Part 5

247 23 1
                                    

Cahaya matahari dengan tajam masuk ke kamar hotel melalui horden yang dibuka lebar, aku mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadaran sebelum semuanya menjadi jelas. Ranjang milik Rafaella telah dirapikan, seingatku tadi malam gadis itu memang telah tertidur pulas saat kedatanganku. Aku penasaran dan melirik jam di ponselku, sudah jam sepuluh pagi. Ada banyak pesan bertumpuk yang masuk, juga panggilan tak terjawab dari Jordi. Rafaella memberi tahuku kalau ia memiliki keperluan mendesak di rumah orang tuanya sebentar, sehingga ia harus meninggalkanku. Sedangkan isi pesan Jordi memintaku untuk mengangkat telponnya. Aku menekan nomor Jordi lalu menunggu pria itu mengangkat telponnya. Sial... maksudku dia mungkin sedang sibuk sekarang, panggilanku dialihkan ke pesan suara.

" Halo Jordi. Aku tahu kau pasti sedang sibuk sekarang. Maafkan aku membuatmu khawatir tadi malam."

" Aku tahu tidak seharusnya pergi begitu saja.  Maafkan aku ya."

" Uhmm... aku baik-baik saja. Sekarang aku ada di Rio bersama Rafaella. jangan terlalu mencemaskan aku."

" Kita perlu bicara, walau bukan sekarang. Aku akan mencoba mengerti keadaanmu disana dan memang sepertinya kita tidak harus bertemu dulu untuk sementara waktu."

" Fokuslah pada pertandingan, aku akan baik-baik saja."

" Tuhan masih memberimu kesempatan untuk memperbaiki segalanya."

" Sampai jumpa di Porto Alegre. Aku akan menemui Anna di sana dan menunggu kemenangan kalian."

" Aku mencintaimu Jordi."

Aku menutup telpon dengan berat. Benarkah ada penyesalan dibalik kata-kataku itu ?. aku tidak akan munafik, memang aku kecewa karena kenyataannya Ella tetaplah sendirian di sini, itu sama saja dengan keadaanku di Spanyol jika aku tidak ikut. Padahal niatku semula pergi ke Brasil adalah untuk tetap dekat dengan Jordi.

Setelah sarapan di hotel aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Rio. Mengenakan celana otto dengan T-shirt putih bertuliskan I love Brasil pada bagian depannya aku siap memulai penjelajahan di Negara ini.

Sayang sekali hotel di sini tak menyediakan sepeda motor seperti yang pernah ku naiki di Salvador kemarin. Di banding dengan naik mobil, aku lebih memilih untuk berjalan kaki. Alasannya sederhana, agar lebih leluasa melihat pemandangan kota.

 Aku melangkahkan kaki menyusuri jalan yang pernah kulewati menuju salon milik Bella, namun kali ini aku melewati tempat itu untuk menuju ke arah pantai. Cuaca cerah dan berangin membuat rambut panjangku dengan bebas beterbangan karena aku sengaja tak mengikatnya. Jalanan menanjak dengan aspal batu membuatku teringat akan Barcelona, toko dan restoran berjejer menawarkan dagangan mereka dan bahkan ada yang mencantumkan papan diskon di sana.

Tak jauh dari tempatku sekarang, suara musik latin yang sedikit familiar ditelingaku tengah mengalun dengan indah. Beberapa orang berkerumun pada sumber suara, rasa penasaran membawaku mendekat dan tebak apa yang kutemukan. Seorang seniman jalanan dengan lincah memainkan boneka kayu kecil yang terhubung dengan benang-benang panjang, di depan boneka itu ada sebuah kaleng yang digunakan sebagai tempat uang bagi yang bersedia memberikannya. Si seniman membuat bonekanya menari seirama dengan alunan musik yang diputar pada sebuah tape tua yang terbuat dari kayu. Aku melempar dua koin ke dalam kaleng itu dan si seniman tersenyum kepadaku.

 Keluar dari kerumunan kulanjutkan  langkah kaki mengikuti hembusan angin yang semakin kencang, menandakan pantai sudah sangat dekat dari tempatku. Bersamaan dengan itu, hidungku mencium sesuatu yang menggiurkan entah dari mana, aroma keju yang kuat berpadu dengan gula yang dipanggang mengingatkanku pada masakan Nyonya Mierda. Aku yakin sekali aroma itu berasal dari sebuah toko roti kecil yang terapit antara toko souvenir dan sebuah restoran. Beraneka ragam roti dipajang dibalik sebuah lemari kaca, membuat perutku terasa lapar kembali. Di sana juga dicantumkan setiap harga roti-roti tersebut.

Lost in BrazilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang