Bertahan atau Pergi

286 20 0
                                    

~Happy Reading~

Malam ini, mungkin gak seperti malam-malam sebelumnya. Malam, dimana Angkasa melewati semuanya dengan sendirian. Mengais air mata dibalik bantal, pula memeluk guling untuk melegakan hati. Tapi malam ini, Angkasa melewatinya dengan sebuah pelukan hangat. Pelukan dari seorang pria, yang Angkasa panggil dengan sebutan "kak Zevan".

Zevan mengelus punggung Angkasa hangat. Lelaki itu agaknya masih sangat bisa merasakan bagaimana Angkasa masih terisak di bahunya.

"Angkasa, sayang air matanya," ujar Zevan setengah berbisik.

Perlahan, Angkasa mengangkat kepalanya dari pundak Zevan. Gadis itu menatap Zevan lekat, wajah pria ini nampak jelas. Ada guratan khawatir, namun tak menutupi fakta bahwa di mata Angkasa, wajah Zevan sangat bercahaya.

Selang sedetik, Angkasa berdiri dan menjauh dari posisi Zevan.

"Maafin Angkasa, kak. Angkasa seharusnya gak meluk kakak kaya gini!" kata Angkasa mulai sadar.

Zevan tersenyum kecut! Laki-laki itu memang sedkit kecewa. Zevan sama sekali tak masalah jika Angkasa memeluk dirinya, bahkan sampai dirinya mati. Karena dari pelukan ini, Zevan bisa merasakan apa itu kehangatan yang sesungguhnya.

"Kalau kamu masih butuh, kenapa harus dilepas sih Angkasa?" tanya Zevan, menaikkan alisnya sebelah.

Angkasa menggelengkan kepalanya kaku, dirinya saat ini sangat merutuki dirinya yang tanpa berpikir panjang bisa melakukan hal seceroboh ini. Apalagi sampai memeluk Zevan yang notabenya bukan siapa-siapa dirinya. Angkasa sangat ingin menangis sekarang, menangis untuk kebodohan dirinya sendiri.

"Angkasa gak papa kok kak Zevan!" elak Angkasa lembut.

"Gak apa-apa, trus kenapa mata kamu masih berkaca-kaca gitu?" ejek Zevan.

Buru-buru Angkasa mengusap matanya kasar. Selanjutnya, gadis itu juga sedikit merapikan rambutnya yang berantakan. Rasanya mata gadis itu memang bengkak, penglihatan Angkasa jadi sedikit mengecil diikuti rasa perih. Sedangkan Zevan, hanya terkekeh melihat tingkah Angkasa yang sangat polos dan menggemaskan.

Zevan berdiri dari duduknya, pria itu berjalan menuju Angkasa dengan sorot mata yang focus ke Angkasa. Angkasa berbalik menatap Zevan dengan tatapan bingung.

Semakin lama, langkah Zevan semakin dekat dengan Angkasa. Angkasa mengepalkan kedua tangannya, mulai takut dengan tatapan Zevan pada dirinya. Pikiran Angkasa sekarang mulai berkelana, Angkasa menatap kanan dan ke kiri. Semuanya kosong, tak ada manusia bahkan apapun yang bisa dimintai tolong, jika apa yang ada dibayangan Angkasa, sekarang sampai terjadi.

"Sa...." panggil Zevan lembut, sembari menyelipkan satu helai rambut Angkasa yang terlihat sedikit menghalanginya untuk menatap gadis itu.

"Kak..." lirih Angkasa gemetar.

Zevan tersenyum manis, lalu seketika merubah tatapannya menjadi hangat. Tangan pria itu mulai terulur, memegang erat kedua pundak Angkasa.

"Jangan pernah takut dan ingin menyerah jalani segala perjalanan hidup ini Angkasa. Karena kakak tahu kamu kuat kok. Dunia emang gak selalu berpihak sama kamu. Tapi kamu harus berpihak sama diri kamu sendiri. Bukan malah ingin menyakiti diri kamu dengan cara seperti ini. Dan ingat bukan hanya diri kamu yang akan berpihak sama kamu, tapi kakak akan ikut dan mendampingi Angkasa." ujar Zevan terlalu lembut.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang