Revan yang tengah memeluk Bundanya tiba-tiba terdiam saat melihat sepasang mata tengah menatapnya dengan tatapan tak percaya nya.
Revan tahu sosok itu, namun ia tak bisa terus-terusan berbohong kan?
***
Okta berjalan bersama para anggota OSIS yang hendak menjenguk Revan. Mereka ingin melihat bagaimana keadaan Revan setelah sadar dari koma nya.
Sampai didepan ruang rawat Revan, mereka mengetuk lalu membuka pintu ruang tersebut. Tampak Revan yang tengah duduk bersandar di ranjangnya sembari memakan manga yang sudah dipotong-potong.
Revan menoleh dan tersenyum, “Masuk aja.”
Semua masuk dan langsung duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Nita berjalan mendekat kearah Revan lalu mengecek suhu badan Revan, “Udah turun ternyata panasnya. Lagian kenapa lo sampe demam kemarin?”
Revan terkekeh, “Kemarin makan es krim tiga bungkus terus sore nya minum es buah, hehe…”
Nita mencubit pipi Revan pelan, “Duh dasar aneh lo, ya. Udah tau sakit malah minum es berlebihan.”
Revan hanya tersenyum. Nita menggelengkan kepalanya, “Lo harus tau kalau persiapan untuk ulang tahun sekolah udah hampir selesai. Mereka semua kerja keras karena tau elo gak bakal bisa bimbing mereka. Bahkan Dio, Fandi sama Selin tuh sering banget pulang malam karena mereka ngurus macem-macem.”
Revan menoleh kearah anggota OSIS yang tengah mengobrol ringan, “Thanks banget atas kerja keras kalian ya.”
Semua menoleh kearah Revan lalu tersenyum, “Siap, Kak. Lo cepet sembuh biar bisa ikut acara ulang tahun sekolah.”
Revan mengangguk, “Kata dokter juga bentar lagi gue bisa pulang asal badan gue udah stabil.”
Dio mengacungkan jempolnya, “Jangan lama-lama, Kak. Gue repot banget bantu-bantu mereka, nih. Kak Nita mah kerjaannya nge khawatirin elo mulu tiap hari.”
Nita hanya menatap ke sembarang arah dengan semburat merah yang timbul di pipinya. Revan yang gemas langsung mencubit pelan pipi Nita, “Cie yang khawatir banget sama gue. Makasih loh udah di khawatirin.”
Nita mengangguk malu, “No problem.”
***
Dita masuk kedalam toilet, karena ia sudah menahan rasa ingin buang air kecil sejak di dalam kelas. Ia segera menyelesaikan urusan alamnya lalu membenarkan rok nya yang sedikit kusut.
Dita meraih gagang toilet dan memutarnya, namun yang ia dapati adalah gagang pintu yang tak mau berputar alias terkunci. Mendadak perasaannya menjadi tak enak, ia merasa akan terjadi hal buruk padanya.
BYUR!
Air dingin dengan bau busuk dan beberapa sampah dedaunan dan plastik membasahi tubuhnya. Rambut Dita menjadi lepek dan berbau busuk.
Dari luar ruangan terdengar tawa keras, “Heh orang jahat! Masih ada muka ya elo sekolah disini? Udah hampir bikin Revan sama Kakaknya mati dan elo masih bisa dateng kesekolah seolah-olah elo gak punya salah.”
Terdengar kekehan pelan, “Yah…. Keturunan bapaknya banget kan ya? Kelakuannya bejat, pas di penjara malah bunuh diri. Kenapa lo gak bunuh diri juga?”
Dita terdiam, air matanya sudah meleleh melewati pipinya. Dadanya sakit seakan ditimpa batu besar. Nafasnya memburu menahan isak tangis yang hendak meledak. Dan orang-orang yang mengganggunya masih saja mengatakan kata-kata yang amat sakit untuk ia dengar.
Dan mendadak otaknya setuju dengan perkataan mereka, ia memang seharusnya mati dan tak pantas hidup setelah apa yang ia lakukan pada Revan dan Kakaknya. Ditambah dengan ia mengkhianati sahabatnya sendiri untuk membalas dendam pada keluarga Revan.
Dan ternyata yang ia lakukan hanya berdasarkan kesalahpahaman. Papanya yang jahat, bukan keluarga Revan. Bahkan keluarga Revan adalah orang-orang baik yang membantu Mamanya bangkit dari keterpurukan.
“Heh orang jahat! Lo nginep aja di toilet ya… Coba aja panggil siapapun kesini, gak bakal ada yang denger. Semua udah pada pulang. Palingan besok elo menggigil kan kedinginan disini?”
Suara langkah kaki menjauh terdengar jelas di telinga Dita. Bahkan dirinya sendiri sudah tak perduli dengan apa yang akan terjadi pada dirinya nanti, ia hanya berusaha meresapi segala kesalahan yang ia perbuat, dan itu semakin membuatnya merasa ia tak pantas hidup.
Isakkan pilu keluar dari belah bibirnya yang mulai menggigil, tubuhnya merosot jatuh ke lantai, ia memeluk lututnya sendiri meratapi kesalahannya di masa lalu.
***
Alya melangkah cepat untuk turun ke lantai dasar sekolahnya. Pasalnya ia baru saja kembali dari kelasnya untuk mengambil laptopnya yang tertinggal. Namun ia malah melihat 3 orang gadis yang baru saja keluar dari toilet dengan obrolan serunya sembari tertawa tawa.
“Anjir sih, mati gak ya dia besok?”
“Dih, lagian mati ya mati aja. Orang jahat kayak dia pantes dapet itu. Bahkan dia gak berfikir tentang perasaan sahabatnya dan juga perasaan keluarga Revan.”
“Palingan juga dia udah menggigil tuh. Kan kita siram pakai air es.”
Alya mengerenyitkan alisnya heran, pasalnya percakapan mereka bertiga membuat fikirannya langsung tertuju pada Dita. Dan saat ketiga gadis itu sudah menghilang dibalik koridor, ia langsung berlari kedalam toilet dan melhat salah satu bilik yang tertutup dari luar.
Alya membuka kunci pintu tersebut lalu membuka pintu tersebut. Matanya membulat ketika melihat Dita terbaring lemah dengan bibir yang membiru.
Alya menutup mulutnya tak percaya. Dengan cepat ia mengambil ponselnya dan menelfon seseorang,
Suara nada sambung terdengar, dalam dering kedua telfonnya diangkat, “Halo? Kenapa Al?”
“Rafa! Lo buruan ke sekolah sekarang! Dita hampir pingsan di toilet cewek! Cepetan sekarang!”
“Yaudah lo tunggu disana sebentar. Gue kebetulan lagi dideket sekolah.”
Alya memasukkan ponselnya kedalam saku roknya. Ia mendekat kearah Dita dan menepuk pipi gadis itu pelan, “Dit… Lo denger gue, Dit?”
Mata Dita mengerjap pelan, “A-al-ya?”
Alya tersenyum, “Plis jangan pingsan! Jangan pingsan! Bentar lagi Rafa dateng jemput kita! Lo harus tetep sadar, oke?”
Dita mengerjapkan matanya, “Ma---af.”
Alya mengangguk, “Gak papa, gue udah maafin lo, kok.”
Dita tersenyum simpul lalu memejamkan matanya. Mendadak tubuhnya melemah, dan ia pun kehilangan kesadaran.
Alya semakin panik, “Dit… Ya ampun Dita….”
Pintu toilet di dorong keras, “Dita kenapa?”
Alya menoleh, “Dia pingsan, tadi dia masih sadar dan masih sempet minta maaf ke gue. Ayo sekarang kita bawa ke rumah sakit dulu. Gausah ngobrol, kasihan dia.”
Rafa langsung menggendong Dita ala bridal dan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat.
***
Okta bernafas lega ketika orang tuanya sudah pergi ke acara makan malam bersama koleganya. Kaki Okta langsung melangkah masuk kedalam kamar orang tuanya lalu mendekat kearah lemari pakaian milik Bunda nya.
Ia membuka lemari tersebut dan langsung membuka laci-laci yang ada di lemari tersebut. Namun tepat disebelah tumpukkan celana Bundanya terselip sebuah map biru langit.
Dengan cepat ia menarik map tersebut dan membukanya. Senyumnya terukir, ia segera merapikan lemari Bunda nya dan keluar dari kamar orang tuanya.
***
Sorry update malem. Aku sibuk banget hari ini
See you again in Monday!!
Jum'at, 18 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Revanita [GunJane] ✔️
RomancePernahkah kau membayangkan bagaimana jika kau jatuh cinta pada musuh bebuyutan mu?? Atau kau pernah membayangkan bagaimana rasanya hanya menjadi mainan oleh pacarmu? Atau kau pernah membayangkan bagaimana jika kau diputuskan hanya karena kau menyuka...