Hampa tak bernama

68.2K 5.2K 143
                                    

Selamat membaca.

☕☕☕

Saka melirik Nabilla yang semakin mengecil dari balik kaca spion mobilnya. Seperti biasa, matanya sudah berkaca-kaca. Satu di antara cairan bening yang berjejal di kelopak matanya, tidak terasa jatuh membasahi pakaiannya.

Berat sekali ketika ia harus pergi. Walaupun hanya beberapa hari, tapi Saka merasa waktu berjalan sangat lambat.

"Kamu harus tetap di sini. Nunggu aku." Saka berbicara sendiri.

Dan Nabilla pun masih di tempatnya, memperhatikan mobil Saka yang bergerak meninggalkan area café. Seperti terhipnotis, ia memutar kepalanya, mengikuti mobil itu sampai ke bibir jalan.

Dari balik kaca mobil yang terbuka, ia melihat laki-laki itu melambaikan tangan. Ia tidak membalas, tetap berdiam diri. Sekujur tubuhnya serasa terkuci. Kehadiran Amdhan yang di susul Anggi pun, tidak ia sadari.

Belum sampai lima menit, mobil Saka hilang dari jangkauannya setelah bergabung dengan ratusan pengendara lain di jalanan, ponsel Nabilla berbunyi pendek. Segara, ia merogoh saku jaketnya, memeriksa notif yang berasal dari notif pesan masuk.

Alis Nabilla mengkerut. Melihat nama si pengirim pesan.

Pak Nalendra. 📩

Ia melemparkan lagi pandangannya ke arah mobil Saka pergi, lalu kembali pada layar ponselnya.

Untuk apa laki-laki itu mengiriminya pesan? Bukankah mereka sudah berbicara? benaknya bertanya-tanya.

Namun, nalurinya menuntun Nabilla untuk lekas membaca pesan tersebut.

Pak Nalendra : Nabilla, saya lupa bilang. Saya, bawa nasi goreng buat kamu sarapan. Berhubung tadi kamu belum datang, jadi saya simpan di atas kursi, dekat pintu.

Sesuai dengan petujuk dari Saka, ia pun menoleh ke arah pintu café. Benar saja, di sana, ia melihat sebuah kursi dengan tas kain berwarna coklat pekat di atasnya.

Nabilla menggerakkan kakinya mencapai pintu. "Kapan nyimpennya?" tanya lain dalam benaknya, bertepatan dengan pesan baru dari Saka muncul lagi. Pesan itu pun langsung terbaca, karena ruang percakapannya dengan Saka belum ia tutup.

Pak Nalendra : Saya lihat, kamu agak kurusan. Kamu harus makan yang benar. Nasi gorengnya juga harus kamu habiskan, walaupun rasanya tentu tidak seenak yang kamu buat.

Lantas, Nabilla mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari sesuatu yang ia pun tidak tahu itu apa. Ia hanya mengikuti nalurinya.

Bola matanya tiba-tiba memanas. Ada hampa tak bernama ketika ia tidak menemukan suatu apapun setelahnya.

Nabilla meletakkan tangan kanan di dada kirinya. Namun, ia kesulitan meraba perasaan asing yang tiba-tiba menelusup di dalam sana.

Lima tahun telah berlalu, tapi Nabilla masih mengingatnya. Dahulu, ia sering sekali membawakan Saka sarapan berupa nasi goreng ke kampus. Laki-laki itu selalu melahap habis nasi goreng yang ia olah dengan tangannya sendiri tanpa bantuan sang ibu.

Ada rasa bahagia ketika Saka memuji masakannya. "Masakan kamu selalu enak. Takaran bumbunya juga selalu pas." kata-kata itu tidak pernah absen masuk ke dalam indra pendengarannya.

Saka pun membawakannya sarapan dengan menu yang sama, seperti yang ia buat. Laki-laki itu rela menghabiskan waktu luangnya di dapur, belajar memasak, mengabaikan teman-temanya yang mengajak berkumpul.

TitikTemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang