018. Depresi?

232 21 3
                                    

Okta mengusap air matanya yang terjatuh. Entah kenapa rasanya sangat sakit melihat Revan yang menangis. Bahkan ia tak pernah bisa melihat kesedihan Revan sama sekali. Padahal sebelumnya ia tak pernah se perduli ini pada orang lain. Bahkan kepeduliannya melebihi rasa perduli Okta pada kedua orang tuanya.

Flashback on

Okta berjalan cepat ketika ia mengetahui bahwa Dita adalah pelaku dibalik semua kejadian akhir-akhir ini. Bahkan ia juga yang membuat Alya berpacaran dengan Revan.

Okta serasa ingin memukul keras kepala Dita karena hal yang gadis itu lakukan sangat tidak masuk akal, bahkan tergolong tindak kejahatan.

Dita mempermalukan Alya, dan hal seperti itu sudah melanggar privasi orang lain. Dan Okta tak habi fikir mengapa Dita melakukan hal seperti itu.

Dan dengan fikiran kalutnya, Okta merencanakan kejutan besar untuk membongkar kebusukan seorang Dita.

Flashback off

Okta menghela nafas lega, namun hatinya berkecamuk dengan segala hal yang ia dengar dari mulut Dita hari ini. Tujuan Dita bukanlah Alya, melainkan keluarga Revan. Dan ia semakin terkejut dengan fakta bahwa Revan bisa berubah menjadi sosok kejam seperti tadi. Okta yakin Revan merasa sangat tertekan dan sedih, dan itu membentuk kepribadian lain didalam dirinya.

Okta berjalan pelan kembali menuju dimana teman-temannya berkumpul, namun matanya mengerenyit ketika tak menemukan Revan disana. Ia segera mendekat kearah Tata dan mengelus pundak kekasihnya lembut, “Revan belum balik?”

Tata menggeleng, “Belum, daritadi ditunggu dia gak balik-balik. Coba kamu cek ke toilet, dong.”

Okta mengangguk, ia berjalan cepat menuju toilet. Padahal sudah cukup lama ia bertahan diluar, namun Revan belum juga kembali dari toilet. Dan itu mampu membuat jantungnya kembali berdetak tak karuan karena takut Revan akan melakukan hal-hal yang mungkin membahayakan dirinya sendiri.

Saat masuk toilet, ia melihat beberapa orang tengah berkumpul didepan bilik yang tadi dimasuki oleh Revan. Dengan nafas tersengal ia menerobos barisan dan langsung mendobrak pintu bilik tersebut.

Nafasnya tercekat ketika melihat Revan yang terduduk tak berdaya diatas kloset dengan tangan kiri yang mengeluarkan banyak darah.

“TOLONG BANTU SAYA MAS!”

Okta membawa Revan dibantu dengan beberapa orang disana. Dadanya sesak, kepalanya terasa berputar dan itu mampu membuatnya menteskan air matanya deras.

***

Dita menunduk dihadapan Mama nya, ia masih belum bisa menerima semua kenyataan yang ia alami. Dimana ayahnya adalah seorang kriminal yang hampir memperkosa istri pemilik perusahaan dan juga melakukan pelecehan terhadap banyak pegawai wanita.

“Dit…”

Dita mendongak menatap Mamanya yang memasang wajah sendu, “Kamu mau tau kebenarannya, kan?”

Dita terdiam, dan itu dianggap sebagai persetujuan oleh Mamanya, “Mama sama Papa itu nikah karena perjodohan. Waktu itu restoran Ayah dan Ibu Papamu mengalami kerugian besar, dan dengan tangan terbuka orang tua Mama kasih bantuan dengan syarat menikahkan anaknya sama Mama. Akhirnya kami berdua menikah, tapi satu yang mama dapat, ternyata Papa kamu itu suka main perempuan, Dit. Bahkan dia gak segan bawa perempuan lain kerumah. Sampai akhirnya orang tua Mama meninggal karena kecelakaan, dan Papa fikir dia bakal dapat warisan, tapi ternyata semuanya di atas namakan Mama. Papamu marah dan mabuk-mabukan tiap hari. Bahkan kamu lahir karena Papamu yang nyerang Mama waktu dia mabuk. Sampai akhirnya dia kerja di perusahaan besar, tapi dia gak bisa menghilangkan kebiasaan mabuk dia, dan akhirnya dia sering di pecat. Tapi selang beberapa tahun dia sadar sama kelakuan dia, Dit. Dia berubah demi kamu, tapi ketika kamu SMP, dia ketemu sama mantannya, dan dia selingkuh sama mantannya itu, Dit. Dan satu hari Papamu berangkat kerja dalam keadaan mabuk, dia hampir memperkosa Bunda nya Revan, Dit. Akhirnya dia di penjara, tapi yang Mama dapat Papamu korupsi 2 Triliun juga melakukan pelecehan ke banyak pegawai wanita di kantor.”

Dita menutup mulutnya tak percaya. Dan ucapan Mamanya selanjutnya membuatnya semakin tak percaya, “Dan di hari kedua Papamu di penjara, dia ditemukan mati karena gantung diri.”

Selama ini Dita hanya tahu Papa nya mati karena overdosis obat penenang, ternyata kenyataannya berbanding terbalik. Papanya gantung diri untuk membunuh dirinya sendiri.

“Ini alasan kenapa Mama gak pernah mau cerita soal Papa ke kamu. Mama gak mau kamu sedih saat tau kelakuan Papa kamu. Mama gak mau kamu benci Papamu, dan Mama mau kamu tetap menghormati Papamu. Dan setelah kamu tau semua ini, apa kamu masih bisa menghormati Papamu seperti sebelumnya? Gak bisa, kan?”

Dita menangis, tangisannya terasa amat sendu dan terdengar menyayat hati. Bagaimana rasanya ketika sosok yang kau anggap sosok pahlawan dan pejuang di hidupmu ternyata adalah sosok yang jahat dan banyak menyakiti orang lain? Bahkan seluruh kebaikkannya seakan lenyap setelah Dita mendengar kebenaran dari Mama nya.

“Maafin Dita, Mah.”

Mamanya memeluk Dita erat. Ia merasakan kesedihan anaknya, pasti berat harus kehilangan Papanya saat masih SMP. Dan itu pasti membuat Dita merasa tertekan akan keadaan. Dan Mamanya merasa menyesal tak bisa menjaga Dita dengan baik.

***

Nita memeluk Bunda Revan yang hampir terjatuh saat melihat keadaan anaknya. Revan kehilangan banyak darah dan membuatnya butuh donor darah yang cukup banyak. Bahkan dilihat dari tempat kejadian, darah yang keluar dari tubuh Revan sangat banyak hinga membuat lantai toilet digenangi banyak darah yang berbau anyir.

Nita tak menyangka bahwa Revan bisa se depresi itu hingga berniat bunuh diri. Tampak dokter keluar dari ruangan Revan dan menatap orang-orang disana dengan wajah pasrah, “Mohon maaf Ibu, pasien kehilangan banyak darah dan membutuhkan banyak donor darah. Namun darah A sedang kosong dan kami mencari yang bisa mendonorkan darahnya untuk pasien.”

Bunda Revan menangis, “Darah saya sama Ayahnya Revan B, Dok.”

Okta terdiam lalu berjalan mendekat kearah sang dokter, “Ambil darah saya, Dok. Darah saya A. Ambil sebanyak yang Revan butuh, jangan biarkan Revan kenapa-napa, Dok.”

Sang dokter mengangguk, “Baik silahkah ikuti suster untuk melakukan mengambilan darah.”

Okta berjalan dibelakang suster yang membawanya ke sebuah ruangan khusus pengambilan darah.

Nita mengelus pundak Bunda Revan lembut, “Bunda tenang aja, ya. Dokter pasti ngusahakan yang terbaik, kok. Lagian Okta sudah mau donorkan darah dia, kan?”

Bunda mengangguk masih dengan tangisan pilunya. Sedangkan yang lain hanya bisa menatap iba dan menahan amarah pada Dita. Kinan meremas tangannya lalu berjalan keluar dari rumah sakit. Tata hanya bisa mengusap wajahnya lemas, rasanya ia seperti dalam keadaan diambang hidup dan mati. Ia baru kali ini merasa amat sangat takut kehilangan.

Sosok Revan selama ini adalah sosok yang amat berperan dalam kehidupannya. Revan adalah orang pertama yang membuatnya mampu bangkit dari trauma masa lalu pada laki-laki, dan Revan adalah sosok panutan bagi Tata.

Revan seperti guardian angel baginya. Dan saat mengetahui sang guardian angel tengah dalam keadaan kritis didalam UGD membuat hatinya terasa diremas keras yang menimbulkan rasa sakit yang berlebih.

***

Hai hai guys!! Maaf update nya sore. Tadi pagi aku ada acara jadi gak bisa update pagi. Dan sebelumnya aku mau bilang kalau aku memutuskan untuk Hiatus sampai tanggal 6 Desember biar bisa fokus sama ulangan akhir semester

Jujur aja aku juga lagi banyak fikiran dan lagi sering ngerasa tertekan, jadi aku minta maaf sama kalian karena aku memutuskan untuk Hiatus.

But, aku bakal update setelah masa Hiatus selesai dengan periode yang sama, 3 hari sekali oke. I hope kalian bisa ngerti

See you in 7 Desember 2020

Kenzalert12

Jum'at, 27 November 2020

Revanita [GunJane] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang