Chapter 8: The Tolerance

273 42 1
                                    

Hifumi lupa kapan terakhir kali ia merasa lega ketika kondominiumnya berada di depan mata.

"Trims sudah mengantarku sampai ke sini, sensei," katanya begitu lift yang membawa mereka berhenti di lantai keenam. "Apa sensei mau istirahat sebentar di dalam sambil menunggu taksi?"

Jakurai tersenyum. "Tentu saja," ujarnya ringan. "Lagi pula, aku penasaran melihat apa yang sedang androidmu lakukan."

Hifumi sama penasarannya seperti Jakurai, tetapi ia memilih untuk tidak menyatakannya.

Tanpa bicara apa-apa lagi, keduanya menyusuri koridor. Hifumi dalam hati bertanya-tanya apakah Doppo akan membukakan pintu untuknya, ataukah ia perlu membuka pintunya sendiri karena android itu terlalu sibuk melakukan hal lain.

Tapi rasanya yang seperti itu tidak perlu terlalu dipikirkan. Toh, Hifumi selalu membawa kunci rumahnya, jadi ada atau tidak adanya android itu sama sekali tidak mempengaruhinya.

Maka, tanpa memutuskan untuk menekan bel atau mengetuk pintu, Hifumi mengeluarkan kunci rumahnya dan memutar kenop pintunya—

—hanya untuk menyaksikan sosok seseorang tergeletak di karpet ruang tamunya dalam keadaan terlentang dan kedua mata yang terpejam.

Seperti tidur.

Tetapi betapa kerasnya Hifumi mencoba membangunkannya, ia tetap tertidur.

"...apa yang terjadi?"

Hifumi bahkan tidak tahu apakah suara itu berasal dari dirinya sendiri atau dari Jakurai.

Sebab pada saat itu, Hifumi mendapati detak jantungnya berhenti.

Ia tidak bisa bangun.

Ia tidak akan bangun.

Ia tidak akan pernah bangun.

Doppo-chin akan selamanya tertidur.

Keringat dingin melelehi pipinya.

Ia tidak mengharapkan hal ini terjadi.

Ia sama sekali tidak menduga bahwa Doppo-chin akan mengambil jalan ini.

Seharusnya Doppo-chin bicara padanya dulu, kan?

Kenapa Doppo-chin tidak mau bicara padanya?

Kenapa Doppo-chin tidak menunggunya datang?

Kenapa?

Kenapa?

Hifumi mencoba bersuara, tetapi tidak ada satu pun kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya.

Matanya dipenuhi bercak hitam.

Udara di dalam dadanya seolah membeku di paru-paru.

Ia bahkan lupa cara bernapas dengan benar.

"Hifumi-kun."

Hifumi terhuyung ke belakang. Barangkali ia akan jatuh terjengkang kalau saja Jakurai tidak menahannya.

Dan sebelum ia menyadarinya, air mata telah membasahi pipinya.

"Tidak," ujarnya serak. "Doppo-chin tidak—Doppo-chin bukan—"

"Hifumi-kun," panggil Jakurai lagi. Kali ini dicengkeramnya lengan Hifumi kuat-kuat. "Sadarlah. Dia bukan Doppo-kun."

Hifumi mengerjap. Sekali. Dua kali.

Tapi sosok itu masih ada di sana. Dengan wujud yang sama.

Bagaimana mungkin Jakurai bisa bilang kalau orang itu bukan Doppo-chin?

[HifuDo] WitheringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang