About Us - 9

54 11 0
                                    

"Nanti pasti masa-masa indah itu datang." - Salma Nevira

-ABOUT US-

Hari minggu memang cocok sebagai satu hari untuk bermalas-malasan sebelum hari senin yang melelahkan datang. Begitu pula dengan gadis berambut hitam kecoklatan itu, masih setia merapatkan selimutnya sambil memeluk guling di sampingnya. Salma tidak bisa tidur jika tidak ada guling.

"Eh kamu mau kemana?"

"Sini! Aku tunjukin taman penuh bunga."

"Serius?"

"Iya."

"Oh iya kita belum kenalan. Aku Salma. Kamu siapa?"

"Aku..."

Mata Salma langsung terbuka karena mimpi itu lagi. Nafasnya tak beraturan, ia mencoba menenangkan dirinya. Berulang kali ia bermimpi sama, di tempat yang sama, dengan orang yang sama, tapi Salma masih belum bisa mengingat nama anak kecil itu. Saat anak kecil itu akan menyebutkan namanya, Salma selalu terbangun dengan nafas terengah-engah.

Salma kecil yang bertemu dengan anak laki-laki berusia sama dengannya di sebuah jalan dekat rumah saat dirinya masih di Yogyakarta. Salma satu sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dengan Vionika Adelarie sahabatnya. Namun, ada kepentingan pekerjaan ayah Salma, Aji yang mengharuskan mereka pindah ke Jakarta saat gadis itu naik kelas dua SMP.

Tok tok tok...

Salma bangun, menuju pintu kamarnya. "Bunda, kenapa bun?"

"Bunda mau ke rumah teman bunda dulu ya, Sal. Disa masih tidur, katanya nanti mau cari komik baru. Kamu temani ya."

Salma mengangguk, "Siap, Bun. Nanti aku ke gramed sama Disa."

Rani tersenyum, lalu lanjut pergi. Sedangkan Salma mengambil handuk dan bersiap-siap.

Di tempat berbeda, Devan sedang berkumpul bersama teman-temannya yang lain di WARNOREN. Sudah sejak subuh tadi Devan pergi dari rumah, memilih mampir ke rumah Jerry karena rumah cowok itu tidak terlalu jauh dari rumahnya. Deni, ayah Devan tidak pulang semalam mungkin karena tau istrinya itu masih tinggal di rumah mereka. Istri yang tidak tau diri dan tidak tau malu.

Devan mengacak rambutnya, frustrasi. Terlihat lingkaran hitam di bawah matanya, menandakan cowok itu tidak tidur. Keadaannya membuat laki-laki penyuka warna biru itu pusing, kondisi Devan benar-benar kacau. Teman-temannya yang melihat itu memilih diam. Takut jika emosi Devan tidak stabil yang nanti akan mengakibatkan sesuatu yang tidak baik.

"Van, kita jadi kan sunmori ke Jogja?" tanya Jerry memecah keheningan. Sedari tadi mereka semua diam, sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Devan masih diam yang membuat Tyo menyenggol pelan lengan cowok disampingnya itu. "Kenapa, Jer?"

"Lo kalau lagi capek mending pulang dulu, Van." Daren menasihati.

Devan menggeleng, "Gue nggak butuh rumah."

Ketiga temannya yang lain langsung terdiam. Mereka mengerti Devan belakangan ini sedang kacau namun cowok itu mencoba baik-baik saja. Devan mencoba memendam semuanya sendirian. Tapi ternyata luka itu terbuka lagi, Dea kembali ke rumah. Membuat Devan semakin membenci ibunya sendiri bahkan menyalahkan keadaan yang membuat keluarganya hancur.

"Gue mau ajak kalian semua keliling Jogja. Setuju nggak?" tanya Jerry, mengalihkan pembicaraan.

"Weh mantep, Jer! Jogja tempatnya estetik banget nanti kita ngopi disana." Tyo menyahut.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang