"Aku suka cara kalian mencintaiku."
~Angkasa~
"Aishhhhh." Angkasa mendesis pelan, saat sang mentari pagi memaksa masuk ke celah celah matanya. Siapa yang membuka gorden jendela kamarnya pagi pagi begini?
Sambil meregangkan semua otot badannya. Angkasa duduk, tapi sebentar ada sesuatu yang mengganjal di bokongnya. Hingga gadis itu tak leluasa untuk duduk. Dengan malas, gadis itu terpaksa mengangkat bokongnya, untuk melihat apa benda itu.
"Aku ternyata tidur sama benda ini." guman Angkasa. Benda itu adalah jam Beker. Yah, dia
tertidur bersama benda itu."Kak! Jangan ngelamun. Lihat tuh mukanya, udah kaya Kunti. Ish, rambutnya berantakan lagi." decak seorang pria remaja, dengan tangan yang siap berkacak pinggang.
"Loh, sejak kapan kamu disana Bintang?" heran Angkasa, ketika melihat adik lelakinya. Yah dia Bintang, kembaran Bulan. Kembar tapi tak identik. Semua berbeda, mulai dari wajah, tinggi badan, jenis kelamin bahkan sampai masing masing sifat mereka. Sangat, sangat jauh berbeda.
Sambil memasang wajah cemberut, yang sengaja ia buat. Remaja pria itu membuka mulut "oh ayolah kak! Adik lelaki mu ini sudah lelah membukakan gorden untukmu. Jangan tanyakan lagi! Sekarang ayo cepat mandi. Aku ingin berangkat ke sekolah dengan kakak pag ini." tutur Bintang
antusias."Yasudah sana keluar! Kakak mandi dulu yah." usir Angkasa terkekeh.
"Oke! Don' t make me wait for time that long, my sister." peringat pria itu, sambil beranjak keluar dari kamar minimalis Angkasa.
"Dasar Bintang! Sudah seperti emak emak saja." guman Angkasa sambil merapikan kasur milik nya.
Angkasa sangat bersyukur mempunyai Bintang Bersyukur masih punya 1 orang keluarganya yang masih sayang pada dirinya. Bersyukur, Bintang terlahir dengan sifat yang sangat berbeda dengan Bulan. Mungkin Bintang masih menjadi alasan satu satunya ia bertahan dalam dunia yang laksana neraka bagi jiwanya. Terlebih Bintang itu pria. Bukankah hubungan kakak, adik, perempuan dengan laki laki terkesan cukup menyenangkan dan unik kan??
Setelah memakai baju putih abu abu, dengan rapi. Angkasa, mulai menyisir rambut panjang hitamnya. Dia memilih untuk mengkuncir kuda saja. Hingga menampakkan dengan jelas guratan manis di setiap jengkal pipinya. Angkasa bukan gadis yang cantik, tapi manis. Kata orang, manis jauh lebih baik daripada cantik. Jika cantik, akan bosan untuk dilihat, tapi kalau sudah manis, maka mau berapa tahun pun orang melihat wajahnya, tak akan bosan.
Angkasa membuka kenop pintu kamarnya perlahan. Dengan hati yang sudah terbiasa, dapat Angkasa lihat empat orang yang merupakan keluarga itu menyantap makanan mereka dengan obrolan ceria diantara mereka. Gurauan, omelan kasih sayang, nasihat, cerita remaja. Jadi, topik bincang hangat mereka.
"Haruskah aku pergi ke sana, dan merusak moment itu." batin Angkasa takut melanjutkan langkahnya.
Dengan terpaksa Angkasa berjalan menuju ruang makan disebelah dapur itu. Dengan kepala yang tertunduk dan perasaan was was.
"Permisi pah, mah, Bulan, Bintang." sapa Angkasa.
"Gausah sok nyapa! Ngapain Lo datang kesini. Gaada yang undang kan?" tanya Bulan dengan oktaf tingginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Romansa(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...