Kini, Angkasa dan Bintang telah sampai di mall yang cukup terkenal di kota Bandung. Suasana ramai nan riuh mulai menyambut Angkasa. Dari orang yang hanya sekedar cuci mata, atau orang kelas menengah ke atas yang mulai merasuki area toko.
Dengan sengaja, Angkasa mengenakan kaos putih dengan jacket coklat panjang yang dapat menutupi tangannya dari lengan hingga telapak. Angkasa tak ingin bertindak bodoh dengan menunjukkan betapa banyak bekas luka itu kepada Bintang atau siapapun itu. Lebih baik dirinya menahan rasa sakit itu sendirian.
"Mau kemana dulu kak?" tanya Bintang memulai obrolan.
"Terserah kamu lah." sahut Angkasa.
"Mau makan dulu?"
Angkasa menggelengkan kepalanya tak setuju. Angkasa masih sangat kenyang. Makanan dengan porsi lengkap tadi ia habiskan dengan lahap. Bagiamana juga, Angkasa tak ingin melewatkan dimana ia bisa mendapat hal seberuntung tadi. Mungkin sebagian orang menganggap ini agak berlebihan tapi bagi Angkasa, ini langka!
"Mau belanja dulu atau nonton kak?" tanya Bintang lagi.
"Bintang... Kamu punya uangnya gak?" Angkasa cukup was-was.
"Punya dong kak!" jawab Bintang dengan enteng sembari menepuk tas mini yang ia sampaikan dengan sengaja di pundaknya.
Bintang ataupun Bulan selalu mendapat uang jajan per bulan. Uang jajan yang besarnya melebihi gaji seorang guru PNS atau dosen sekalipun. Bukan seperti Angkasa yang tak pernah diberi uang melebihi 30 ribu per bulan. Bisa dibilang, uang itu hanya cukup untuk ongkos angkutan umum Angkasa ke sekolah. Maka tak heran, jika Bintang selalu memperhatikan Angkasa dengan uang jajannya. Membelikan Angkasa pakaian baru, sepatu, bahkan handphone sekalipun. Tentu saja dengan sembunyi-sembunyi dari Bryan atau Mita.
Angkasa mengangguk walau rasa sakit di hatinya ketika ia selalu diperlakukan berbeda ada. Namun menurut Angkasa, ia harus ikhlas dan bisa menerima semua ini. Menerima bahwa dia akan selalu menjadi orang asing dalam keluarga ini.
"Jadi mau belanja atau nonton kak?" tanya Bintang mengulangi.
"Nonton dulu yuk!" ajak Angkasa kembali memaparkan senyum palsunya pada Bintang.
"Asek! Yuk kak." Bintang meraih tangan kiri Angkasa, lalu menggenggamnya erat-erat. Bintang, laki-laki remaja itu terlalu menyanyangi Angkasa.
Angkasa dan Bintang berjalan menuju studio bioskop. Wajah Bintang yang masih terlihat cute dan imut namun dengan tubuhnya yang tinggi melebihi Angkasa, cukup menyita banyak sorot mata genre perempuan. Bintang hanya menampilkan kesan biasa, sambil membanggakan diri dalam hati....
"Aku tampan aku slow!"
"Mau nonton film genre apa kak?" tanya Bintang, hari ini biar Angkasa yang memilih semuanya.
"Hmmmm.... Apa yah Bin!" bingung Angkasa memijat pelipisnya.
"Romance, horor, fantasy, misteri?" Bintang mulai mempromosikan genre film.
"Romance!" tegas Angkasa dengan cepat! Gadis itu sangat suka hal yang romantis. Film bergenre seperti ini rasanya bisa membuat otaknya segar. Berasa seperti diberi asupan energi.
"Oke kak!" jawab Bintang.
******
Angkasa dan Bintang kini sudah duduk di dua kursi merah pekat dari antara ratusan kursi lainnya. Bintang dan Angkasa memilih untuk duduk di susunan yang ada ditengah. Tak lupa dengan popcorn yang sudah Bintang sediakan untuk mereka berdua.
Dari samping, Bintang menatap wajah Angkasa yang terlihat tenang. Bintang tersenyum damai, Bintang akan selalu merasa nyaman jika berada di dekat Angkasa, berbanding terbalik jika bersama Bulan. Tapi rasanya Bintang akan lebih bahagia jika Angkasa dan Bulan akrab dan sama-sama memiliki perlakuan seperti Angkasa. Itulah kebahagiaan Bintang, bukan harta atau uang yang bisa ia gunakan sebebasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Romance(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...