Saya pernah begitu membenci diri sendiri. Ketika melihat wajah di cermin, rasanya seperti
melihat musuh bebuyutan.
Padahal di dunia ini justru saya tidak punya musuh sama sekali. Tidak pernah ada yang lebih dibenci selain diri sendiri.
Dalam tulisan lalu, saya juga pernah menulis tentang betapa bencinya saya melihat wajah sendiri di media sosial yang dipost oleh orang lain.
Rasa benci itu bukan kepada yang mengunggah, tapi kepada wajah saya yang terlihat di sana.Itulah manifestasi dari kebencian yang begitu dalam di hati.
Tapi bagaimana bisa rasa benci itu begitu besar?
Kalau ditanya beberapa tahun lalu, saya juga bingung apa jawabannya. Tapi sekarang saya tahu.
Berawal saat saya masih usia SD. Waktu itu sedang booming sinetron 'Si Doel Anak Betawi'.
Setiap orang di negeri ini pada saat itu begitu gemar menonton sinetron tersebut, termasuk keluarga dan teman-teman di lingkungan saya.
Salah satu tokoh ada yang bernama Nunung, diperankan oleh aktor komedian Nunung yang pastinya pembaca semua tahu.
Tokoh Nunung itu oleh kekasihnya di panggil 'Nyunyun' sebagai panggilan sayang.
Saya benci sekali melihat hal itu, kenapa?
Nama saya juga Nunung, nama yang tertera di KTP saat ini adalah Nunung Nurjanah.
Tak ayal waktu itu semua orang di lingkungan keluraga dan sekolah memanggil saya 'Nyunyun' mengikuti tokoh sinetron tersebut.
Ada yang hanya bercanda, ada yang memang bertujuan untuk mengejek.
Waktu itu saya marah dan sakit hati, karena nama saya dirubah sembarangan dan diri saya yang menyandang nama itu dijadikan bahan olok-olok.
Hampir oleh semua orang, teman-teman, keluarga, tetangga, dan oleh begitu banyak orang lainnya.
Drama layar kaca yang berjumlah 162 episode itu tayang selama sembilan tahun berturut-turut, selalu ditunggu-tunggu para penonton setianya.
Tapi buat saya, sinetron itu justru begitu menyiksa, membawa amarah dan luka. Baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya yang waktu itu berusia 11 tahun tidak bisa protes jika orang-orang memanggil 'Nyunyun', padahal ada rasa sakit di hati.
Ada juga rasa kecewa kepada orang tua karena memberi nama 'Nunung' pada saya.
Dan terhadap diri sendiri, merasa buruk, tidak layak, tidak pantas bahagia dan sebagainya.
Semua kecewa, amarah, sakit hati dan kebencian itu hanya bisa disimpan saja di dalam hati, semakin lama semakin banyak dan terkubur semakin dalam.
Sekian tahun berlalu, saya beranjak dewasa, sudah lupa dengan semua kejadian tersebut.
Tapi ternyata, meskipun lupa, rasa benci dan amarah yang begitu besar itu masih tertanam di alam bawah sadar.
Di usia remaja dan dewasa saya sering dibuat bingung, karena, sewaktu-waktu bisa hadir amarah dan kebencan teramat sangat tanpa alasan.
Termasuk juga rasa marah dan benci melihat diri sendiri, baik itu di foto maupun di cermin.
Melengkapi koleksi rasa cemas dan takut karena anxiety dan panic disorder yang saya derita.
Tapi anehnya, ketika saya difoto/bercermin dengan meggunakan sesuatu, misalnya masker, cadar, topi atau aksesoris lainnya, tidak ada rasa marah.
Saat melihat album pernikahan saya dan suami misalnya, ada banyak foto kami dalam balutan baju pengantin di album tersebut.
Ada dua kostum pengantin yang saya gunakan waktu resepsi dulu. Pertama, pakaian adat Sumatra Barat yang menggunakan Suntiang, yang kedua gaun pengantin warna putih. Jika melihat foto yang memakai Suntiang saya merasa biasa saja, tapi melihat yang satunya lagi, yang memakai gaun, saya selalu merasa marah.
Dulu, saya bingung dengan hal itu. Tapi sekarang saya paham kenapa.
Karena foto pengantin yang menggunakan gaun putih itu mirip dengan diri saya sehari-hari, bedanya hanya make up saja.
Tapi pembaca sayang, itu dulu, ini cerita beberapa tahun lalu, sekarang saya sudah belajar.
Belajar menyayangi dan menerima diri sendiri, belajar merasa bahagia apapun yang saya alami. Belajar memaafkan, terutama memaafkan diri sendiri. Dibantu oleh orang-orang terdekat yang peduli pada diri saya.
Kebencian, amarah, takut, kecewa yang saya simpan selama puluhan tahun, membuat hidup saya yang dulu tidak bahagia dan merasa tidak berarti sebagai manusia.
Sekarang, saya bahagia dan merasa diri ini begitu berharga. Alhamdulillah.
Semoga, begitu juga dengan semua yang membaca tulisan ini.
Salam sayang.Ummu_Hafsah
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.