BAB DELAPANBELAS

11.8K 846 11
                                    

"Ansell aku bisa menjelaskannya...." Ucapan Briana terputus ketika Ansell terus melangkah dengan tergesa. Menarik pergelangan tangan Briana tanpa perasaan. Langkah lebar pria itu membawanya masuk ke kamar mereka. Ansell menghempaskan cekalan tangannya, nyaris membuat Briana terhuyung.

Ansell mendekati Briana seperti elang yang hendak menangkap mangsanya. Briana sama sekali tak menghindari pria itu. Karena percuma. Ansell selalu bisa mendapatkannya. Di dalam situasi apapun. Tatapan biru safir itu melumpuhkannya. Sentuhan tangannya yang terasa kasar, mempercepat aliran darah Briana.

Briana tak terkejut merasakan bibir Ansell mendarat di bibirnya. Dengan senang hati dia membuka mulutnya dan menyambut ciuman Ansell. Ansell Millian, pria itu bukan hanya membuat Briana jatuh cinta. Pria itu juga menariknya secara sensual. Tanpa sadar, di balik semua perlakuan kasar pria itu, Briana menyukai kelembutan yang Ansell lakukan di tiap malam mereka.

Bibir yang selalu melumat bibirnya. Lidah yang selalu mendamba tubuhnya. Sentuhan Ansell mampu membuatnya terbakar oleh api gairah.

"Kau akan mendapatkan banyak masalah jika kau berdekatan dengan pria lain," bisik Ansell, melepaskan ciumannya sejenak.

Napas pria itu memburu. Ansell menatap Briana tanpa berkedip, tepat di kedua mata hijau kebiruannya. Pandangannya turun pada bibir bengkak Briana.

Ansell menggeram dalam hati. Sungguh, dia mungkin maniak seks. Ansell bukan seorang hiper. Dia hanya pria biasa. Sama seperti yang lainnya. Yang selalu tergoda dengan seorang wanita. Pria yang selalu tertuju pada selangkangan? Tidak juga. Ada kalanya dia merasa lelah untuk berhubungan intim.

Tapi dengan Briana, dia selalu menginginkannya. Briana yang polos membuat fantasinya terasa berbeda. Briana seakan membawanya pada hal yang baru. Perlahan, Ansell mengakui bahwa dia menyukai tiap malamnya dengan Briana. Untuk hal itu dia tak munafik.

Kenapa Briana selalu terlihat seksi di saat seperti ini?

Ansell memejamkan kedua matanya, dan tanpa perlu menunggu lama, dia merasakan bibir Briana menyentuh bibirnya. Ah ... Istrinya. Ansell menyusuri lekukan tubuh Briana dengan tangannya. Istrinya adalah miliknya. Briana Millian, hanya milik Ansell Millian seorang, tak seorangpun boleh menatapnya maupun menyentuhnya.

Atau mereka akan hancur.

Jemari Ansell bergerak naik menyentuh dada Briana. Meremasnya pelan. Meraba bentuk keindahan istrinya itu. Begitu pas di dalam genggamannya. Bulat, kenyal, padat. Ansell menekan bibirnya lebih dalam. Ditahannya tengkuk Briana dengan sebelah tangannya.

"Kau akan menghukumku lagi?" Briana berada di bawah tubuhnya, telentang pasrah menanti 'hadiah' darinya.

Ansell menipiskan bibirnya. Dia membenci kenyataan tadi sore. Melihat Briana bersama pria sialan itu lagi--pria yang memeluk Briana di London--Ansell ingin memukulinya. Sejujurnya, bogem mentahnya telah siap, namun dia sadar dirinya tak mungkin membuat keributan untuk kedua kalinya.

Ansell melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. "Tutup kedua matamu," ucapnya datar.

Briana menuruti permintaan pria itu. Ia mengusap wajahnya merasakan Ansell menutup kedua matanya dengan dasinya. Gelap. Semuanya tak terlihat. Briana meraba sekitarnya. Dia sempat berusaha menarik tangannya merasakan sesuatu yang keras. Dada suaminya. Briana tersenyum tanpa sadar.

"Kenapa kau tersenyum?"

Pipi Briana memerah. "Aku tak dapat melihat apapun, Ansell."

"Hm." Ansell bergumam pelan. Ia menarik dress Briana sampai pinggang, menampakan paha dalam istrinya. Briana tersentak kaget saat itu juga.

"Ansell," lirihnya, merasakan sentuhan Ansell di paha dalamnya. Briana mungkin tak dapat melihatnya, tapi Briana dapat merasakannya dengan jelas.

Ansell membuka lebar kedua pahanya. Briana berusaha menutupinya sekuat tenaga. Pipinya kian memerah. Betapa tereksposenya dirinya.

"Ansell, please... Jangan hukum aku seperti ini, aku malu." Briana berbisik parau.

Briana tak tahu yang Ansell lakukan selanjutnya. Pria itu terdiam cukup lama, tanpa ada sentuhan lain. Namun ketika sesuatu yang basah terasa menyentuh intinya....

"Ansell, apa yang kaulakukan--ah!" Briana menahan desahannya merasakan lidah pria itu menyentuh dirinya secara langsung. Pria itu ... Ya Tuhan.

Ansell beranjak dan kembali mencium bibir Briana. "Kau merasakannya?" Pria itu menarik salah satu kaki Briana, melingkarkannya di pinggangnya. "Kau merasakannya Briana?" tanyanya lagi, setelah dua detik tak mendapatkan jawaban. Ansell menghentakkan miliknya lebih dalam. Membawa Briana melayang tinggi.

"Ya, aku merasakannya."

Briana terengah, gadis itu meraba-raba wajah suaminya. Briana menyimpan kedua tangannya di pipi Ansell. Hati-hati, Briana menggerakkan tangannya mengusap pipi Ansell. Merasakan cambang halus pria itu menyentuh kulitnya.

Ansell tertegun sejenak. Ia meraih jemari Briana ke dalam genggamannya. Pria itu mencium buku jari Briana satu per satu seringan bulu, menyebarkan desiran halus di sekitar tangan Briana.

"Inilah aku, Briana." Ansell melepaskan dasi yang menutupi kedua mata Briana. Dia menahan tangan gadis itu ketika Briana hendak menariknya. Ansell menyatukan jemari mereka, masih dengan tatapannya yang terpaku pada Briana.

"Kau tak dapat melihatnya, tapi kau dapat merasakannya... Seperti itulah aku," bisik Ansell lirih, ucapan pria itu terdengar penuh makna. Briana berusaha menyerap ucapannya. Apa maksud pria itu?

Untuk pertama kalinya Briana melihat tatapan Ansell yang begitu lembut. Briana harap ini bukan mimpi. Ia menepuk pipinya sebelum membiarkan Ansell memeluknya erat.

TBC

Unexpected Reality (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang