Later when I'm not around, don't worry I'll always be with you - Hilarius Arga
-ABOUT US-
Akhirnya mereka sampai setelah kira-kira 7 jam berada di dalam kereta. Salma memandang takjub pemandangan kota dengan label istimewa itu sambil tersenyum lebar. Yogya adalah rumah yang menenangkan bagi mereka yang merasa penat di luar. Terjebak dalam kesibukan, rutinitas monoton yang sangat melelahkan, keheningan dengan teman setianya yaitu kesendirian. Lalu lalang orang memenuhi daerah utama yang cukup populer dikenal sebagai jantung Kota Yogya, yaitu Malioboro. Langkah Salma memelan saat ia melihat seorang ibu bersama anaknya sedang terduduk di pinggir toko sambil menengadahkan tangan.
Salma melihat sekeliling, ia menemukan sesuatu. Tanpa pikir panjang, gadis itu menyebrang jalan dengan tujuan mencapai warung pecel lele yang ada di situ. Arga hanya mengekor saja namun ada sirat kekaguman yang terlihat jelas di mata laki-laki itu.
Setelah mendapatkan pesanannya, mereka menghampiri Ibu dengan anak itu yang sudah memperhatikan mereka sejak tadi. Salma tersenyum lebar, "Ibu.. adek ini ada sedikit berkat. Semoga berkenan yaa."
"Terima kasih banyak ya, Nak. Ini sudah lebih dari cukup," balas Ibu itu sambil tersenyum.
Arga tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari wajah Salma yang terlihat sangat bahagia. Hanya dengan hal sederhana, laki-laki itu dapat melihat senyuman tulus yang terlukis tanpa beban di sana.
Mereka melanjutkan perjalanan sambil menikmati padatnya Kota Yogya di sore hari. Sebenarnya menghabiskan waktu berdua bersama perempuan adalah hal yang sangat dihindari Arga. Laki-laki dengan earphone putihnya itu tidak pernah berpikir akan berjalan bersisian bersama Salma seperti saat ini. Namun, mengapa perasaannya menjadi aneh?
"Mikirin apa?" tanya Salma saat mereka berhenti di depan halte.
"Nggak," jawab Arga dingin.
"Mau makan dulu?" tanya Salma yang kelihatan tidak lelah sama sekali.
Arga hanya berdeham sebagai jawaban. Lalu mengikuti gadis itu ke bangku kosong yang berhadapan langsung dengan pemandangan sunset di depan sana. "Lo mau makan apa, Ga?"
"Samain aja."
Setelah selesai menyebutkan pesanan, gadis dengan cardigan coklat itu menghadap Arga. Tentu saja laki-laki itu tetap pada posisinya. Perasaannya menjadi semakin aneh. Apalagi saat pandangan mereka bertemu.
"Lo serius ke sini nggak ada tujuan gitu?"
Arga menggeleng santai.
"Terus ini lo ikut gue?" tanya Salma bingung.
"Nggak boleh?"
Salma terdiam. Segera ia mengambil cokelat panas yang baru saja datang lalu meneguknya.
"Astagaa!" pekik Salma buru-buru mengambil tisu yang disodorkan Arga.
"Pelan-pelan. Namanya aja masih panas," ujar Arga datar namun terasa sangat aneh di telinga Salma.
Tidak bisa dijelaskan.
Hilarius Arga Saputra, laki-laki dingin dan ketus yang tiba-tiba saja menawarkan bantuan dan sekarang menemaninya sampai ke Yogya tanpa tahu apa alasan Salma datang ke sini. Namun, ia Arga tetap di sebelah Salma dengan wajah datarnya itu tanpa sedikitpun mengeluh lelah.
Kedatangan Rogers dipimpin sang ketua Devan Mahendra bersama Yamaha R15-nya menjadi pusat perhatian warga Garuda, tak terkecuali Vionika Adellarie yang memang baru tiba di sekolah. Langkah kelima laki-laki itu tidak lepas dari perhatian warga SMA Garuda. Sudah tidak asing lagi mereka menjadi sorotan dimana kaki mereka berada.
"Ya kali nggak ngantin dulu, Sob," ujar Jerry sambil menyisir rambutnya yang setengah basah. Hampir saja ia telat gara-gara keramas pagi jika Tyo tidak meminta tolong untuk diberi tebengan segera karena ada ulangan dijam pertama hari ini.
"Gass skuyy!!" sahut Rega.
"Gue duluan," ucap Daren langsung pergi begitu saja tanpa menghiraukan teman-temannya yang sesat itu.
"Aelah ga asik banget si babang Daren," gerutu Jerry, sebal.
"Biarin, tahu sendiri anaknya gimana." Devan tidak kaget lagi akan sikap Daren yang tiba-tiba ketus seperti itu. Sangat hafal, jika teman-temannya mengajak bolos atau membuang waktu maka jawaban Daren adalah BIG NO. Daren itu punya prinsip : 'nakal boleh, bodoh jangan' Maka tidak heran, keberadaannya di kantin itu ya cuma saat jam istirahat saja.
Mereka akhirnya sampai di kantin setelah tadi mampir dulu ke toilet. Langsung saja disuguhi pemandangan paling langka di SMA Garuda. Seorang Daren Surya Angkasa membawa kotak bekal dan baru saja ia membeli sekotak susu rasa strawberry. Tidak mau kehilangan kesempatan, Jerry langsung saja mempotret Daren yang untungnya tidak disadari laki-laki itu. Mulut Jerry sudah gatal ingin meledek serta mewawancarai wakil ketua OSIS itu namun mulutnya dibekap oleh Tyo Reandra. "Lo mending diem dulu, Jer. Hebohnya ntar."
"GAK BISA ANJIR! INI DAREN COY! KESAMBET APAAN TUH ANAK?!"
"Halah bilang aja lo iri," tebak Rega tepat sasaran.
"Nggak lo, nggak Daren kalau sekali ngomong kok mak jleb." Jerry dramatis mengusap matanya.
"Alay," tambah Devan kemudian mereka semua terbahak.
"LO JUGA SAMA AJA VAN! PADA SENSI SEMUA SAMA GUE, BYE!" Jerry ngambek. Untung saja ada moodboster yang tiba-tiba lewat.
Savina Anindita, lebih sering dipanggil Nina. Teman sekelas Jerry dan Tyo. Nina sering sensi dengan es jeruk lovers itu. Bagaimana tidak, Jerry itu jahilnya bukan main. Pernah saat cewek itu sedang datang bulan, ingin pergi ke toilet namun pintu kelas ditutup oleh Jerry. Cowok itu menghalangi Nina untuk keluar. Sudah dipuncak marah, Nina sampai menendang Jerry asal. Jerry Antonio itu tidak peka. Ia tidak bisa mengenali tanda-tanda perempuan sedang datang bulan. Jika bisa, Nina ingin sekali pindah kelas agar tidak terus bersama Jerry.
"Eh Nina sayang, kantin yuk!" ajak Jerry seperti biasa dibalas dengan tatapan tajam dari cewek itu.
"Belum jadian aja udah sayang-sayangan. Biasanya ciri-ciri apa ya?" monolog Tyo namun membuat Nina senyum-senyum sendiri.
"IRI? BILANG BOS!"
"Dih, ngapain iri sama lo, Jer." ledek Tyo membuat Jerry semakin badmood.
"Udah ayok kelas!!"
Memilih tertinggal dari teman-temannya, Devan Mahendra malah terfokus pada satu objek di bangku taman sekolah. Seorang gadis dengan pensil yang menari di atas buku gambarnya, pembawaannya tenang, terlalu fokus sampai tidak menyadari bahwa Devan sudah berada di depannya.
"Eh, hai Van," sapa Vio tersenyum.
"Boleh duduk?" tanpa menjawab, Vio menggeser posisi duduknya.
"Kenapa? tumben kesini." Gadis itu mengeluarkan kotak bekalnya yang berisi sandwich lalu menyodorkan kepada laki-laki itu.
"Thanks," ucap Devan singkat.
"Masih suka gambar?" tanya Devan datar.
Vio tertawa, "Masih ingat?"
Bagaimana bisa Devan melupakan ekspresi excited gadis itu saat menemukan objek yang akan digambarnya. Bagaimana bisa laki-laki itu melupakan setiap moment bersama Vio meski gadis itu hanya fokus pada kegiatannya. Walaupun rasanya waktu berlalu sangat cepat, Devan tidak pernah menyesal pernah menghabiskan waktu bersama Vionika Adellarie.
"Lo nggak masuk?" tanya Devan, memperingatkan.
"Lagi agak jenuh," jawab Vio menatap lurus ke depan.
Entah dorongan darimana Devan berujar, "Nanti keluar mau nggak?"
***
display media di atas sangat menggambarkan Devan & Vio
sorry for late update ya guys :(
oh iya mau reminder, kalau belum selesai sama orang lama jangan kasih harapan sama orang baru ya
*senggol Devanhehe dahh segitu duluu, happy reading all ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen Fiction[𝚁𝙾𝙶𝙴𝚁𝚂 𝚂𝙴𝚁𝙸𝙴𝚂 - 𝟷] Ini sepotong kisah tentang mereka. Salma dengan dunianya yang abu-abu, hidupnya yang terlalu datar dan monoton sampai seseorang masuk ke dalam hidupnya. Ia Devan. Laki-laki ajaib penyuka warna biru yang tak pernah me...