“Perasaan berdebar ini, aku tidak tahu sebenarnya nyata atau hanya halusinasi saja.”
•──── C 5 M ────•
“Muhammadku. Khodijahku,” gumam Hasna lirih. Seulas senyum terbit di antara pipinya.
Gelang couple.
Melihat benda ini, ia jadi teringat Farhan. Laki-laki itu maniak gelang. Dulu sekali, Farhan pernah menunjukkan yang seperti ini sepasang, tapi tak ada tulisan. Dia bilang salah satunya untuk Hasna.
Ah, ngeselin.
Sesuatu yang basah seperti sedang bersiap menggenangi kelopak matanya. Selalu saja begini setiap kali Hasna teringat nama laki-laki itu. Dia tersenyum getir. Kenapa kehadiran Farhan di tiga tahun hidupnya masih membekas bahkan setelah tujuh tahun berlalu.
“Mbak cari apa?” pemilik lapak dengan kopyah di kepalanya tersenyum menyapa si pembeli.
“Ini, Paklik. Sepasang.”
Hasna menunjuk benda tadi, lantas maniknya menjelajahi pernak-penik yang dijual bapak tua itu. Ada tasbih, gantungan kunci, hiasan bertulis lafadz Allah, dan salah satunya gelang-gelang yang Hasna beli.
Menerima kresek kecil tersebut,
dia kembali melanjutkan langkah. Menyelip di antara puluhan orang yang hilir mudik memadati gang untuk memburu buah tangan atau sekadar lewat sekembalinya dari makam Gusdur. Seperti ketika waktu membawanya berkenalan dengan Farhan, mungkin memang sudah waktunya Hasna melupakan semua cerita itu. Terlalu banyak ketidak mungkinan yang terjadi. Bayangan bersama hanya sekadar khayalan Hasna saja. Mereka jauh, tak akan bisa bertemu. Mustahil. Mungkin sekarang Farhan sudah memiliki wanita spesial yang membuatnya bahagia. Atau bahkan dia sudah hidup penuh cinta dengan kesebelasan putra-putrinya.Di tengah gang yang penuh sesak ini. Hasna menitikkan air mata disela tawa tanpa suaranya. Teringat dengan obrolan mereka di chat waktu itu.
Haluvyu: Kalo kakak gak bakal ikut program pemerintah yang “Dua anak cukup” itu.
Haluvyu: soalnya kakak tuh pengen bikin tim bola sendiri. Jadi harus punya grup anak kesebelasan.
Me:
anak ayam aja gak ada sebelas. Anaknya siapa sebelas?Haluvyu: Anaknya kucing kk, si boni sama si laki.
Hasna mengusap pipi. Obrolan absurd itu masih saja terekam jelas diingatan Hasna. Humoris sekaligus absurd, itu yang jadi ciri khas Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Satu Janji
RomancePria asing itu menyapaku, tersenyum, dan mengaku-ngaku sebagai Farhan. Menggeleng kecil, tidak mungkin itu dia. Kisah kami sudah usai tujuh tahun silam, semenjak Farhan pergi tanpa jejak. Tidak meninggalkan nomor ponsel, akun media sosial, atau apa...