"Semesta tidak pernah janji, keadaan akan terus baik-baik saja. Hal yang bisa kita lakukan yaitu bersyukur dan berusaha sebaik mungkin."
-ABOUT US-
Memilih duduk di bangku paling pojok yang terhalang rak buku yang dikembalikan menjadi pilihan cowok dengan headset di telinganya itu.
Perpustakaan terlihat sangat sepi, bahkan hanya ada dirinya dan seorang penjaga perpus yang setiap hari selalu berada di sini. Tidak banyak siswa-siswi Garuda yang menyempatkan diri untuk masuk dan menikmati tulisan di dalam buku. Sebab tempat membosankan ini tidak terlalu menarik dibanding lapangan basket yang selalu ramai diminati oleh cewek-cewek yang melihat cowok idaman mereka di sana.
AC perpus cukup dingin, itu membuat Arga sedikit mengantuk. Laki-laki itu memejamkan matanya sejenak. Tenggelam dalam pemikirannya yang bahkan kadang dirinya sendiri pun tidak tau tentang perasaanya atau hal apa yang Arga inginkan-sampai suara mengintrupsinya, "Arga?"
Walau memakai headset namun cowok itu selalu mengatur volumenya agar tidak terlalu keras. Mendongak, Arga sedikit terkejut melihat seorang gadis berkuncir satu di depannya itu menatapnya bingung. Salma sama bingungnya.
Terakhir mereka bertemu itu saat mereka di toko buku bersama Disa juga. Cukup terbilang jarang-atau hanya sekali dua kali keduanya bertemu padahal mereka satu sekolah.
"Ngapain?" tanya Salma sambil merapikan rak buku.
"Guna perpus buat apa?" balas Arga jutek.
"Iya tau, maksud gue-lo anak IPS kan? bukannya kelas IPS udah masuk jam ke 7 ya?"
Dilihatnya jam dipergelangan tangannya menunjukkan pukul 12.30, Arga langsung bergegas kembali ke kelas, melupakan sebuah buku yang tadi sempat mencuri perhatiannya. Salma yang melihat itu pun mengambilnya, niat hati untuk mengembalikan pada sang peminjam mungkin siapa tahu Arga memang sedang ingin membaca buku itu.
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Atau mungkin Salma yang butuh buku itu.
"Untuk berbahagia, kita membutuhkan sesuatu untuk dipecahkan. oleh karena itu, kebahagiaan adalah bentuk tindakan."
"Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja."
"Kepercayaan adalah bahan baku paling penting dalam segala jenis hubungan. Alasannya sederhana, tanpa kepercayaan, suatu hubungan sesungguhnya tidak berarti apa pun."
"Jangan hanya duduk di sana. Lakukan sesuatu. Jawabannya akan mengikuti."
Quote terakhir dari buku yang ditulis Mark Manson membuat gadis itu merasa seperti dejavu. Seolah kata-kata itu hidup. Kata-kata itu mendorongnya melakukan sesuatu. Kata-kata itu sedikit membuat Salma seperti menemukan semangat lagi dalam dirinya. Untuk bangun. Untuk bangkit.
"Terpesona... aku terpesona.."
"Memandang wajahmu yang manis," seru Jerry sambil menutup matanya, mencoba menghayati sepenggal lirik lagu yang akhir-akhir ini terkenal disalah satu aplikasi.
"Cantiknya kamu.. eloknya kamu..."
"Oh Nina senyummu membuatku luluh..."
"Jeruuuu..." sahut Tyo sambil mencomot gorengan milik Jerry yang ia cocol dengan sambal khas kantin.
Di sebelah Jerry terdapat Daren yang sedang menyumpal headset lengkap dengan buku di tangannya. Khas seorang Daren Surya Angkasa tidak pernah absen membawa buku sekalipun itu di kantin atau di Warnoren. Cowok itu tidak berniat ikut arus ketidakjelasan teman-teman itu. Memilih masa bodoh, Daren hanyut dalam dunianya sendiri.
Di depannya terdapat Devan yang baru saja duduk kemudian mengambil gelas berisi es jeruk yang bisa kalian tebak itu punya siapa. Seperkian detik suara sang empunya membuat Daren menghela nafas panjang.
"Anjirrr!!"
"Astagfirullah es jeruk gue lenyap," ujar Jerry dramatis.
"Alay," balas Daren, kesal.
Jleb banget emang es batu
Devan tertawa lalu mengeluarkan selembar uang berwarna biru–memberikannya pada Jerry dan disambut laki-laki itu dengan senang hati.
"Mantepp, Van! Lo emang the best!" Acungan jempol didapat Devan lalu Jerry berlari memesan es jeruk lagi.
"Emang kalau ada maunya aja lo, Jer!" balas Tyo tak mau kalah.
"Besok kita jadi kumpul kan, Van?" tanya Tyo yang dijawab Devan dengan deheman. Cowok itu memajukkan kursinya agar lebih dekat dengan Devan. Guna berbisik agar tidak ketahuan Daren ataupun yang lain.
"Si anak baru ternyata cantik ya, Van?"
Gerakan tangan Devan ingin mengambil ponsel di sakunya terhenti ketika mendengar pertanyaan itu dari Tyo. Bukan, bukan apa-apa melainkan Devan merasa perhatiannya masih ikut teralih jika itu membahas tentang Vionika Adelarie.
"Biasalah," jawab Devan sekenanya. Padahal jauh di dalam hatinya Devan juga membenarkan hal itu.
"Yaelah, bagi lo Salma yang paling cantik. Ya nggak?"
Mendengar itu Devan kembali terdiam. Apa ia benar-benar tertarik pada Salma? atau kekaguman sementara? Kadang Devan juga merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Devan yang masih terjebak masa lalu. Disatu sisi dirinya juga belum bisa melupakan Vio, disisi lain sekarang ia juga dekat dengan Salma. Apalagi mereka berdua bersahabat. Devan mengacak rambutnya, bingung.
Apa mungkin ini saatnya membuka kisah yang baru? Atau menunggu luka ini sembuh dulu?
"Gue ke toilet dulu." Tyo hanya geleng-geleng tak mengerti dengan tingkah ketua Rogersnya itu.
Melamun sampai tak sadar Devan menabrak bahu laki-laki yang lewat di sampingnya. Tidak merespon itu, Arga memilih melanjutkan langkahnya kembali ke kelas.
Devan tidak lagi tenggelam dalam lamunannya karena ada suara memanggil,
"Devan!! Tolong bawa Vio ke UKS, tadi tiba-tiba pingsan."
*****
Comeback! Maaf telat banget huhu 🥺
Pendek dulu ya, see u di next part! Happy reading!! ♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Подростковая литература[𝚁𝙾𝙶𝙴𝚁𝚂 𝚂𝙴𝚁𝙸𝙴𝚂 - 𝟷] Ini sepotong kisah tentang mereka. Salma dengan dunianya yang abu-abu, hidupnya yang terlalu datar dan monoton sampai seseorang masuk ke dalam hidupnya. Ia Devan. Laki-laki ajaib penyuka warna biru yang tak pernah me...