027. Tata

191 22 6
                                    

Okta menghela nafas berat. Rasanya dadanya masih sangat sesak. Tak pernah ia rasakan rasa sesak dan menyiksa seperti ini sebelumnya.

Namun hanya karena Revan, ia bisa merasakan rasa sesak yang benar-benar mampu membuatnya ingin menangis.

Ia merebahkan diri diatas ranjang. Tubuh dan batinnya lelah menerima semua kenyataan tentang Revan. Rasa bersalah terus menggerogoti hatinya dan itu membuatnya frustasi karena merasa menjadi saudara yang buruk.

Pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Tata dengan wajah manisnya.

Sang kekasih mendekat dan langsung memeluk Okta erat, "Jangan terlalu banyak mikir, deh. Kamu itu nanti malah sakit kalau terlalu banyak fikiran. Revan udah baik-baik aja, jadi kamu gak usah merasa bersalah. Lagian ini semua bukan salah kamu, sayang."

Okta menghela nafas yang kesekian kalinya, "I just feel bad because this situation, Babe. Aku.. Aku ngerasa bersalah karena Revan harus ngerasain rasa sakit selama hampir seluruh waktunya sejak ia lahir. Dia dirawat sama seorang ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Saat SD dia di ejek karena tak punya Ayah. Saat SMP dia di rundung karena dianggap anak pembawa sial. Bahkan sampai depresi dan harus dirawat dirumah sakit jiwa. What's hell that? Aku ngerasa bersalah karena hidup bahagia selama ini."

Tata mengusap rambut Okta lembut, "You two deserve to happy. Kamu udah bahagia sejak kecil, sedangkan Revan harus bertahan dengan keadaannya sampai sekarang. Mungkin aja Tuhan sudah menyiapkan kebahagiaan yang lebih baik untuk Revan dan itu bakal menebus semua rasa sakit Revan selama ini. Kami harus percaya kalau Tuhan gak akan menyakiti hamba nya, sayang."

Okta tersenyum lalu mengangguk, "Kamu kesini sama siapa?"

"Aku bareng Nita tadi. Tapi dia langsung ke kamar Revan. Kasihan banget dia khawatir terus sama Revan. Dan kamu tau gak? Kalau ternyata dulu Nita tuh juga suka sama Revan, loh."

Okta terkejut mendengar penuturan Tata, "Serius? Kok dia tapi kayak menghindar dari Revan gitu?"

Tata berdecak, "Nah itu sih. Nita nya salting kalo deket Revan, makanya dia menghindar. Bahkan susu yang dikasih sama Revan buat dia tuh dikirain dari Rafa karena Rafa yang deketin dia terang-terangan."

Okta menghela nafas kesal, "Gini deh kalo punya temen gak ada yang mau ngaku duluan. Akhirnya salah paham, saling benci padahal ya dalam hati masih perhatian."

Tata tertawa pelan, "Nita sempat kesel sama Revan pas tiba-tiba Revan jadi suka ngejek dia waktu itu. Padahal kan itu usaha Revan biar bisa move on dari Nita, eh malah Nita kepancing emosi dan ikut kesel sama Revan."

Okta mengusap rambut Tata lembut, "Apapun itu, semuanya udah mengisi masa-masa SMA kita. Dan gak lama lagi kita bakal jadi senior dan mempersiapkan diri masuk kuliah. Kamu mau lanjut kemana?"

Tata mengangguk lalu tersenyum, "Aku bakal kuliah bareng kamu. Mama Papa gak maksa aku untuk lanjut kuliah sebenarnya, karena mereka pengen aku fokus sama usaha keluarga kami aja. Mungkin aku gak bakal kuliah, karena kasihan sama Mama dan Papa yang sibuk ngurus semua cabang usaha keluarga kami."

Okta mengangguk lalu mengelus pipi Tata, "I will always support you, apapun yang kamu lakukan Sayang. Lakukan yang terbaik dan kamu bakal dapat yang terbaik pula."

Tata tersenyum. Rasanya bahagia sekali ketika ia menemukan lelaki yang benar dan akan menjaganya sampai kapanpun. Dan semua ini berkat Revan yang mengenalkan dirinya pada Okta hingga bisa berpacaran seperti sekarang, "Aku inget banget pas dulu kita pertama kenalan. Rasanya lucu dan geli sendiri."

Okta terkekeh melihat raut wajah malu kekasihnya, "Kamu tau gak kalau pertama kali aku lihat kamu itu kesannya polos banget. Mana malu-malu gitu, bikin aku makin gemes."

Tata tersenyum, "Bahkan pertama kali aku lihat kamu itu kesannya anak jahil banget. Mana dulu gaya kamu Jamet banget, tau! Rambut jabrik, pake Gatsby wax, dua kancing teratas kemeja kamu buka sama pake gelang-gelang rantai gitu. Kesannya Jamet banget tau gak sih."

Okta menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehe... Aku juga bingung kenapa dulu gaya ku begitu. Bahkan aku sendiri juga ngerasa malu kalau ingat aku yang dulu."

Tata tersenyum, "Tapi ternyata kamu itu orang yang tepat buat aku. Dan aku berharap kamu gak akan nyakitin aku dan ninggalin aku."

Okta menangkup pipi Tata dengan kedua tangannya lalu mengelus pipi gembil Tata dengan jempolnya, "We Will always be us. Aku gak akan pergi ninggalin kamu yang udah selalu ada buat aku selama ini."

Tata tersenyum, "Aku mau kasih tau kamu satu rahasia yang selama ini cuma Revan yang tau."

Okta menatap Tata serius. Pasalnya ia tak tahu bahwa kekasihnya memiliki rahasia yang hanya Tata dan Revan yang mengetahuinya.

Melihat keterdiaman Okta, Tata langsung mengelus rahang Okta lembut, "Dulu aku itu korban pelecehan seksual, Sayang."

Okta menegang mendengar perkataan Tata, "Ka--kamu serius?!"

Tata mengangguk lalu menunduk, "Dulu pas aku baru pertama kali masuk sekolah SMA, di hari pertama supirku telat jemput karena ngantar Mama Papa ke bandara. Dan gak aku sangka, ada segerombol preman yang tiba-tiba ngepung aku dan bawa aku ke gang sempit dekat sekolah..."

Okta menatap mata Tata yang mulai berkaca-kaca. Tampaknya Tata sangat sedih dengan kejadian itu.

"...Waktu itu preman-preman itu sudah megang-megang tubuh aku. Bahkan mereka hampir berhasil membuka semua seragam yang aku pakai hari itu. Dan ternyata, tanpa aku duga, Revan datang bawa warga sekitar untuk nolongin aku. Sampai akhirnya para preman itu dibawa ke kantor polisi dan Revan terus berusaha nenangin aku..."

Okta mengusap air mata Tata yang turun membasahi pipi cantiknya.

"...Aku terpukul, aku merasa diriku kotor. Dan aku bahkan berniat bunuh diri hari itu. Tapi ucapan Revan bikin aku terdiam. Dia bilang bahwa dia adalah korban bullying yang hampir setiap hari mendapatkan perlakuan kasar dan gak pantas dari temannya. Bahkan dia bilang bahwa aku bukan yang salah, dan aku gak kotor. Dan sebagai korban seharusnya aku gak malu dan gak murung karena itu. Sejak saat itu, aku selalu ingat perkataan Revan itu dan jadiin itu sebagai penyemangat bahwa hidupku masih berjalan walau aku korban pelecehan seksual. Aku ditemani sama Mama Papa untuk menindaklanjuti kasus itu, sampai akhirnya para preman itu dipenjara dan kasus nya selesai."

Okta menatap Tata yang berlinang air mata. Dadanya sesak mendengar cerita tersebut. Rasanya ia sangat sedih mengetahui bahwa Tata pernah melalui hal seperti itu.

"Aku bakal selalu ada disamping kamu gak perduli apapun itu, Sayang."

Tata menatap Okta dengan senyumannya, "Aku beruntung bisa ketemu Kamu dan Revan. Kalian berdua yang bisa bikin hidupku semakin lengkap. Ditambah sama kehadiran Kinan dan teman-teman lain. Aku semakin bersyukur bahwa hidupku bener-bener berjalan maju tanpa harus dihantui bayang-bayang masa lalu yang bikin aku terpuruk."

Okta membalas senyuman Tata dan memeluk kekasihnya erat, "Tunggu aku lulus. Setelah lulus aku bakal langsung lamar kamu."

Tata memukul punggung Okta pelan, "Apaan sih! Kuliah yang bener! Kamu belum kerja, nanti kamu mau kasih aku makan apa?"

Okta terkekeh, "Tenang aja, aku bakal langsung kerja di perusahaan Om Rian setelah lulus biar aku bisa segera nikahin kamu."

****

Ayo kita berdoa untuk keselamatan para saudara kita yang tengah menghadapi banjir. Karena kakakku, istrinya dan keponakanku juga tengah melewati itu. Rumah kakakku sudah terendam setengah, jadi mereka terpaksa mengungsi. Tapi kakakku tetep dirumah menjaga takut banyak barang² yang hanyut dan hilang.

Semoga semua bencana segera berakhir, Aamiin....

Kenzalert12

Jum'at, 15 Januari 2021

Revanita [GunJane] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang