[HifuDo] Withering

Ending: The Honest Route

Terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah mengikuti polling di Twitter! Ini hasil dari polling-nya:

Part ini agak lebih panjang dari sebelumnya, jadi puas-puasin bacanya, yaa! Dan jangan lupa dengerin lagunya supaya feels-nya lebih kuat~

Nah, selamat membaca!

.

.

Doppo menyukai Izanami-san.

Rasa suka itu, sudah jelas, bukanlah rasa suka yang normal dirasakan android kepada majikannya, melainkan rasa suka yang lebih.

Ia tahu sebab android biasa tidak akan merasa sekacau ini ketika ditatap oleh majikannya.

Ia tahu sebab android biasa tidak akan merasa sesak setiap kali disentuh oleh majikannya—tidak peduli apakah sentuhan itu berakhir cepat atau lama; seolah kulit mereka memang seharusnya menyatu.

Ia tahu sebab ...

... yah, sebab kenyataannya memang begitu.

Dan tidakkah rasa suka ini akan bersarang sia-sia jika ia tidak segera menyatakannya?

Doppo bimbang. Doppo cemas. Doppo ketakutan.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Izanami-san saat mendengar pengakuannya nanti.

Apakah ia akan menganggap Doppo bercanda?

Apakah dia akan menghindari Doppo?

Ataukah ia akan menganggap Doppo tidak layak untuk menggantikan peran sang mantan kekasih?

Semakin Doppo memikirkannya, semakin sesak pula dadanya.

Haruskah aku mundur?

Tangan Doppo terkepal pada sisi tubuhnya. Ia tak bisa berhenti melirik pada Izanami-san.

Dan itu saja sudah cukup untuk memberitahunya kalau 'mundur' adalah opsi yang salah.

Jika ia bersiap untuk memilih jalannya sebagai manusia, maka sudah seharusnya ia berhadapan dengan segala macam risikonya.

Termasuk juga risiko ditolak oleh Izanami-san.

.

.

Software Doppo mungkin menyajikan begitu banyak informasi, tapi sayang ia tidak menyediakan tips-tips soal bagaimana cara menyatakan perasaan pada majikan.

Doppo gelisah. Cemas. Takut. Berkali-kali ia mencoba mengutarakan isi hatinya, dan berkali-kali pula waktunya tidak tepat. Entah karena sang majikan mendadak mengangkat suatu topik, atau tiba-tiba saja Izanami-san kena serangan—yang membuat Doppo jadi lupa soal objektif awalnya—dan macam-macam lagi.

Dan pada setiap kegagalan, kaki Doppo mulai goyah.

Apakah ia memang tidak seharusnya menyatakan perasaan?