Harapan.

180 10 0
                                    

Bulan demi bulan berlalu, tiap hari Angkasa berusaha untuk mengisinya dengan bahagia dan penuh moment. Berusaha untuk tetap sekolah, menghabiskan waktu bersama keluarga dan Zevan agar tak punya waktu untuk memikirkan penyakit yang bisa membuat dirinya sedih. Walau ada saja waktu, dia menangis dalam diam.

"Lagi ngapain kak?" tanya Bulan ikut merebahkan tubuhnya di samping Angkasa yang sedang rebahan di kasurnya.

Angkasa menoleh, lantas tersenyum, "Cuman scroll sosial media aja kok Bulan," jawabnya.

"Ooooo, scroll sosial media atau lihatin sosial media kak Zevan?" goda Bulan jahil.

"Apaan sih dek, kakak udah lihat tiap hari jadi untuk apa lihatian sosial media dia?" bantah Angkasa tak terima.

Bulan mengedikkan kedua bahunya, "Kan, siapa tau kak. Bukan gak mungkin kalau kakak mau lihat wajah kak Zevan tiap detik kan?"

Angkasa menggeleng, "Enggak dong,"

Angkasa memfokuskan matanya pada Bulan. Menatap adiknya itu lekat dan tulus. Masih tak percaya kalau Bulan yang dulu membencinya bahkan sampai pernah ikut memukulnya telah me jadi Bulan yang baru. Bulan yang senang diajak cerita,wadah curhat, bahkan partner dalam menonton drama Korea.

"Kenapa kakak natap Bulan kaya gitu?" heran Bulan, mengangkat alisnya sebelah.

Angkasa menggeleng, sambil tersenyum simpul, "Gak apa-apa Bulan, kakak cuman gak nyangka kalau kita bisa akur," ujar Angkasa.

Bulan tersenyum tulus mendengarnya, gadis itu menggenggam tangan Angkasa erat.

"Bulan minta maaf yah kak. Bulan gak pernah berlaku baik sama kakak dari kecil. Bahkan Bulan lawan omongan kakak yang kasih tau kalau Kenny itu bukan cowok yang baik," tutur Bulan dengan mata yang penuh dengan rasa penyesalan.

Angkasa lantas membalas senyum Bulan, "Masa lalu biarlah jadi masa lalu. Yang terpenting adalah gimana kita hadapi hidup kita kedepannya," ucap Angkasa.

Gadis remaja SMP itu mengangguk pelan, lalu memeluk tubuh Angkasa dalam dekapannya. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

*******

Bulan dan Angkasa berjalan bersama, menuruni tangga setelah selesai acara nonton drama Korea di kamar Angkasa tadi.

"Astaga, anak gadis mama ngapain aja diatas?" ujar Mita menyambut kedua putrinya itu.

"Biasa ma, Bulan dan kak Angkasa habis nonton!" jawab Bulan seadanya.

"Astaga, kalau nonton ajak-ajak mama dong," sungut Mita bernada kecewa.

Angkasa terkekeh kecil, "Nanti mama malah lebih suka oppa-oppa daripada papa. Angkasa gak bakalan biarin hal itu terjadi!" tentang Angkasa bulat.

Wajah Mita terlihat kecewa, "Iyah deh! Menurut mama papa lebih tampan daripada oppa-oppa Korea,"

Bulan dan Angkasa saling menatap, sangat heran dan merasa lucu dengan perkataan mama mereka. Lalu sedetik kemudian ketiganya tertawa terbahak-bahak.

"Mama udah siapin makanan untuk makan siang. Kita makan dulu yuk," ajak Mita sembari merangkul kedua bahu putrinya itu di kedua sisi bahunya, menuju ruang makan.

"Wah, kayanya enak nih," histeris Bulan menatap makanan di meja makan.

"Enak dong! Kalau mama yang masak pasti enak!" sahut Angkasa bahagia.

Ketiganya duduk bersama, Mita mulai menyisihkan makanan di piring kedua anak gadisnya itu. Lalu menyerahkannya kepada masing-masing. Mereka pun mulai menyantapnya. Garis wajah mereka, tak bisa menutupi kalau masakan itu benar-benar enak.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang