Dua hari berselang dokter masih memintaku untuk tetap tinggal di rumah sakit. Secara fisik aku sudah merasa sangat sempurna, maksudku lihatlah sekarang, si bayi sudah tidak pernah berontak lagi di dalam sana. Dia sepertinya telah menemukan posisi yang nyaman. Jordi dan teman-teman yang lain tetap menungguku walau aku yakin bahwa kekasihku telah mengatakan sesuatu pada Arthur atau yang lain. Cepat atau lambat kami memang memang akan berpisah, tapi jujur bukan dalam keadaan seperti ini yang kuinginkan.
Aku seperti mayat hidup karena tidak mendapat asupan sinar matahari selama berada di rumah sakit. Bukan secara harfiah, tirai-tirai di jendela kamarku memang selalu terbuka di siang hari, tapi cahaya matahari yang masuk melewatinya tidak cukup mampu menyentuh kulitku. Tak ada seorangpun yang bersedia membawaku jalan-jalan ke luar dan sepertinya itu adalah komando Jordi. Aghhh… dia benar-benar berlebihan. Namun posisiku sekarang benar-benar tidak bisa melawan atau membantah, Jordi belum bisa memaafkanku karena telah melempar ponselnya ke laut, di tambah dengan fakta bahwa aku menyembunyikan kehamilanku darinya. Dua kesalahan itu cukup membuat tindakan-tindakan yang ia lakukan padaku selalu benar.
Malam harinya aku ditemani Adrian dan Jordi menyaksikan pertandingan antara Brasil melawan Kolombia di dalam ruanganku. Sedangkan Bastian pergi ke Fortaleza bersama Rafaella demi menonton pertandingan secara langsung. Menurut Adrian, Rafael dan Arthur sedang pergi ke suatu tempat dan bermain-main bersama komputer mereka—memperbaiki sesuatu. Well… seingatku berdasarkan skema pada babak ini Brasil dan Kolumbia akan berakhir dengan skor yang sama. Saat kutanya mengapa Adrian tak ikut bersama mereka, dia mengatakan bahwa kedua teman yang lain tak mengajaknya.
Meskipun kami hanya bertiga di dalam ruangan itu, suara Jordi dan Adrian yang berteriak menyaksikan pertandingan cukup membuat suster beberapa kali mendatangi ruangan untuk memperingatkan. Aku berulang kali tertawa melihat keduanya saling berdebat tentang para pemain. Adrian lebih menjagokan Kolumbia karena dia adalah orang Argentina yang tidak rela jika Brasil menang ke babak selanjutnya, sedangkan Jordi lebih memilih Brasil karena ada si gila Neymar.
“ Damn… lihatlah pemain Kolumbia melakukan tackle berbahaya. Itu layak dapat kartu.” Jordi berseru kesal tepat di depan televisi hingga tubuhnya menghalangi pandangan kami.
“ Itu masih wajar.” Bela Adrian, tak kalah sengit dan mendorong tubuh Jordi agar menyingkir.
“ Hell… kalian berdua. Tidak bisakah sedikit tenang ?. Ini rumah sakit.” Akhirnya aku ikut berteriak memperingatkan keduanya. Ughhh… keduanya tidak menganggap keberadaanku, mereka terlalu asik dengan pertandingan itu. Aku sendiri tidak terlalu memperhatikannya, karena aku percaya pada Rafael telah melakukan tugasnya dengan baik di suatu tempat.
“ Adriannnn…. Jordiiiiiii….” Merasa tak mendapat tanggapan, aku langsung meneriaki keduanya dengan kesal. Akhirnya Adrian menoleh di susul oleh Jordi beberapa detik kemudian.
“ Apa yang kalian lakukan ?. bahkan kalian sudah tahu bagaimana skor akhirnya kan ?. kenapa harus bersusah-susah memperhatikan pertandingan ?.”
“ Aku membuat diriku sendiri seolah tak tahu hasil akhirnya. Yang aku lihat bukan skor akhir Ella, aku hanya ingin menonton bagaimana pertandingan ini berlangsung.” Adrian menjawab pertanyaanku acuh lalu kembali memfokuskan pandangannya ke layar televisi.
