A/N : VERSI FULL CERITA INI TELAH TERSEDIA DALAM BENTUK EBOOK DI GOOGLE PLAY DAN PDF
***
"Hai Ansell!" Ketika membuka pintu, yang pertama kali menyapanya adalah seorang wanita bermata hijau; dr. Emilia Velazquez, sahabatnya pada saat kuliah, wanita berusia duapuluh delapan tahun itu muncul dengan kotak besar di tangannya.
Senyum cerah terlukis di bibirnya. Kening Ansell berkerut, merasa tak yakin wanita ini nyata. Yang ia tahu, Emilia berada di Swiss saat ini. Wanita itu memutuskan untuk menetap di sana setelah menikah dengan kekasihnya. Dan baru saja dua hari yang lalu, Ansell mendapatkan permintaan maaf Emilia karena tak dapat hadir di pernikahannya.
"Kenapa hanya diam?" Emilia berdecak melihat Ansell yang hanya mematung melihatnya. Wanita itu melangkah dengan terseok tanpa dipersilahkan. "Kau harusnya membantuku membawa ini," gerutunya.
Ansell mengekori Emilia dengan kesal. "Kau berbohong," decaknya.
Emilia menoleh lalu mengangkat bahu. "Harusnya kau menyambutku dengan senyum lebar. Lalu menyapaku; 'hei Emilia, terima kasih kau telah menyempatkan diri untuk datang', begitu..."
Ansell mendengus. Dia tak pernah berharap siapapun menyaksikan pernikahannya. Sejujurnya, Ansell hanya ingin mengundang beberapa sahabatnya saja. Tapi karena ibunya mengundang seluruh kolega, saudara, bahkan rekan kerjanya--sesama dokter di rumah sakit--jadilah banyak yang mengetahui dirinya tak lajang lagi sekarang.
Ansell mengekori Emilia yang melangkah menuju dapur. Raut wajahnya kian berubah suram melihat Briana berada di sana, gadis itu tengah memasak seraya bernyanyi kecil. Briana tampak tak menyadari kehadirannya. Ansell berdeham keras, menyadarkan Briana dari acara memasaknya.
Ketika mendongak, gadis itu membelalak, tampak kaget. Briana mematikan kompornya lalu melangkah mendekati Ansell. Wanita cantik yang berada di samping Ansell; Briana mengamatinya diam-diam. Apa ini kekasih Ansell?
"Kau Briana?" Emilia membuka suara pertama kali.
Briana melirik ke arah Ansell, pria itu membalas tatapannya dengan datar. "Ya," bisiknya serak.
"Kau sangat cantik!" Wanita itu bersorak. Briana tergagap merasakan pelukan erat di tubuhnya. Keningnya kian berkerut tak mengerti.
"Aku Emilia, sahabat Ansell."
Entah kenapa kelegaan terasa menyelimuti hatinya. Briana tersenyum kaku. Pipinya memerah menyadari pemikiran konyolnya. Ia membalas jabatan tangan Emilia perlahan.
"Oh iya, aku memiliki hadiah untukmu." Emilia tersenyum lebar, "kemarin aku tak sempat ke pernikahan kalian. Maaf ya!"
"Tidak apa-apa, Em. Kau tak perlu meminta maaf." Ansell memutar bola matanya. "Lagipula pernikahan ini tak terlalu penting."
Emilia tertegun mendengar ucapan Ansell. Wanita itu kemudian melotot menyadari perubahan raut wajah Briana. Ia mengusap lengan Briana dengan pelan, mencoba memberikan semangat. Briana hanya tersenyum kecut dan kembali menyalakan kompornya.
"Aku akan mengambil hadiahnya." Emilia memecah keheningan. Ia menghilang di balik pintu, Briana mengamatinya sekilas. Wanita itu cantik sekali. Mata hijaunya jernih, rambutnya bergelombang berwarna cokelat, tubuhnya langsing dan tinggi. Briana merasa begitu rendah berdekatan dengan Emilia.
"Kau memang pandai mencari perhatian," ujar Ansell pelan. Briana hanya terdiam menanggapi ucapan pria itu. Ia mematikan kompor dan memasukkan pasta ke dalam piring.
"Berapa banyak orang-orang yang telah kau tipu Briana?" Ansell mencekal pergelangan tangannya ketika Briana hendak melangkah menjauh.
"Sakit Ansell..." Briana meringis pelan. Ia mencoba melepaskan cekalan kasar pria itu.
"Jangan pernah coba-coba mencari perhatian pada teman-temanku." Ansell mempererat cekalan tangannya. Briana mengangguk cepat saat itu juga. Ia menatap pergelangan tangannya yang nyaris membiru.
Ansell melangkah menjauh melihat Emilia muncul. Raut wajah pria itu masih mengeras dan dingin. "Aku akan pergi," ucapnya datar pada Briana. Tanpa menatap gadis itu, Ansell menghilang begitu saja, meninggalkan Briana dan Emilia berdua.
"Kau baik-baik saja?" bisik Emilia mendekati Briana. Ia meraih pergelangan tangan Briana yang memerah. "Dia memang keterlaluan."
"Tidak apa-apa." Briana menarik tangannya dengan gugup. "Kau mau makan malam denganku?" tawarnya pelan.
"Sepertinya enak." Emilia duduk di kursi, diikuti oleh Briana. "Oh ini hadiah pernikahan dariku."
Briana menatap kotak di hadapannya dengan ragu. Ia tak ingin Ansell marah karena Briana menerima pemberian temannya.
Menyadari keraguan Briana, Emilia mengusap lembut lengan gadis itu. "Tidak apa-apa, Briana."
Emilia merasa kasihan pada Briana, gadis itu terlalu muda. Ansell seharusnya bersikap biasa saja meski tak menyukai Briana. Emilia menghela napas kecil. Ia melihat apa yang Ansell lakukan pada Briana tadi, dan itu telah melewati batas.
Ansell keterlaluan.
"Buka hadiahnya."
Briana melirik Emilia dengan ragu sekali lagi. Ia memutuskan untuk merobek kotak besar itu. Membuka isinya dengan perasaan tak menentu. Bibirnya terbuka melihat isinya yang mengejutkan.
"Kukira hubungan kalian baik-baik saja. Jadi aku membelikan ini. Aku ingin sekali melihat Ansell versi junior," kekeh Emilia membuat pipi Briana memerah.
"Aku sangat kecewa melihat perlakuan Ansell padamu."
Briana hanya terdiam. Ansell yang membencinya ... Hal itu tak perlu dibahas lagi.
"Briana," lirih Emilia pelan. Ia menggenggam tangan Briana erat. "Ansell adalah pria yang baik. Dia tak seperti yang kau kira. Ansell hanya membutuhkan waktu."
Sampai kapan?
"Kumohon padamu ... apapun yang terjadi, jangan meninggalkannya, karena sejujurnya Ansell membutuhkanmu."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Reality (END)
Romance[SEQUEL STOLE HIS HEART] 21+ Setelah kematian Kathleen Riamos, hidup Ansell Millian berubah. Dia seakan tak bernyawa. Dingin tak tersentuh. Meski senyum terlukis di bibirnya, semua orang tahu hatinya beku. Ansell Millian berjanji tak akan mengenal c...