C5M - 7. Pernyataan Cinta

53 16 11
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍“Mbak, Vanya berangkat!”

Sang adik melambaikan tangan, begitu pun Farhan yang ada di kursi kemudi. Dia memamerkan lesung pipinya sesaat sebelum menaikkan kaca mobil dan melajukan benda besi tersebut dari pelataran toko catering Hasna. Tangannya refleks meremat pelan kain kerudung. Debaran ini selalu saja menampakkan keberadaannya setiap kali ada Farhan.

Sudah sebulan semuanya berlalu seperti ini. Hasna semakin sering bertemu Farhan. Pagi hari saat mengantar Hasna sekolah seperti tadi, lalu siangnya di pabrik, dan setiap hari minggu dia mengantar Hasna ke pasar membeli keperluan toko catering dan kuenya.

Hasna tau, semua ini rasanya aneh kalau hanya sekadar teman. Dia ... terlalu banyak mengorbankan waktunya untuk Hasna. Gadis itu ingin berharap lebih, tapi dia juga takut. Takut kecewa dan takut patah hati karena salah paham.

Bagaimana kalau semua dugaan yang Hasna pikir saat sini, semuanya hanya sebatas ekspektasi. Dan sekali pun itu semua benar, Hasna juga takut kalau rupanya Farhan tidak sebaik kelihatannya. Ia baru mengenal Farhan dua bulan. Ada banyak hal yang tak Hasna ketahui tentang laki-laki itu.

Berdecak dalam hati, Hasna menggeleng kecil sambil terpejam. Dia berpikir terlalu jauh. Apa yang ia pikirkan tak akan terjadi.

“Dor!” Hasna berbalik saat tiba-tiba Nita berupaya mengagetinya.

“Ih Mbak, kok gak kaget sih ....” Dia berdecak sebal serangkan Hasna terkekeh kecil.

Hasna sudah terlalu sering dibuat kaget oleh kehidupannya. Kalau sekadar ‘dor’ saja tidak ada efek apa-apa. “Lagi ngelamunin siapa, sih?” tanya Nita lagi. “Mas Farhan apa Mas Galen, Mbak?”

Tangan Hasna mengibas di depan wajah, dia membuka mulut seolah tertawa tanpa suara. “Ngaco ah, gak mikirin siapa-siapa.”

“Amasa sih, Mbak? Habis itu dari tadi hapenya mbak bunyi masa gak denger.”

Ah benarkah, siapa yang telepon. Ia bergegas mendekati etalase. Sebuah pesan masuk. “Udah cocok mbak sama Mas Galen tuh.”

Anak itu tersenyum usil lalu masuk ke ruangan tengah. Sejak dulu, dia senang sekali menjodoh-jodohkan Hasna dengan Galen. Dasar Nita.

Dibukanya aplikasi perpesanan bewarna hijau. Benar. Itu memang Galen, ada tiga pesan darinya dan dia sedang online

Galen: Hasna aku besok pulang

Belum sempat membaca dua pesan lain. Ponselnya berdering.

Galen is calling ....

“Assalamualaikum, Len.”

“Waalaikumsalam, kamu udah baca pesan aku, kan?”

Hem, besok kamu pulang.”

“Aku mau ajak kamu lunch besok. Ada waktu?”

Hasna memeiliki firasat kalau Galen akan mentraktirnya dalam rangka mendapat bonus. Hahaha, dia sangat hapal dengan Galen. Dan Hasna yakin sekali.

“Na, gimana?”

“Iya, bisa.”

“Udah sebulan gak ketemu, kangen gak?”

Hasna terkikik, ia jadi teringat Vanya yang suka uring-uringan sebulan ini karena tak ada Galen. “Itu Vanya kangen berat, dia suka marah-marah gak jelas kalo lagi weekend, katanya gak ada yang ngajak malmingan.”

Disebrang sana suata tawa berat meledak. “Yaudah, besok aku jemput. Aku ada meeting pagi ini. See you, Na.”

“Iya, wasalamualaikum.”

Cinta Satu JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang