Paman Josua

259 23 1
                                    

Ingatkah sesuatu pepatah yang mengatakan "kala semua orang membenci mu, masih ada orang yang setidaknya sedikit sayang padamu!" Mungkin tak semua orang bisa tahu atau merasakan siapa orang tersebut. Tapi yang pasti orang itu ada! Orang yang benar-benar ingin kita hadir di dunia ini.

Hal itulah yang dirasakan Angkasa Aliska Angel sekarang. Bibirnya yang sedikit berdarah diujungnya hanya bisa tersenyum kecil menanggapi pria dihadapannya ini. Pria yang sedari kecil memberikan Angkasa rasa bagaimana mendapatkan seorang ayah, walau hanya sedikit.

Laki berumur kepala 3 itu dengan telaten mengompres dahi Angkasa yang kembali mendapatkan memar seperti biasanya. Tak hanya dahi! Bibir, pelipis, bahkan bahu belakang tak lagi mempunyai kulit yang bersih. Ada banyak korengan bekas luka yang mengering.

"Angkasa gak mau tinggal sama om aja?" tanya pria itu seraya memberikan sedikit cairan putih ke kapas yang ia gunakan.

Angkasa menggeleng tak nafsu. Pertanyaan ini sudah berulang kali ia dengar tiap kali pria ini datang kerumahnya. Josua Swisai Mataja. Adik dari Bryan Adams Mataja, atau bokap angkat Angkasa. Pria yang sudah berumur kepala 3, namun tak kunjung menemukan pasangan. Lelaki memiliki 3 perusahaan besar di Surabaya.

"Om tahu kamu gak akan mau tinggal sama om. Om juga gak maksa kamu tinggal sama om sayang. Tapi ini berbeda, om gak tega kalau kamu diginiin terus sama kakak om, sama kakak ipar, juga sama Bulan," ujar Josua. Nadanya mulai serak, menandakan pria itu tak main main dengan pembicaraannya.

Josua menatap nanar dahi dan bibir Angkasa bergantian. Dirinya juga tak pernah menyangka kakaknya itu Setega ini bersikap pada anak yang ia bawa dari Panti Asuhan dulu. Laki laki itu jadi saksi, seberapa besar rasa sayang Bryan dan Mita kala itu. Di kala Bulan dan Bintang belum lahir. Di kala Bryan belum merasakan perbedaan anak kandung dan anak tiri.

"Angkasa tinggal disini aja om. Angkasa gak papa diginiin. Kan udah biasa!" kata Angkasa, tersenyum smirk.

"Masih perih?" tanya Josua mengelus pelan luka di bibir Angkasa. Tak ingin berlama-lama dengan topik sebelumya.

"Udah gak papa kok om," balas Angkasa singkat.

Josua menghela nafas panjang sembari meletakkan baskom dan obat-obatan ke meja kecil tepat disampingnya. Josua menarik lembut kepala Angkasa, menaruhnya ke pangkuannya dengan hangat. Lalu seperti biasa tangannya mengelus pelan kepala Angkasa. Membuat Angkasa menutup matanya. Gadis itu selalu membayangkan bahwa Bryan lah yang melakukan ini, bukan Josua!

"Om harus apa biar kamu tinggal sama om?" guman kecil Josua.

"Om ... Angkasa gak mau tinggal sama om, bukan karena ada syarat. Tapi, Angkasa cuman gak mau, om tiba-tiba terkena masalah dari papa cuman gara-gara Angkasa. Angkasa juga nyaman tinggal disini," Angkasa tahu betul siapa Bryan. Bryan gak akan segan-segan menghancurkan Josua. Mengingat Bryanlah pemegang warisan terbanyak dari Josua.

"Kamu yakin nyaman disini?" tanya Josua lagi, sembari mengerutkan dahinya kedalam.

Angkasa tersenyum tenang, "Angkasa sangat nyaman om. Ini kan rumah Angkasa, masa gak nyaman sama rumah sendiri? Yah ... walau Angkasa selalu dipukul tapi kan Angkasa gadis kuat."

"Lagian Angkasa gak pernah marah papa pukul Angkasa pakai lidi atau pakai tali pinggang. Angkasa juga gak marah kalau papa selalu ngomong kasar sama Angkasa, selalu perlakuin Angkasa seenaknya. Karena Angkasa tau, papa punya alasan untuk melakukan itu semua buat Angkasa!" lanjut Angkasa lagi, masih setia menutup kedua kelopak matanya.

Josua merasakan seakan ada batu besar yang menancap dadanya. Hatinya ikut merasakan perih yang Angkasa rasakan. Apalagi saat mendengar Angkasa mengatakan, Bryan punya alasan sendiri untuk melakukan hal itu. Karena pada kenyataannya, Bryan tak punya alasan untuk berlaku buruk pada Angkasa.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang