Terhitung satu bulan lamanya aku berada di rumah karena kebijakan pemerintah untuk menerapkan work from home bagi seluruh perkantoran. Adanya makhluk tak kasatmata berupa virus yang telah menyebar membuat semua orang panik. Adaptasi kebiasaan baru mulai dijalankan. Semua aktivitas dilakukan di rumah, keluar rumah hanya dalam keadaan mendesak dan itu pun tidak lama. Di luar pun orang-orang memakai masker.
Satu bulan di rumah saja membuatku bosan. Akses bepergian dibatasi, tempat wisata ditutup, tidak ada aktivitas nongkrong, shopping, jalan-jalan, semuanya benar-benar dipusatkan di rumah. Kecuali untuk pekerja yang memang mengharuskan beraktivitas di luar rumah. Kurang bergerak membuat badanku terasa berat. Sepertinya badanku kian melebar. Hiburanku di rumah cuma Farraz dan akun media sosial yang kupunya. Bocah itu sudah bisa tengkurap, semakin menggemaskan, deh.
Gara-gara diterapkan bekerja dari rumah membuat jam kerjaku berantakan. Aku pernah meeting hingga pukul dua belas malam, tiba-tiba disuruh mengerjakan audit instruction saat mataku sudah terpejam separuh, dan berbagai macam pekerjaan ajaib lainnya. Mentang-mentang full di rumah saja jam kerjanya pun menjadi fleksibel. Semoga segera ada kabar baik sehingga aku dapat berkantor seperti biasanya dan bertemu dengan orang-orang di luar sana.
Ya, bertemu dengan orang-orang. Sudah terhitung satu bulan pula aku tidak bertemu dengan Gibran dan Dirga. Semoga mereka selalu sehat dalam lindungan Tuhan. Dalam situasi seperti sekarang, bertemu dengan orang lain merupakan hal yang sangat berisiko. Aku hanya bisa video call, telepon dengan teman-temanku tanpa bisa bertemu. Memang tidak puas, tapi mau bagaimana lagi. Seperti sekarang, aku rebahan di kasur sambil menggulir layar HP.
"Prisha ... ada yang nyariin, nih. Buruan," teriak Mbak Intan.
Duh, siapa yang nekat bertamu pada saat kondisi darurat begini, sih? Seharusnya dia mendukung program pemerintah untuk di rumah saja kalau tidak ada keperluan mendesak yang mengharuskan keluar rumah. Lama-lama di rumah memang bosan, tapi datang ke rumahku justru mengusik banget, lho. Sungguh mengganggu acara santaiku saja.
"Siapa, Mbak?" seruku malas.
Aku melangkah gontai ke ruang tamu tanpa peduli pakaian apa yang kukenakan. Piyama batik lusuh kedodoran serta rambut yang belum sempat disisir dari pagi. Bahkan aku saja belum mandi. Begitu tiba di ruang tamu, seseorang menyerbuku.
"Kenapa kamu ke sini? Kan lagi lockdown," tanyaku heran.
"Bodo amat sama lockdown. Aku kangen banget tahu," sahut Gibran dengan nada merajuk. Dia memelukku sangat erat.
Aku tertawa, membalas pelukannya. "Hampir tiap hari video call masa masih kangen?"
"Hoi, jaga jarak. Main peluk-peluk saja. Lo dari luar bawa kuman, kalau Prisha kenapa-kenapa gimana?" omel Mbak Intan seraya melempar bantal, mengenai kepala Gibran.
"Aduh, Mbak. Gue kangen sama Prisha, sebulan nggak ketemu."
"Kalian tiap hari video call masih ngaku sebulan nggak ketemu? Sabar dululah, sudah tahu kondisi lagi prihatin malah cari gara-gara."
"Cuma video call doang nggak puas, Mbak. Eh, ada si bocah. Om kangen sama bocah juga, nih. Sini sama om," cetus Gibran lantas perhatiannya teralihkan pada Farraz yang digendong Mbak Intan.
"Hei, lo nggak boleh sentuh anak gue. Lo kalau mau gendong dia mandi dulu sana. Dasar pembawa kuman, lo kotor banget banyak virus itu dari luar," bentak Mbak Intan galak. Matanya mengerling ke arahku, "Lo juga nggak boleh sentuh Farraz. Lo sudah dipegang-pegang sama Gibran. Lagian anak gadis jam segini belum mandi. Malah malas-malasan, buruan mandi sana!"
Akhir-akhir ini Mbak Intan semakin galak. Sejak hadirnya virus korona, Mbak Intan berusaha mengubah gaya hidupnya menjadi lebih higienis. Apalagi jika menyangkut keselamatan Farraz, dia tidak main-main dengan hal itu. Tubuh pun harus steril sebelum menyentuh sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You're Not Married Yet? [Selesai]
ChickLitKenapa kamu belum menikah? Sebuah pertanyaan yang sering ditanyakan kepadaku. Memangnya ada yang salah ya, ketika aku, Prisha Yudistia belum menikah di usia tiga puluh dua tahun? Orang bilang aku ini gila kerja, makanya belum menikah di umur yang sa...