Sabtu telah kembali datang, tak ada yang lebih indah ketika menyaksikan matahari yang mulai naik. Cahaya itu seakan menjadi pertanda kalau manusia harus memulai kehidupannya lagi. Tak ada kata lelah.
Angkasa sedang meminum secangkir teh, sambil menghirup udara pagi di teras kecil, di belakang dapurnya.
Gadis itu terus berusaha tenang, sembari terus menormalkan degup jantungnya yang sedari semalam berdegup dengan tak normal. Bagaimana gadis itu bisa tenang, kalau hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Hari dimana ia dinyatakan sembuh atau tidak.
"Apapun hasilnya nanti Tuhan, Angkasa akan selalu percaya bahwa itu adalah kehendak terbaik yang engkau berikan untuk Angkasa," batinnya sembari menutup mata.
Gadis itu kembali meminum teh hingga kandas. Lalu Angkasa beranjak menuju dapur. Di dapur sudah tampak Mita dan ART yang sudah berkutat dengan berbagai bahan makanan.
"Angkasa perlu bantu apa ma?" tanya Angkasa menghampiri Mita.
Mita menggeleng, "Gausah sayang! Sekarang Angkasa cukup bantuin mama buat bangunin adik-adik kamu itu yah. Setelah itu, kamu istirahat, karena mama buat janji itu siang, bukan sore lagi," tutur Mita sembari memotong beberapa kentang.
"Mama buat janji siang?" tanya Angkasa kaget, jujur dirinya belum siap mendengar apa hasilnya nanti.
"Iyah," balas Mita.
"Angkasa gak bisa kalau siang yah? Bentar Maman batalin aja yah," lanjut Mita lagi, wanita itu hendak mengambil ponselnya.
Dengan cepat Angkasa menahan tangan ibunya, "Gausah ma, Angkasa bisa kok," ucapnya.
Mita tersenyum, "Mama kirain kamu gak bisa. Yaudah, mama gak jadi batalinnya,"
Angkasa mengangguk pasrah, "Yaudah ma, Angkasa ke kamar Bulan dan Bintang ya...." pamitnya.
"Oke sayang," balas Mita, lalu Angkasa berlalu dari hadapan Mita.
Angkasa berjalan perlahan menaiki tangga, menuju kamar Bulan lebih dulu. Sembari terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Tok, tok, tok!" ketuk Angkasa.
Tak ada yang membuka, gadis itu mencoba untuk membuka kenop pintu kamar Bulan. Lantas pintu itu terbuka.
"Kenapa Bulan gak kunci pintu kamarnya?" tanya Angkasa dalam hati.
Angkasa mendorong pintunya perlahan, alangkah terkejutnya gadis itu melihat Bulan yang masih terbungkus dengan selimut.
"Bulan ... bangun dek! Kamu gak sesak nafas kebungkus gitu sama selimut?" histeris Angkasa menghampiri Bulan, dan lansung berusaha menarik selimut adik tirinya itu.
"Aishhhhhh," ringis Bulan, merasakan tubuhnya mulai dingin.
Angkasa menghela nafasnya jengah, "Bulan bangun!" perintahnya membuat Bulan membuka matanya perlahan.
"5 menit lagi kak!" jawab Bulan, sembari menunjukkan kelima jarinya.
"Gak! Ini udah jam setengah sembilan dek, kamu harus mandi, makan lagi. Mama buat janji sama dokter kakak itu siang. Emang kamu gak mau ikut?" tanya Angkasa.
Bulan membuka matanya lebar-lebar, ia baru ingat kalau hari ini kakaknya itu harus ke Rumah Sakit. Gadis itu lantas lansung duduk dari tidurnya.
"Berarti kepastian kakak sembuh atau enggak, itu hari ini yah kak?" tanya Bulan, menatap Angkasa lekat.
Angkasa mengangguk!
"Pasti kakak takut banget," lirih Bulan pelan.
Angkasa menggeleng, tersenyum hangat, "Rasa takut itu pasti ada, tapi selagi ada kamu, kakak gak takut kok!" balas Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Roman d'amour(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...