Aku tercekat mendengar jawaban sederhana Adrian. Kenapa aku tidak menyadari hal ini sejak awal, perasaanku seketika terasa penuh dan berkabut. Ingatanku dengan bebas melayang-layang pada kekacauan yang selama ini terjadi padaku dan teman-temanku. Itu semua sia-sia…
Benar jika selama bersama dengan Arthur, aku berlari dan menghindar, menyusup dan dikejar-kejar para musuh. Namun satu hal yang tak kusadari, apa aku benar-benar menikmati pertandingan ?. Selama di piala dunia aku hanyalah menantikan skor akhir dan ikut berbahagia atas keberhasilan Rafael atau Arthur mengacaukan skema-skema curian mereka dari para bandar dan mafia judi. Aku terlibat terlalu jauh hingga melupakan apa yang seharusnya kulakukan dengan sepak bola. Lalu apa bedanya kelompok ini dengan para mafia itu ?. Kami sama-sama mengatur jalannya pertandingan.
Sekarang jika aku bisa mengembalikan waktu, aku berharap agar tak bertemu dengan orang-orang ini. Aku lebih baik tak mengetahui adanya skor-skor dari hasil pengaturan, aku lebih baik hanya duduk di setiap tribun bersama Rafaella dan menonton pertandingan dari awal dan akhir. Merasakan bagaimana bahagianya saat negara yang di dukung mendapat kemenangan, mencetak banyak gol, dan tahu bagaimana perasaan sedih saat berada dalam posisi yang kalah. Sedangkan sekarang, aku seperti tidak memiliki perasaan terhadap sepak bola. Jelas aku tak tahu bagaimana perasaan bahagia atau sedih jika aku telah mengetahui hasil akhir sebuah pertandingan.
Tak menyadari airmataku telah menetes perlahan di kedua pipi, merutuki kebodohan yang terjadi pada diriku. Bagaimana bisa aku sebodoh ini ?. Jika Adrian saja lebih memilih untuk pura-pura tak tahu dengan hasil akhir pertandingan yang sudah ada, tentu orang-orang di luar sana yang peduli dengan sepak bola takkan peduli dengan hasil akhir nantinya. Kritikus dan komentator, mungkin mereka hanya akan menganggap bahwa gol hanyalah sebuah hadiah dari bagaimana jalannya pertandingan, entah itu gol dari pihak yang mendominasi bola, tim yang pandai melakukan serangan balik, bahkan tim dengan permainan bertahan yang kuat. Yang menyita perhatian mereka adalah bagaimana pertandingan berlangsung atau bagaimana gol bisa tercipta. Damn… kau sungguh bodoh Ella !!!. Lalu sekarang masih tetap punya alasan untuk tetap tinggal ?. Batinku terus mengutuk tindakan bodohku selama ini.
“ Hell… dia pantas dapat kartu merah.” Jordi terlihat frustasi dan mengacak-acak kasar rambutnya.
“ Sepertinya Neymar cedera serius.” Adrian menimpali dengan nada simpati pada suaranya. Aku buru-buru menghapus air mataku dan memusatkan perhatian ke layar telivisi dan melihat bagaimana Neymar meringis kesakitan dan di tandu keluar lapangan oleh tim medis. Beberapa kali tayangan ulang diputar tentang bagaimana Neymar mendapatkan pelanggaran dari pemain Kolombia bernama Zuniga itu. Wow… itu benar-benar menyakitkan jika melihat bagaimana posisi Neymar terjatuh. Lalu hatiku mulai bertanya-tanya apakah ini masih merupakan bagian dari rencana orang-orang itu, mereka tidak pantas membuat seseorang celaka dalam pertandingan. Ini sudah sangat keterlaluan.
…….
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in Brazil
Acción(cerita ditulis tahun 2014, maaf atas kelabilan dan alur yang masih abal-abal) Petualangan baru Ella kembali di mulai saat ia terpaksa harus ikut dengan Jordi ke Brasil untuk piala dunia. Kerinduannya akan petualangan ekstrim bersama Boixos Nois ad...