Tragedi.

330 16 0
                                    

Angkasa berjalan perlahan, memasuki kamar kakeknya. Yah pagi tadi dirinya diberitahu oleh ART, kalau gadis itu harus bangun dan menghadap kepada Mataja.

Badan kurus sekarang sudah berdiri di belakang punggung Mataja, dengan kepala yang tertunduk takut. Jantungnya berdetak cepat, bulir keringat di punggung dan dahinya perlahan muncul, menandakan gadis itu sedang tak tenang.

"Ada perlu apa yah kek, panggil Angkasa?" lirih Angkasa gemetar, membuat Mataja membalikkan tubuhnya.

Mataja menyunggingkan senyum simpul, menatap Angkasa dari ujung kaki, hingga kepala. Matanya menyoroti tajam.

"Apa kamu betul terkena leukimia?" tanya Mataja dengan nada mengejek.

Angkasa mengangguk, kedua tangannya meremas ujung bajunya.

"Apa kamu betul lumpuh setelah kecelakaan itu?" tanya pria bertongkat itu lagi.

Angkasa lagi dan lagi mengangguk, matanya sama sekalitak berani menatap Mataja.

"Lalu kamu tau siapa yang buat kamu dan pria keranjang itu kecelakaan?"

Angkasa sedikit mengangkat kepala, jujur sampai sekarang kelurga Nugraha ataupun dirinya sama sekali tak pernah membahas tentang kecelakaan tragis itu. Kecelakaan yang membuat dirinya lumpuh, dan Zevan yang harus patah tulang.

Angkasa menggeleng, "Angkasa gak tau kek...." jawab Angkasa pelan.

Mataja membentuk senyum smirknya, sembari mengeluarkan kekehan kecil, "Apa kamu mau tau siapa penyebab kecelakaan itu?" tanya Mataja.

Angkasa lantas mengangguk, "Iyah kek! Angkasa pengen tau siapa?"

"Kamu dan Zevan! Kalian berdua adalah penyebab kecelakaan itu!" tegas Mataja penuh penekanan. Membuat Angkasa mengangkat kepalanya tegap, sangat tidak mengerti dengan kalimat kakeknya. Dan bagaimana mungkin mereka ingin mencelakakan diri mereka sendiri.

"Mak-sud ka-kek?" tanya Angkasa terbata-bata.

Mataja menarik sudut bibirnya, memasukkan tangan kirinya ke kantong celana, sembari berujar, "Yah! Kalian berdua adalah penyebab kecelakaan yang menimpa kalian sendiri! Pria bodoh itu yang berani-beraninya bawa kamu dari rumah ini tanpa seizin dari saya,"

Angkasa mengerutkan keningnya dalam, masih belum mengerti. Angkasa hanya ingat kalau dirinya ada di pelukan Zevan.

"Masih belum ngerti?" tanya Mataja terkekeh, membuat gadis itu menggeleng.

"Dasar gadis bodoh!" hardik Mataja kesal.

"SAYA ADALAH ORANG YANG NYURUH 4 MOBIL BUAT HAJAR MOBIL KAMU DAN LAKI-LAKI BODOH ITU!" kata Mataja dengan memperjelas vokal dalam tiap katanya.

Angkasa bisa merasakan ada banyak batu dan pedang besar yang menghantam dadanya di waktu yang bersamaan. Air matanya luruh lagi, harua berapa banyak air mata yang haris Angkasa keluarkan lagi? Apa ada hari dimana mata dan pipi Angkasa tak basah? Sampai kapan Tuhan?

"Kakek yang  ngecelakain Angkasa?" tanya Angkasa, bahunya bergetar hebat! Seperti ada yang mengganjal di kerongkongannya.

"Iyah! Kamu tau kan kalau saya gak suka ditentang?" goda Mataja terkekeh dengan gampang.

Angkasa berusaha menahan isakannya, namun semakin gadis itu menahannya semakin keras isakan yang terdengar dari kerongkongannya.

Angkasa menatap wajah kakeknya itu nanar, "Angkasa gak percaya kalau kakek setega itu sama Angkasa," ujar Angkasa bernada kecewa.

Mataja tertawa terpingkal-pingkal, "Memang kamu siapa bodoh? Kamu itu hanya gadis sialan, dan tak berguna!  YOU Just a bitch,

Kalimat terakhir Mataja sungguh berhasil membuat isak tangis Angkasa pecah. Deru nafasnya semakin tak beraturan, gadis itu menahan kepalanya yang pusing, tangannya terkepal menahan apa yang ia ingin keluarkan saat ini.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang