About Us - 11

31 11 0
                                    

"Kadang memang lebih baik berjalan sendirian. Daripada beriringan namun tak searah." - Salma Nevira

-ABOUT US-

"Rumah lo arah mana?" tanya Devan saat motornya berhenti di lampu merah. Laki-laki itu menoleh ke belakang, menyadari Salma yang dari tadi hanya diam saja setelah ia mengajak gadis itu pulang. Sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, Devan memutuskan untuk mengantar Salma sampai di rumah.

Devan melirik Salma lagi lewat kaca spionnya. Gadis itu masih setia melamun melihat jalan di samping kirinya.

"Sal?" panggil Devan lagi.

"Eh-iya, Van. Kenapa?" tanya Salma.

"Alamat rumah lo?"

Barulah Salma kembali pada kesadarannya. "Mampir di taman dulu ya. Gue nggak mau pulang dulu apalagi ini masih jam sekolah, takut bunda khawatir."

Devan mengangguk setelahnya. Pikirannya masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada gadis yang sudah menolongnya itu, saat tadi ia mendengar orang yang menelepon di ponsel Salma terdengar seperti marah atau lebih tepatnya.. mengancam?

Mereka sampai di taman dekat perpustakaan kota. Taman itu tidak terlalu ramai, lagipula ini masih jam sekolah yang menandakan jarang ada yang berkumpul disitu-kecuali mereka, Devan dan Salma. Salma melangkah terlebih dulu menuju bangku panjang yang terbuat dari kayu. Bangku itu berhadapan langsung dengan air mancur yang menjadi objek yang menjadi ciri di taman itu. Devan mengekor di belakang gadis berkuncir kuda itu.

"Lo kalau mau balik ke sekolah, balik aja," ucap Salma, pandangannya mengarah ke depan.

Devan tidak bersuara, laki-laki itu malah mengikuti arah pandang Salma. Jujur saja, berada di sini berdua dengan gadis itu, bukan jadwal yang akan dilakukan Devan hari ini. Pasti juga sekarang teman-temannya sedang pusing mencarinya. Ia sengaja mematikan ponselnya karena Devan tidak ingin teman-temannya ikut campur dalam urusannya tadi. Bukan, lebih tepatnya laki-laki itu tidak ingin merepotkan orang lain atau membebani mereka.

"Lo nggak mau balik?" tanya Salma lagi.

Devan menoleh, "Nanggung."

Lalu keduanya kembali terdiam, rasanya canggung sekali mengingat mereka sebelumnya juga tidak sedekat ini. Terakhir itu Salma terjebak di sekolah saat anak Adhiwangsa datang ke Garuda. Sore itu benar-benar sore yang buruk yang pernah gadis itu alami, di depan matanya sendiri ia melihat perkelahian antar sekolah yang memang ia lihat untuk pertama kalinya.

"Makasih buat tadi, Van. Sorry kar-" ucapan Salma langsung disela oleh cowok di depannya itu.

"Udah nggak usah dibahas."

Salma menghela nafas panjang, sorot matanya sendu. Ada ketakutan yang ia rasakan. Devan yang menyadari itu langsung mengalihkan perhatian gadis itu.

"Lo dekat sama Vio?" tanya Devan.

Salma mengangguk, "Gue kenal Vio sejak SD. Dulu rumah kita di Jogja. Kelas 2 SMP gue harus pindah ke Jakarta karena ikut ayah."

"Lo sendiri gimana bisa dekat sama Vio?" tanya balik Salma.

Ada jeda panjang atas pertanyaan yang Salma ajukan untuk laki-laki berjaket jeans gelap itu. "Sebatas kenal. Gue tetangganya dulu."

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang