Makan malam bersama

44.8K 3.3K 20
                                    

☕☕☕

Selamat membaca.

☕☕☕

Seiring menuruni anak tangga, Saka mendengarkan Ilham yang masih membicarakan tentang perusahaanya yang terus mengalami peningkatan. Bahkan pendapatan perusahaan mampu melampaui target yang Saka inginkan.

Dengan hal itu, Saka benar-benar bangga pada dirinya dan sekaligus bisa membuktikan pada sang ibu jika dirinya masih mampu mengendalikan perusahaan dengan baik, meskipun bekerja dengan jarak.

"Sampai detik ini saya masih tidak percaya jika semua ini benar-benar tejadi. Tapi saya sangat ba-" perkataan Ilham terhenti ketika Saka tiba-tiba menangguhkan langkahnya.

"Pak?" Ilham sedikit melongok ke depan, penasaran dengan hal yang membuat Saka tiba-tiba berhenti.

Setelah menemukan titik fokus Saka, Ilham tersenyum tipis.

Di tengah-tengah anak tangga, Saka memusatkan pandangannya pada Nabilla yang nampak menggantikan posisi Amdhan.

Tanpa terasa, ke dua sudut bibir Saka pun tertarik ke atas. Cara Nabilla membuat dan menyajikan kopi selalu indah di matanya.

Tidak ingin kehilangan moment itu, Saka segera mengabadikannya ke dalam ponsel.

Satu gambar berhasil Saka simpan. "Cantik," ia menggumam setelahnya, kemudian mengantongi lagi ponselnya.

Suara lantang dari Anggi yang menyambut pengunjung mengintrupsi, mengembalikan Saka pada kesadarannya.

"Kita sampai mana tadi, Ham?" Ia pun menolehkan wajahnya lagi pada Ilham.

"Apa sebaiknya kita rayakan saja pencapaian ini, Pak?" usul Ilham secara spontan. "Bersama mereka?" sambung Ilham, menujuk staf cafe dan Nabilla dengan wajahnya.

Saka mengembalikan pandangannya pada para staf cafe dan Nabilla beberapa saat, lantas berkata.

"Ini, bukannya kamu yang mau saya traktir, kan?" Sarkas Saka, yang di sambut kekehan Ilham.

"Jika Anda berpikir begitu, anggap saja saya sangat menginginkan Anda tarakir, malam ini."

"Ide kamu memang tidak pernah gagal." Saka faham betul maksud terselubung Ilham. Ilham bermaksud memberi jalan supaya ia dan Nabilla lebih dekat lagi.

"Saya hanya menyumbang ide, Pak. Kalau anda terima saya sangat syukur. Kalau tidak, itu artinya ide saya tidak terlalu bagus."

Kali ini Saka tertawa kecil. "Kenapa kamu sangat peka dengan yang terjadi pada saya dan Nabilla, Ham?"

"Feeling saya terlalu kuat, Pak. Selain itu, semua sudah tertulis dengan jelas di wajah Anda," cetus Ilham, mengenal Saka cukup lama, tidak sulit untuk ia menerka. "Saya ikut senang, jika memang kalian sudah berbaikan."

Saka merenungkan sedikit kata-kata Ilham. Semudah itukah ia ditebak?

Namun kemudian, ia berkata. "Baiklah, malam ini saya trakir kamu makan malam."

Saka menyambung lagi langkahnya. Kali ini tujuannya bukan lagi pintu keluar seperti tujuan sebelumnya. Tapi menuju meja bar, menyambangi Nabilla.

Ilham menggeleng-gelengkan kapala, lalu menyusul Saka.

Sesampainya di depan meja bar, Saka mendeham, berusaha merebut perhatian Nabilla yang belum menyadari keberadaanya di sana.

Mendegar dehaman, Nabilla sontak menoleh pada sumber suara. Irisnya langsung beradu dengan iris Saka. Gerakan tangannya yang sedang mengelap gelas takar yang baru ia gunakan pun sesaat terhenti.

TitikTemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang