Tes ....
Bulir air mata jatuh mendarat di atas pipi Angkasa. Dunianya seakan berhenti untuk sejenak. Ada rasa yang Angkasa sendiri tak bisa mengerti. Dapatkah kita menamai rasa itu lebih dari amarah yang bercampur oleh emosi.
"Angkasa lumpuh om?" tanya Angkasa, sembari menatap kosong. Bodoh memang, karena diri sendirinya pun sudah tau jawabannya.
"Iyah Angkasa ..." Wisnu menundukkan kepalanya lemah, "Sa, kamu tenang yah, kamu bisa sembuh!" timpal Wisnu lagi menahan air yang sedikit lagi akan turun.
Icha? Kira-kira bagaimana perasaan gadis itu? Salah paham! Telah menutup kedua kelopak matanya. Egoisme juga telah menggelapkan lakunya. Rasa sayangnya yang sejatinya tidak ditunjukkan dengan cara seperti itu membuat gadis itu tak bisa menyaring ucap yang ia keluarkan dari mulutnya miliknya. Lalu apa hasil yang ia dapatkan dari semua ini? Hanyalah penyesalan yang gadis itu sendiri tak tahu cara untuk meminta maaf lagi.
Dengan derai air mata, Icha keluar dari ruangan itu. Wisnu mengernyit kecewa akan apa yang anak gadisnya itu lakukan.
"Brakkkk ... " Icha membanting pintu, sebelum benar-benar keluar dari ruang rawat inap.
Wisnu mendekati Angkasa yang masih menangis. Bahunya bergetar hebat menunjukkan ia tak rela akan apa yang sudah terjadi akan hidupnya.
"Sa, jangan nangis. Kamu kuat kok! Om yakin!" kata Wisnu tegas, seraya mengelus punggung Angkasa lembut, guna memenangkan gadis itu.
"Sampai kapan om? Sampai kapan Angkasa gak bisa jalan? Sampai kapan Angkasa gak bisa gerakin kaki Angkasa sendiri, sampai kapan Angkasa lemah ... hikss ... hiks ..." tangis Angkasa pecah. Dirinya membentak Wisnu dengan derai air mata yang terus membanjiri.
Wisnu perlahan membelai rambut hitam Angkasa, seperti yang dilakukan pria itu jika Icha sedang ngambek. Ia yakin Angkasa bisa sedikit tenang dengan cara ini, "Om gak bisa kasih tau waktu yang om sendiri gak tau itu pasti atau tidak! Om gak mau kasih kamu harapan kalau kamu bisa jalan atau enggak sama sekali. Yang om tau pasti, kamu kuat dan kamu bisa jalani semuanya. Ada om, Zevan dan Icha juga disini!" ucap Wisnu.
Angkasa menatap Wisnu sejenak. Andai saja dia seberuntung Zevan dan Icha. Mendapatkan ayah yang bisa memberi semangat dan perhatian.
"Orangtua kamu pasti juga pasti akan selalu ada buat kamu Sa. Mereka akan dukung kamu lewat doa juga memberikan kamu semangat. Kamu gak pernah sendirian jalani semuanya!" lanjut Wisnu tanpa tau fakta apa yang sebaliknya terjadi.
Zevan hampir saja ingin menutup mulut ayahnya itu. Sayang, tubuhnya masih sangat lemah, dan tangannya masih nyeri dan juga sesekali ngilu.
Angkasa menggeleng pelan, "Om?" panggil Angkasa pelan.
"Ada apa Sa?"
"Berapa persentase Angkasa bisa jalan lagi?" tanya Angkasa sangat berharap bahwa persentase itu berjumlah banyak.
Wisnu hampir saja terkejut akan apa yang Angkasa tanyakan. Sedangkan dirinya saja tak tau, apakah kemungkinan kecil itu masih berpihak dengan Angkasa. Atau apakah Angkasa harus lumpuh selama dia hidup.
"Om gak bisa jawab pertanyaan kamu!" kata Wisnu penuh penekanan.
"Kenapa om? Angkasa cuman pengen tau!" tanya Angkasa setengah berteriak.
"Om gak bisa kasih harapan sama kamu Angkasa! Harus berapa kali Om ngulang perkataan om, supaya kamu ngerti?" bentak Wisnu.
Angkasa sekarang semakin mengerti semuanya. Gadis itu semakin yakin kalau dirinya akan lumpuh seumur hidup. Dengan cara Wisnu membentak atau bersuara keras saat dirinya bertanya sudah cukup untuk membuat Angkasa mengerti kalau dia akan lemah dan gak akan bisa hidup sendiri dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa (THE END)
Romansa(FINISHED, PART LENGKAP!) "Plak!" Tamparan dari sang bunda kembali mendarat di pipinya yang masih terasa kebas. Bagaimana tidak? tamparan kemarin saja belum benar benar hilang. "Ma! aku salah apa?" Tanya Angkasa takut. "Apa ini sifat anak angkat? M...