~Happy Reading~
Angkasa menaruh tas ransel sekolahnya di meja belajar. Hari Senin telah datang lagi, dan hari ini di sekolah, merupakan hari yang cukup melelahkan untuk Angkasa. Rasanya, sejak sekolah Angkasa tak pernah merasakan selelah ini. Bagaimana tidak? Icha selalu bertanya tipe pacarnya seperti apa? Apa dia pernah menjalin hubungan? Atau style pria yang Angkasa sukai. Sungguh! Semua pertanyaan itu membuat Angkasa ingin muntah. Sepanjang hidup Angkasa tak pernah memikirkan kekasih.
Sebenarnya, Zevan tak pernah menyuruh Icha untuk melakukan ini. Zevan ingin mendekati Angkasa dengan caranya. Zevan tak suka memaksa seseorang untuk menyukai dirinya, atau menyukai Zevan hanya karena fisik atau harta. Ia ingin wanita yang mencintai dirinya apa adanya. Zevan hanya ingin lebih dekat dengan Angkasa. Itu saja! Untuk urusan suka atau tidak, itu urusan belakang. Namun, Icha saja yang terlalu bersemangat tentang hubungan Zevan dan Angkasa.
Angkasa merebahkannya tubuhnya di kasur. Gadis itu masih mengenakan seragam putih abu-abu miliknya. Nanar, Angkasa menatap langit-langit kamarnya yang putih bersih dan tanpa noda.
"Apa aku butuh kekasih?" batin Angkasa mulai bermain.
Angkasa mulai berpikir, gadis itu juga butuh seseorang yang memberi dia perhatian, menampung keluh kesahnya, memberi Angkasa cinta dan juga kasih sayang, memberi sesuatu yang belum pernah Angkasa rasakan dari orang tuanya atau dari siapapun.
"Tapi siapa orang itu?" tanya Angkasa dalam hati.
Angkasa menggelengkan kepalanya refleks. Berusaha membuang jauh pikiran-pikiran yang sempat mengganggu hati kecilnya. Kali ini, Angkasa mencoba berpikir dingin dan stay cool.
"Brakkkkk...."
Angkasa dengan cepat menoleh ke arah pintu yang telah terpental. Iris mata Angkasa dapat menangkap wajah Bryan yang sudah memerah padam, pupil mata yang membesar, rahang pria itu juga terlihat ketat. Ada hawa panas yang menyerang ruangan itu.
"Belum selesai jadi jalang, lanjut jadi copet?" beo Mita
Sungguh! Angkasa sama sekali tak mengerti arti omongan Mita. Kapan dirinya jadi copet? Sejak kapan dia di cap sebagai maling? Otak gadis itu kosong dan bingung tentang ini."Sini kamu Angkasa!" Bryan dengan kuat menarik tangan Angkasa keluar dari kamar itu. Sedangkan Angkasa mengeratkan tangan kirinya pada kursi.
"Dasar anak tak berguna!" Bryan lagi-lagi menarik tangan Angkasa lagi. Hingga kursi yang ia pegang sudah terpental di lantai.
Bryan membawa Angkasa ke kamar mandi belakang. Angkasa terus menangis meminta tolong agar Bryan tak melakukan apa-apa untuknya demi kesalahan yang sama sekali tak Angkasa ketahui.
"Lepas pah.... Angkasa salah apa?" isak Angkasa dengan suara yang sedikit serak. Angkasa sudah duduk di lantai kamar mandi yang dinginnya bisa menembus bokong gadis itu.
"Salah apa kamu bilang?" Bryan menyalakan shower lalu menendang tubuh Angkasa tepat di bawah air yang mulai turun.
Angkasa terus menangis, rasanya Angkasa lelah untuk terus bertahan dalam dunianya.
"Pah dingin," ujar Angkasa. Bibir gadis itu semakin memutih, wajahnya kini pucat, bahkan mata Angkasa ikut memerah.
"Ini gak sebanding dengan apa yang Lo lakukan Angkasa!" tegas Bulan.
"Angkasa lakuin apa pah? Angkasa gak pernah buat salah sama papa." kata Angkasa.
"Kamu!" Bryan geram dengan Angkasa. Pria itu mengambil lidi dari tangan asistennya. Bryan kembali memukuli Angkasa dengan semena-mena.
Seolah tak pernah menganggap Angkasa sebagai anak atau bahkan seseorang yang punya harga dimatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Romance(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...