Epilog

564 30 8
                                    

Rafaella memelukku erat saat aku dan Jordi berada di bandara tempat pertama kali kami bertemu. Kulihat dari balik punggung gadis itu Jordi mati-matian menahan tawanya, aku tahu dia pasti akan mengejekku setelah ini. Well... aku hanya pura-pura baik pada gadis ini, anggap saja aku berbuat demikian karena ia telah bersedia menjaga kakakku di sini sekaligus berhasil menahannya untuk tidak pulang ke Spanyol sebelum piala dunia berakhir. Heck... Rafaella baru saja berusia delapan belas tahun, tapi kemampuannya dalam memikat pria benar-benar melebihiku.

" Bastian... ingatlah untuk pulang." Aku memeluk kakakku yang berdiri di samping Rafaella.

" Aku akan pulang dihari pernikahanmu sayang." Jawab Bastian santai. Setelah melepas pelukanku, ia beralih memeluk Jordi dan membisikkan sesuatu. Aku memilih untuk mengalihkan perhatian pada keramaian di bandara, dari pada mendengarkan tawa menyebalkan keduanya. Yang lebih membuatku marah, saat Rafaella mulai terlibat dengan keduanya. Gadis itu adalah sang ratu, Bastian dan Jordi beberapa kali menyanjung Rafaella, mulai dari pakaian yang ia kenakan hingga senyuman yang ia miliki. Serius, kenapa setiap orang begitu senang melihatku merasa kesal.

" Jordi... kau masih ingin tinggal di sini ?." Aku melirik Jordi dengan tatapan tajam. Barulah setelahnya pria itu mulai mendorong troli bandara menjauh dari Bastian dan Rafaella. Ughhh... kalau bukan karena desakan Jordi, bisa saja kami akan pulang saat piala dunia sudah benar-benar usai. Lagipula aku tidak benar-benar menikmati pemandangan Brasil selama dalam petualangan. Well... selama ini aku terlalu sibuk berlari. Inilah saatnya aku harus berhenti sejenak demi bayiku. Bersyukur sekali di hari itu aku tak mengalami apa-apa, maksudku bayiku. Dan aku pastikan kejadian dua hari yang lalu takkan pernah terulang lagi sampai kapanpun.

" Oh, tidak. Mari kita pergi."

Di dalam pesawat, aku berusaha mati-matian tidak terlibat dengan keadaan yang menurutku mulai memburuk. Maksudku, sejak tadi tanganku tak bisa melepaskan lengan Jordi menyadari bahwa sebentar lagi benda itu akan lepas landas, meninggalkan bumi dengan kebisingan yang tak dapat kugambarkan. Telingaku terasa pengang dan tiba-tiba udara yang masuk ke paru-paruku kian melambat, well... sudah kukatakan aku trauma naik pesawat terlebih saat mengingat efek yang akan ditimbulkan setelahnya.

" Oh tenanglah Ell, ini tidak akan berlangsung lama." Jordi berusaha menenangkanku.

" Aku takut Jordi."

" Tidak. Kau tidak takut pada apapun."

" Itu Ella yang dulu."

" Ella yang dulu tidak berbeda dengan yang sekarang."

" Aku mulai memiliki rasa takut."

" Kau hanya berubah menjadi normal. Dan itu lebih manusiawi."

" Bagaimana jika terjadi sesuatu pada bayi kita."

" Oh ayolah Ell, dia akan baik-baik saja."

" Bagaimana jika tidak ?."

" Itu takkan terjadi sayang. Ayolah... lihat sekarang ?. sudah tidak ada lagi rasa pekak ditelingamu, semuanya sudah kembali normal. Kita sudah ada ratusan kaki dari atas tanah."

" Yeah... terimakasih."

" Well."

" Uhmmm... tentang ponselmu. Apa kau masih marah ?."

" Terimakasih Tuhan, kau mengingatkannya."

" Apa ?. jadi kau marah ?."

" Tentu saja."

" Heck... kau punya banyak uang. Kau punya segalanya, kenapa tidak bisa melupakan benda itu ?."

" Kau tidak bisa membeli atau mendapatkan beberapa hal hanya dengan uang."

Lost in BrazilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang