiarkan dirinya lolos sedikitpun. Air matanya mengalir tanpa bisa dicegah.

"Kenapa kau menangis, hm?" Ansell membalikan tubuh Briana dengan mudah. Briana hanya menunduk tanpa berani menatap pria itu. "Briana Millian?"

Mencintai Ansell Millian bagaikan berjalan di atas api yang menyala. Rasa sakit itu terus membakarnya, tapi Briana tak memiliki pilihan lain. Andai waktu dapat diputar kembali, Briana lebih memilih diperkosa oleh preman itu dibandingkan menikah dengan Ansell.

Ansell menyakitinya perlahan.

"Aku sangat membencimu, Briana." Ansell menatap Briana tepat di matanya. Gadis itu masih menundukkan kepalanya, begitu enggan menatap Ansell.

"Kenapa kau menerima perjodohan ini jika kau membenciku Ansell?" Briana memberikan diri untuk mendongak. Menatap Ansell dengan nanar dan penuh luka.

Ansell terkekeh kecil seakan-akan ucapan Briana adalah lelucon. Alasannya menerima perjodohan ini sudah jelas karena ibunya. Memangnya apa lagi?

"Kau bisa menceraikanku sekarang juga." Briana berujar lagi setelah beberapa detik tak mendapatkan jawaban. Dia tak peduli apa tanggapan Camryn setelah mendengar ini.

Raut wajah Ansell berubah mengeras mendengar ucapan Briana. "Sayang sekali ... Aku tak berniat menceraikanmu," desisnya.

Pupil mata Briana membesar mendengar ucapan Ansell. Apa pria itu bilang? Semudah itukah menyakitinya? Sebenarnya apa salahnya?

Ansell menundukan wajahnya sedikit. "Kita buat perjanjian saja, Briana." Hembusan napas dan harum parfum pria itu menyesakkan Briana.

Demi apapun. Ansell Millian terlalu sempurna untuk menjadi iblis. Pria itu tampan; matang, menggoda, mempesona, seksi. Bukan hanya wanita-wanita itu saja yang tak bisa menolak pesonanya, hal itu juga terjadi pada Briana. Jantungnya selalu berdebar-debar berada di dekat Ansell. Dia tak bisa sedikit saja mengalihkan pandangannya.

"Aku akan menjadi milikmu seutuhnya, dan kau harus menuruti permintaanku, termasuk memberikanku keturunan." Ansell menyimpan salah satu tangannya di paha telanjang Briana, dengan sengaja bergerak ke sana kemari berniat menggoda. "Tapi aku tak ingin ada kata cinta."

Briana tertegun. Tidak ada cinta?

"Kurasa ... Aku sama sekali tak keberatan untuk menyentuhmu." Ansell menyimpan bibirnya di telinga Briana, "Desahanmu cukup menyenangkan tadi malam."

Apa pria itu bilang? Jadi Ansell sama sekali tak mabuk?

TBC

Unexpected Reality (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang