Chapter 2: The Denial

644 86 16
                                    

"Mohon bantuannya, Izanami-san."

Hifumi masih terpaku pada tempatnya, sementara roda gerigi di dalam otaknya berusaha keras untuk mencerna apa yang baru saja terjadi dalam selang waktu tiga puluh menit terakhir.

Pria yang berdiri di depannya saat ini bukan Kannonzaka Doppo, mantan kekasihnya di masa lalu; ia adalah Doppo yang berbeda, mewujud android yang ditugaskan untuk mengurusnya.

Entah kenapa, semua informasi itu terdengar begitu salah di telinganya. Barangkali karena nama Doppo tidak seharusnya disandingkan dengan kata 'pelayan', atau bahwa suara itu tidak semestinya memanggilnya 'Izanami-san'—

—atau bahwa Doppo tidak seharusnya kembali padanya. Tidak dalam bentuk android, tidak pula dalam bentuk apa pun.

"Sensei," katanya ketika ia berhasil menemukan suaranya kembali. "Tolong bilang kalau ini hanya lelucon."

Dahi Jakurai berkerut. "Lelucon apanya?" tanyanya. "Aku serius, Hifumi-kun. Android ini milikmu."

Lagi-lagi kombinasi kata yang terdengar salah. Android dan Hifumi adalah dua kata yang tidak semestinya bersatu. Membiarkan android berkeliaran di dalam kondominiumnya sebagai pengasuhnya terdengar lebih salah lagi.

Hifumi memijat pelipisnya. "Sensei, aku tidak bisa menerimanya," ujarnya lelah. "Lebih baik sensei mengembalikannya ke laboratorium."

Tetapi Jakurai menggeleng. "Aku tidak bisa melakukannya," katanya. "Menurut kontrak, Doppo sudah menjadi milikmu—"

Hifumi menatap dokter itu dengan ekspresi tidak percaya.

"—dan satu-satunya cara untuk mengembalikannya adalah kalau dia mengalami kerusakan atau berdeviasi," Jakurai mengakhiri penjelasannya. Raut wajahnya itu mengingatkan Hifumi pada seseorang yang telah memenangkan suatu pertaruhan, dan Hifumi tidak menyukainya. "Sekalipun aku tidak begitu yakin kalau kau rela mengembalikannya kalau hal itu terjadi."

Alis Hifumi kembali bertaut. Ia tidak menyukai ke mana arah pembicaraan ini. "Sensei, kau tahu aku tidak mungkin memiliki perasaan istimewa—" matanya melirik ke arah android itu sekilas. "—pada android."

"Sekalipun dia mirip dengan Doppo?"

Ingatan lain soal masa lalunya membuat sakit kepalanya kembali kambuh. "Justru karena dia mirip dengan Doppo itulah," tegas Hifumi. "Kalau sensei memang peduli padaku, maka seharusnya sensei tahu kalau memberiku android yang mirip dengan Doppo tidak akan membuatku merasa lebih baik."

"Kau hanya perlu membiasakan diri," kata Jakurai. "Setidaknya, dia mahir membersihkan rumah dan memasak. Dia juga sudah diprogram untuk mematuhi semua perintah darimu, jadi kau tidak usah terlalu khawatir."

Hifumi menggigit bibir bawahnya. Jelas bukan itu yang ia khawatirkan.

Jakurai terbahak. "Tidak usah memasang wajah seperti itu, Hifumi," katanya, sebelum ekspresinya kembali berubah serius. "Sudah tiga tahun berlalu sejak kejadian itu. Sudah saatnya kau belajar untuk menerima apa yang sudah terjadi."

"Sensei," Hifumi mengusap rambutnya. Ia membenci betapa lemahnya suaranya saat itu, tetapi ia lebih membenci rasa sakit yang menguasai dadanya. "Tiga tahun saja tidak cukup untuk membuatku melupakannya."

"Aku tidak memintamu untuk melupakan Doppo," ujar Jakurai lembut. "Aku hanya memintamu untuk menerimanya."

"Tetap saja, hal itu tidak mungkin—"

"Cobalah pelan-pelan." Jakurai menepuk pundak Hifumi, tetapi rasa sakit yang menjalari dada Hifumi membuatnya tidak dapat merasakan tepukan itu. "Android itu akan membantumu."

[HifuDo] WitheringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang