C5M - 9. Pernahkan Cinta

30 13 2
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Kelopak Hasna melebar, tenggorokannya berulang kali menelan saliva sendiri. Dia menggeleng kuat. "Hasna cuma temenan aja, Bu. Gak lebih."

Ismi diam dan malah menoleh pada Vanya. "Vanya, siapa namanya?"

Tak ada jawaban, adiknya masih menunduk dalam-dalam. "Vanya, jawab pertanyaan ibu!"

Ismi baru saja berteriak pada Vanya, hal yang tak pernah adiknya rasakan. Dan benar saja. Dengan linangan air mata, Vanya berlari masuk ke kamar.

"Kamu ini kenapa, Bu? Bisakan dibicarain baik-baik."

"DIAM! Kamu gak tau apa-apa soal anak aku. Aku tau gimana cara didik mereka."

"Apa?! Saya juga orang tua yang berhak didik mereka."

Ismi tersenyum miring. "Kenapa gak pergi aja sana! Kamu lupa sama semua perbuatan kamu dulu?"

"Halah! Itu dulu, ya dulu."

Kedua kaki melemas, bibir kering Hasna pun sedikit bergetar. Ia tak pernah melihat ibunya semarah ini, tak sekali pun sepanjang hidupnya. Setelah bertahun-tahun yang lalu, Hasna kembali melihat pertengkaran orang tuanya.

Sampai Hasan meninggalkan ruang tamu bersama kursi rodanya, Ismi barulah bersuara. "Siapa nama orang itu?"

"Fa, Farhan, Bu."

smi memandang ke arah Hasna. "Ibu minta, kamu gak deket-deket sama dia. Entah siapa pria itu, ibu gak peduli. Yang ibu mau, Hasna gak jadi bahan gosip orang-orang lagi."

Hasna tau, cepat atau lamabat ibunya pasti mendengar berita tak enak itu. Mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa membungkam mulut orang lain. Kecuali kalau kita mau menutup telinga sendiri.

"Ibu tau, Hasna cuma temenan aja. Tapi Ibu gak mau sampai nantinya sampai maksa Hasna buat nikah cepet-cepet."

Kepala berhijabnya kontan menoleh pada sang ibu, menatap lantai lalu kembali menunduk. Selama ini, Ismi tak pernah menyinggung masalah pernikahan. Ini kali pertama dan semua itu gara-gara kenekatan Farhan.

"Hasna ngerti kan, apa yang harus dilakukan?"

Ia mengangguk, "Iya, Bu."

"Termasuk Galen, bilangin dia jangan sering-sering main ke rumah atau ke toko lagi. Vanya juga, bilangin dia."

Setelah mengatakan itu, Ibunya melenggang pergi meninggalkan Hasna sendiri. Dengan langkah gontai, ia memasuki kamar lalu duduk di lantai, menyandarkan punggung pada kaki ranjang.

Hasna tak menyangka akan seseirus ini masalahnya.

Drtt ... Drttt ...

Ponsel bergetar, ada sebuah pesan masuk.

Farhan: Mba, hari sabtu keluarga mba d rumh? klo kk mau main boleh?

Hasna termenung sementara orang di sebrang sana masih setia online, menunggu balasan. Dia harus mengakhiri semua ini atau sesuatu yang tak pernah Hasna inginkan akan terjadi.

Me
Jangan, Kak. Besok, kakak bisa kalo kita ketemuan aja?

Pesan Hasna langsung dibaca, detik itu juga Farhan mengetikkan balasan.

Farhan: Boleh mba, dmn?

Me
Besok aku share lock tempatnya.

.

"Masa Vanya gak boleh main sama Kak Farhan lagi?"

Hasna menggeleng seraya duduk di lantai dekat ranjang. Remaja itu sekarang masih tengkurap lengkap dengan pakaian pagi tadi. Bibirnya menekuk ke bawah dengan tajam. Dia sedang merajuk, Hasna tau persis hal itu.

Cinta Satu JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang