BAB TUJUH

14.8K 963 29
                                    

A/N :
VERSI FULL TERSEDIA DI GOOGLE PLAY

****

BRIANA memberontak sekuat tenaga, menggelengkan kepalanya ke sana kemari menolak ciuman Ansell. Tapi, tenaga pria itu lebih kuat darinya. Ansell mencengkram erat kedua tangannya, kemudian bibir pria itu mendarat manis di atas bibirnya. Lidahnya menelusup masuk dengan paksa, menggoda Briana dengan kasar. Sesekali, pria itu menggigit bibir Briana sekilas tanpa menyakitinya.

Rontaan Briana kian melemah. Buaian bibir Ansell di bibirnya membuatnya merasa aneh. Ada perasaan asing yang menggelitik perutnya. Briana tak nengerti apa itu, yang jelas, dia hanya ingin Ansell menyentuhnya. Briana tak ingin Ansell menjauhkan bibirnya sedikit saja.

Briana menyerah ketika Ansell menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia membiarkan pria itu menarik lepas lingerie-nya, kemudian menindih tubuhnya dan kembali mencumbu bibirnya.

Jemari pria itu menggoda intinya dengan gerakkan abstrak. Briana mendesah tertahan. Dia merasa tersengat listrik pada saat Ansell menambah tempo gerakkannya.

"Kau menyukainya?" Ansell mengangkat bokong Briana dengan salah satu tangannya, meremasnya gemas. Briana menatap Ansell dengan sayu. Napasnya masih terdengar memburu akibat apa yang Ansell lakukan.

Ansell terkekeh pelan. Ia menundukkan wajahnya kemudian melingkupi puncak payudara Briana dengan bibirnya. Lidahnya bergerak turun naik, kadang mencecap dengan sensual. Celananya kian terasa sesak mendengar desahan Briana yang erotis.

"Mungkin aku membencimu." Pria itu meninggalkan jejak basah di atas kulitnya; Briana meremas sprei dengan kuat. "Tapi aku seorang pria...."

Ucapan Ansell menggantung. Ia kembali mencium Briana penuh kelembutan. "Aku menyukai apa yang kulihat."

Ansell mengembuskan napasnya di wajah Briana. "Ini."

Salah satu tangannya menangkup inti Briana dan kembali menghunjam gadis itu. "Dan ini," tambahnya seraya menangkup salah satu payudara Briana.

Ansell menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Briana. Menatap lekat kedua mata Briana dengan menggelap. Briana membalas tatapan pria itu dengan sisa air mata yang masih membendung. Salah satu tangannya bergerak ragu-ragu menyentuh dada Ansell.

Ansell menyadari kegugupan gadis itu. Ia tersenyum kecil lalu meraih jemari Briana ke dalam kulumannya. "Bahkan ini sangat manis," pujinya membuat pipi Briana bersemu.

"Ansell..." Briana mendesahkan namanya; Ansell menekan intinya tepat di inti Briana. Gadis itu sangat ketat, dia dapat merasakannya tadi, hanya dengan jemarinya. Ansell tahu gadis ini masih perawan.

Ansell melepas kemejanya, disusul dengan celananya. Ia kembali merangkak ke atas ranjang, mendekati Briana. Ya Tuhan ... Gadis itu sangat cantik sekali. Bibirnya merekah sempurna. Rambutnya berantakan. Tatapannya sayu dan menggoda. Ansell tak sabar ingin memasukinya.

"Kau pernah melakukannya?" Ansell mengulum telinga gadis itu sekilas. "Kurasa tidak," lirihnya.

Briana menggeleng. "Aku takut," bisiknya. Ansell meraih dagu Briana dengan perlahan, dikecupnya bibir gadis itu yang membengkak.

"Ikuti gerakanku." Ansell menggerakan bibirnya pelan-pelan, membimbing Briana agar membalas ciumannya. Diraihnya jemari Briana agar menyentuh intinya. "Sekarang gerakan tanganmu."

Ansell begitu perhatian dan lembut. Ada apa dengan pria itu? Briana mengernyitkan keningnya tak mengerti. Pipinya semakin memerah merasakan inti Ansell berada di dalam genggamannya. Briana tak pernah melakukannya. Briana tak pernah mengenal pria seumur hidupnya. Dia hidup untuk bekerja; membayar sewa flatnya yang lumayan mahal, biaya makan, bahkan mengumpulkan uang untuk kuliah.

Beberapa pria yang bekerja dengannya di tempat yang sama, pernah menggoda Briana, tapi dia menolak mentah-mentah pria itu. Briana selalu memberikan alasan bahwa dia telah memiliki kekasih. Temannya yang meminta Briana untuk berbohong. Sonya bilang, pria akan bosan setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pria-pria itu jahat, maka dari itu Briana menghindarinya.

"Lebih cepat, Sayang," Semangat Briana meningkat, pelan-pelan ia mempelajari apa yang Ansell inginkan. Rasa puas menjalari dirinya melihat Ansell tersenyum lebar.

Ah ... Pria itu. Hati Briana menghangat. Ia membuka bibirnya merasakan Ansell kembali menciumnya. Berkali-kali, Ansell mendaratkan bibirnya di bibir Briana. Terasa penuh kelembutan dan perhatian.

Briana terbuai jauh dengan perhatian itu. Dia telah melupakan rasa sakit di hatinya. Bahkan ketika pria itu menenggelamkan miliknya--merebut kegadisannya dengan mudah--Briana mengabaikan rasa sakitnya.

Ansell mengenalkan Briana pada sesuatu yang baru. Briana tersentak pada rasa sakit juga nikmat pada saat yang bersamaan. Briana mengeratkan pelukannya di pinggang Ansell, ia mendesah sekeras-kerasnya, sesuai dengan permintaan Ansell.

Tubuh Ansell ambruk di atas tubuhnya. Pria itu menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Briana. Kemudian berbisik dengan mesra,

"Aku mencintaimu." Briana melayang mendengar dua kata itu. Tapi dia kembali terhempas mendengar kata lainnya,

"Aku mencintaimu, Kathleen."

TBC

Unexpected Reality (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang