Angkasa tersenyum simpul melihat kehangatan di depan matanya ini. Rasanya ini seperti mimpi pada hari kemarin, namun kini semuanya memang nyata.
Wisnu tengah mengobrol panjang dengan Zevan sedari tadi. Mulai dari bagaiman pesawat itu jatuh, dan bagaimana Zevan bisa bertahan hingga selamat. Sedangkan di sisi Zevan yang lain, ada Icha yang tengah menyuapi pria itu makan. Sedangkan Angkasa, ia disuruh hanya diam. Dan disinilah Angkasa sekarang, menatap kehangatan keluarga yang berada tepat di depan matanya.
"Tau gak kak, Icha dan Angkasa gak pernah berhenti nangis buat kamu," adu Wisnu terkekeh.
Zevan tersenyum, memandang Wajah Icha dan Angkasa bergantian. Dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya kini.
"Enggak kok! Icha gak nangis!" elak Icha, menahan malu.
Zevan hanya bisa tersenyum getir, ia tau kalau adiknya itu tak akan pernah mengakuinya.
"Kemarin, kak Zevan pergi ke Jepang aja kamu nangis. Apalagi kalau kak Zevan hampir pergi sela-"
Belum sempat, Zevan menyelesaikan kalimatnya. Icha sudah memasukkan satu sendok nasi lembut ke mulutnya dengan kasar. Membuat pria itu terpaksa harus mengunyah terlebih dahulu.
Icha menatap Zevan dengan sendu, "Icha cuman gak mau ditinggalin lagi. Icha udah ditinggalin sama Bunda, Icha gak mau ditinggalin sama kakak lagi," lirih Icha hampir menangis.
Zevan tersenyum simpul, mengusap bahu Icha dengan tangan kirinya yang terpasang infus, "Kakak gak akan pernah ninggalin Icha kok. Kalau kakak pergi dan ninggalin Icha, siapa yang bakalan jahilin Icha lagi?" goda Zevan.
Lantas, Icha memandang Zevan dengan sorot mata dingin, "Bisa gak pakai kata-kata yang lebih enak didengar?" bentaknya emosi.
Zevan semakin terkekeh geli, "Maaf dek. Pokoknya kamu gak boleh nangis lagi. Kakak gak suka!" tegas Zevan.
Wisnu tersenyum simpul melihat kedua anaknya itu. Rasa syukur yang tak terhingga ia ucapkan kepada yang mahakuasa karena telah menyelamatkan Zevan. Sama seperti Icha, ia tak ingin ditinggalkan lagi.
Pandangan Zevan teralih kepada Angkasa. Ternyata, gadisnya itu sudah ketiduran di sofa. Zevan jadi sedikit merasa bersalah telah mengabaikan gadis itu sejak tadi.
"Yah, kemarin malam Angkasa jadi pulang kan?" tanya Zevan memastikan.
Wisnu mengangguk, "Jadi, walaupun ayah dan Icha udah capek bujuknya. Tadi, dia juga datang cepat banget!" lengah Wisnu.
Zevan mengangguk, ingin rasanya ia menyuruh Angkasa untuk pulang lagi dan beristirahat saja. Namun ia sudah tau pasti kalau Angkasa tidak akan mau lagi.
"Kak, Angkasa itu sayang banget sama kamu. Dia yang udah sumbangkan darahnya untuk kamu saat dokter bilang kamu kehilangan banyak darah," beritahu Wisnu membuat Zevan terkejut.
"Golongan darah Zevan dan Angkasa sama?" heran Zevan tak percaya.
Wisnu mengangguk, "Ayah juga gak tau kenapa bisa sama,"
"Mungkin itu yang dinamakan jodoh luar dalam!" timpal Icha sembari memakan sisa makan Zevan.
Zevan tersenyum penuh arti, benaknya membenarkan omongan Icha.
"Kak, kamu harus jaga Angkasa ya. Ayah gak tega kalau dia sampai disakitin sama kamu. Kamu harus janji sama ayah!" tegas Wisnu kelewat.
Zevan mengangguk mantap, "Iya ayah!"
Wisnu terlihat sedang bersiap-siap diikuti oleh Icha, "Yaudah, ayah mau ke klinik dan Rumah Sakit ya. Udah beberapa hari ayah gak kesana," pamit Wisnu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Romance(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...