Almond cookies

57.5K 4.2K 94
                                    

Selamat membaca.

☕☕☕

"Sebenarnya, bukan tentang rasa, tapi tentang suasana yang sudah berbeda."

-TitikTemu-

☕☕☕

Roman bahagia terpancar dari wajah para staf cafe yang sudah berkumpul dan bersiap-siap untuk berangkat ke lokasi camp Ranca Upas.

Liburan yang mereka tunggu-tunggu untuk melepas penat akhirnya tiba. Satu persatu dari mereka naik ke dalam bus berukuran sedang yang Saka sewakan untuk mengantarkan sampai ke tempat tujuan.

Kursi di dalam bus hampir semua terisi. Hanya menyisakan dua kursi deretan paling belakang.

Nabilla, Anggi, Amdhan dan Nino yang di turut seratakan dalam liburan singkat itu, duduk dalam satu barisan. Tepatnya barisan ke dua dari kursi paling depan.

Nabilla dan Anggi duduk pada barisan sebelah kiri, sedangkan Amdhan dan Nino pada barisan sebelah kanan kursi.

Namun, belum sampai lima menit Nabilla duduk, ponsel dalam tasnya menjerit panjang. Ia segera membuka tas dan mengambil benda berbentuk pipih itu. Melihat siapa gerangan di balik bunyi tersebut.

Nafas kasar Nabilla loloskan, selalu ada beban tak terlihat saat nomor atas nama Saka muncul pada layar ponselnya.

"Kenapa lagi, sih?" ia menggumam kesal, lalu menekan tombol hijau pada layar dan menempelkan benda tipis itu pada telinganya. Tidak terlalu dekat, masih mempunyai jarak.

"Iya, hallo Pak?" ucapnya, saat suara Saka terdengar menyambutnya di ujung spiker.

"Bus-nya sudah datang?" Tanya Saka di balik telpon.

"Sudah, kami semua sudah di dalam bus. Mungkin kurang dari lima menit lagi kami berangkat," jelasnya, singkat namun padat. Ia berharap tidak ada perntanyaan lain lagi dari Saka.

"Syukurlah. Tapi, bisa kamu tunggu saya?"

Kedua ujung alis Nabilla mengkerut seketika. "Maksud Anda bagaimana, Pak?" ia benar-benar tidak mengerti.

"Maksud saya, kamu bisa tunggu saya sebentar? Sekarang saya sedang menuju, ke sana."

Suara pintu bagian depan bus tertutup, Nabilla otomatis melongok kedepan. Disana, ia melihat sang supir bus sudah duduk di balik kemudi. Bersiap-siap mengoperasikan bus. "Tapi, busnya sebentar lagi jalan, Pak?" ia yakin itu.

"Ya sudah, kamu turun dulu."

Nabilla menjauhkan sesaat ponselnya. Mimik wajahnya berubah sebal. Bibirnya bergerak tanpa suara sampai monyong-moyong seperti paruh bebek, mengutuk Saka.

"Nabilla?"

Suara Saka terdengar lagi, Nabilla pun menempelkan kembali ponsel pada telinganya. "Ta-tapi Pak-"

"Laporan keuangan yang kamu serahkan kemarin, ada yang kurang tepat. Jadi saya mau kamu memperbaikinya sekarang. Bisa?" selak Saka, dan Nabilla pun langsung bungkam.

"Fatal." ia tahu itu. Nabilla lalu menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan-lahan.

"Nabilla, kamu bisa bukan?" Saka menuntut jawaban segera.

"Sa-" Nabilla baru saja membuka mulutnya, tapi di sebrang sana, Saka lebih cepat menyelaknya.

"Nanti saya sediakan kenadaan lain, supaya kamu bisa menyusul teman-temanmu."

TitikTemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang