Part 19

260 26 0
                                    

“ Yeah…. Kita berhasil lagi.” Adrian menyambut kedatanganku dengan antusias, disampingnya Rafael memalingkan perhatiannya dari layar komputer hanya untuk memberiku senyuman.

“ Aku tahu Rafael sangat bisa diandalkan.” Jawabku lemah.

“ Ah ayolah Ella… Jordi pasti akan kembali padamu.” Adrian menghiburku setelah ia menyadari bahwa masalah yang terjadi padaku pagi tadi akan berdampak sejauh ini. Jelas saja, Jordi tidak kembali hingga sekarang pertandingan antara Kosta Rika dan Yunani telah berakhir. Aku sudah mencoba mencari berkeliling di sekitar pantai, namun aku tetap tak bisa menemukan pria itu.

“ Serius. Aku seperti berhadapan dengan anak kecil.”

“ Jordi pasti punya alasan kenapa dia sangat marah karena kau membuang ponselnya.” Sahut Rafael.

Jezz… aku juga sangat marah saat Arthur melakukan hal yang sama terhadapku.” Kataku sengit.

“ Kau tidak bisa membandingkan dirimu dengan Jordi. Waktu itu kau tidak dalam keadaan bisa memilih, kau ingin ikut bersama Arthur, mau tidak mau kau harus ikut aturannya. Sedangkan Jordi, jelas ia ikut dengan kelompok ini hanya karena dirimu.”

“ Oh Ella, sudahlah. Jika Jordi sudah merasa lebih baik, dia pasti akan kembali.” Oh Tuhan terimakasih, itu Adrian yang bicara. Nyaris saja aku mendebat Rafael yang berusaha membela Jordi.

“ Baiklah. Terimakasih atas sarannya Adrian.” Aku memutuar bola mataku, kesal karena berdebat dengan kedua orang ini sama sekali tidak berguna. Aku yakin Jordi telah mempengaruhi otak mereka jauh lebih banyak dari yang bisa kuperkirakan dengan status superstar-nya.

Oh tidakkk… jangan lagi. Reflek tangan kananku meraba daerah disekitar perutku saat aku mencoba untuk keluar dari van . Bayiku sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, mungkin permintaan agara aku tidak marah terhadap ayahnya. Oh bagus sayang, ibumu sebenarnya tidak ingin marah pada ayahmu, namun ayahmu melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan. Ughh… percuma saja, bermain-main dengan kata hati tidak akan membantu, bayiku tetap akan berontak. Rasa nyeri luar biasa itu terus menusuk yang mungkin disertai dengan tinjuan keras. Ya Tuhannn… apa lagi ini ?. Apa aku memerlukan obat ?.

Dengan frustasi aku keluar dari van , mengabaikan rasa sakit yang masih saja mengganggu. Aku harus menemukan Arthur, maksudku obatku untuk menenangkan si bayi. Lututku seperti akan terlepas dari kaki, nyeri yang semakin menjadi membuatku tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekitar. Tidak tahu apakah cara berjalanku masih normal, yang jelas aku masih mengatupkan rapat-rapat bibirku agar tak menjerit karena kesakitan.

Beruntung aku menemukan Arthur tak jauh dari pantai, di sebuah gang gelap di sekitar rumah penduduk. Ia sedang bicara dengan pria asing yang tak pernah kutemui sebelumnya. Pria itu mengenakan jaket kulit dan topi kupluk hitam, penampilannya lebih tepat jika dikatakan sebagai biker. Aku tak buru-buru mendekat karena pembicaraan mereka sepertinya sangat serius, kurasa akupun masih bisa mengendalikan rasa sakitku. Si pria asing kemudian menyerahkan sebuah amplop cokelat yang langsung disembunyikan oleh Arthur ke dalam jaketnya. Apa ada sesuatu yang tidak beres, maksudku jika ini bukan sesuatu yang dirahasiakan, kenapa Arthur harus bicara di tempat gelap dan sepi seperti ini. Aku tetap mengawasi mereka dibalik tembok, walau tak ada satu katapun yang aku mengerti dari pembicaraan mereka, kuharap Arthur tetap terbuka kepada kami setelah ini.

“ Akkhhhhhh…..” Rupanya aku tak berhasil menahan rasa sakit dari perutku, setengah menjerit aku berusaha menahan tubuhku agar tak ambruk dengan menggenggam sisi tembok sekuat yang bisa kulakukan. Arthur pasti melihatku, Uh… aku tidak bermaksud ingin bersembunyi darinya, hanya saja lebih baik jika ia yang mengatakan sendiri tentang pertemuan dengan si biker setelah ini.

Lost in BrazilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang