A couple years of waiting rooms
Finding God, and losing too
Wanna scream, but what's the use?I want you more
Somehow, I just want you moreHalsey
.
.
Kalau cerita ini kurang mendapat dukungan dari kalian, aku khawatir moodku yang mati
.
.
"Kau mau berbuat apa di sana?"
Jungkook bungkam.
"Oppa, kau mau masuk ke rumah orang sementara orang itu tidak ada di rumahnya? Bukankah itu ilegal?" bisik Jimin.
"Jimin, aku cuma-"
"Please, kumohon, hentikan sekarang. Buat apa kau melakukan ini. Jika ini demi ambisimu, kumohon, jangan diteruskan."
"Tapi-"
"Ini tengah malam, Oppa. Jam 12. Tidurlah. Kau butuh istirahat yang cukup. Jangan pikirkan yang aneh-aneh."
Mendengar Jimin memanggilnya 'Oppa' dengan suaranya yang lembut dan membujuk, Jungkook langsung tak berkutik.
"Jimin... aku... aku tidak bisa membiarkan Seojun dan tindakannya yang kelewatan."
"Kelewatan? Dia bersikap layaknya pimpinan perusahaan. Oke, dia pernah mengancam akan membunuhku dan keluargaku, tapi... sampai detik ini aku masih bebas merasakan kasurku yang nyaman. Kurasa selama aku tutup mulut, semuanya baik-baik saja."
"Baik-baik saja kau bilang? Dia menggunakanmu! Dia memanfaatkanmu! Dia menggunakanmu demi menutupi dirinya sendiri, menutupi jati dirinya, kesalahannya sendiri, dosa-dosanya sendiri. Jimin, dia menggunakanmu! Kau tidak risih? Orangtuanya jadi berpikir kalian beneran ada hubungan spesial. Dia minta berapa? Setahun, 'kan?"
"Oppa, tidurlah, please..." Jimin pening, pandangannya kabur, tapi Jungkook terus saja mengoceh dan mengeluh di kupingnya. "Kau mau membicarakan apa? Ketidak adilan? Lagipula dia tidak meminta pernikahan, dia cuma minta status pura-pura di hadapan orangtuanya. Kenapa kau yang heboh sih?"
"Jimin..."
"Oke, I get it. Oppa peduli padaku. Terima kasih banyak. Tapi sudah kubilang 'kan, aku bukan siapa-siapamu. Tidak perlu dramatis begini," gerutu Jimin. "Jujur saja, aku gak paham kenapa Oppa sebenci ini... menurutku dia tidak seburuk itu."
Jungkook menghela napas. "Lihat, bahkan kau juga berdiri di pihaknya. Dia pembunuh, Jimin! Ayahnya gangster. Sekarang dia menguasai perusahaan dengan permainan licik dan backing Ayahnya."
"Memang itu hidupnya, Oppa. Bukan membela dia, aku hanya merasa... ambisi Oppa ini keterlaluan. Aku takut sesuatu yang lebih buruk menimpamu. Pikirkan dulu sebelum bertindak. Kau sampai mau mengobrak-abrik rumahnya. Buat apa? Kau yang rugi." Jimin menguap lebar-lebar, matanya semakin sipit. "Oppa..." panggilnya pelan.
"Hm?" sahut Jungkook.
Bibir plumpy Jimin cemberut, mata sipit mengantuknya berusaha dia jaga agar tetap terbuka, belum lagi kantuk luar biasa yang melanda ini, Jimin jadi bolak-balik menguap. "Oppaaa..."
"Iyaaa," sahut Jungkook, suaranya mulai tenang dan sabar.
"Aku paham Oppa merasa diperlakukan tidak adil. Kau masih belum iklas perusahaan bukan berada di tanganmu, iya aku ngerti, siapa sih yang bisa iklas semudah itu? Tapi resiko yang mengintai di balik keputusan Oppa lebih besar. Selain itu, gimana kalau Oppa mendekam di penjara? Orangtua Oppa pasti semakin sedih."
Jungkook diam mendengarkan.
"Oppa, pernah gak sih mikir, Han Seojun sendiri sebenarnya nggak memilih dilahirkan dalam kehidupan yang kelam seperti itu?" tanya Jimin. "Apa dia bisa memilih? Apa kita diizinkan memilih siapa keluarga kita?"
Jungkook menghela napas. Tetap memilih diam. Kata-kata yang sudah dia susun secantik dan serapi mungkin, semuanya buyar di kepala.
"Aku minta padamu, tolong, jangan hancurkan hidupmu sendiri. Karirmu di depan mata, kau baru saja dipromosikan. Nikmati itu."
Seulas senyum terbentuk di bibir tipis Jungkook, dipejamkannya kedua mata. Dia pikirkan ulang semuanya. Pemahaman pelan-pelan merasuk dalam keheningan yang tercipta.
"Oppa... itulah hidupnya..." gumam Jimin di persimpangan jalan antara dunia nyata dan dunia mimpi. "Itulah hidupnya..." Suara ngantuk Jimin nyaris lenyap ditelan bumi. "Itulah hidup... Han Seo..."
Dalam keheningan yang panjang, Jungkook tiba-tiba mendengar dengkuran halus di seberang telepon. Menandakan sang lawan bicara sudah pingsan lebih dulu. Jungkook mendengus geli, geleng-geleng kepala mendengarkan melodi merdu dengkuran halus dari gadis itu. "Astaga, Park Jimin... kau bikin aku makin sulit berpaling darimu."
Jimin diam saja. JELAS.
"Jimin, kau dengar aku?"
Tidak ada sahutan.
Jungkook tertawa tanpa suara. Dia sudah tidur, bodoh!
"Jimin, aku ingin sekali menikahimu."
Tidak ada sahutan.
"Aku sudah menyukaimu sejak pertama, gadis berani macam apa yang lancang sekali mengirim e-mail seperti itu."
Jungkook terus mengoceh sendiri, menumpahkan segala uneg-uneg dan perasaan yang dia pendam. Andai Jimin mendengar ini.
"Matamu... itu bagian terindah..."
"Bibirmu juga... aku tidak bisa menemukannya lagi dimanapun..."
"Ya Tuhan, Jimin... kau benar-benar... kau benar-benar membuatku gila."
"Terkadang kalau berdiri di dekatmu rasanya pengen meluk..."
"Tanganmu mungil sekali..."
"Kau cantik, Jimin, jangan biarkan orang-orang berkata sebaliknya..."
Jimin terpejam dalam tidur yang damai.
.
.
.
.
-tbc-
Jangan lupa vote?

KAMU SEDANG MEMBACA
Horrible Bosses
Fiksi PenggemarJimin (24 tahun) berharap Han Seojun dan Jeon Jungkook mati saja. Punya dua boss yang kerjanya bentrok satu sama lain, itu masih mending. Lah ini... Jimin ikut dibawa-bawa dalam drama gak jelas dan gak penting mereka! Masalahnya Jimin lelah harus...