Ini kisah hidup dari Jihan Indah Sari, si nerd yang terkenal karena sering di bully oleh warga sekolah. Siswa di sekolahnya memanggil dia dengan inem. Jihan tentu berpikir positif, mungkin itu panggilan kesayangan.
Sehari-hari Jihan ke sekolah menggunakan motor vespa kuning cerah yang dibelikan oleh Kakaknya.
"Woy Inem, beliin gue minum. Haus nih," Tito-teman sekelasnya yang selalu menindas Jihan.
Jihan mengulurkan tangannya meminta uang pada Tito.
"Ngapain lo ngulurin tangan? Gue ogah pegangan tangan sama lo!" Tito menatap jijik pada Jihan.
"Gak jadi dibeliin minum?" Tanyanya.
Tito menggeram kesal, "Pake uang lo lah!"
"Kan Tito yang mau minum kok pake uang Jihan?" Jihan menggaruk rambut pendeknya.
"Bego lo! Sana gue enek liat muka jelek lo!" Tito mendorong tubuh Jihan sehingga gadis itu tergeser.
Jihan balik ke tempat duduknya. Memilih membaca novel yang belum sempat dia baca karena diganggu Tito.
"Han, lo gak mau ke kantin?" Tanya Risa. Cewek yang memiliki tinggi semampai itu teman Jihan. Satu-satunya orang yang mau berteman dengan Jihan.
Jihan menggeleng, "Nggak. Wajah aku pasti bikin jijik, kalo ke kantin nanti mereka pada gak napsu makan." Jelasnya.
Risa memegang pundak Jihan, "Lo jangan insekyur gini dong! Breakout itu bukan dosa. Kalau mereka terganggu ya itu urusan mereka siapa suruh punya simpati yang dikit banget,"
Jihan tersenyum tipis enggan membalas ucapan Risa. Bagaimana pun orang-orang pasti bakalan jijik melihat wajahnya yang penuh dengan jerawat. Dia sadar diri bahwa mungkin ada beberapa orang yang tidak bisa melihat hal menjijikan ini.
"Yaudah, gue ke kantin dulu. Nanti gue beliin roti isi buat lo."
Sepeninggal Risa, Jihan menatap papan tulis yang sudah bersih dari tulisan. Pikirannya mengawang-awang.
Seperti yang dibilang Risa, jerawat itu bukan dosa yang harus kita malu jika menunjukkannya. Tapi, tetap saja jerawat itu aib bagi sang empunya. Kalian hanya bisa berbicara tapi kalian gak ngerasain apa yang dirasakan orang yang punya wajah hancur. Kalian gak tau bagaimana susahnya mereka berusaha agar wajah mereka segera membaik. Kalian gak tau mental mereka terluka karena ucapan kalian meski itu benar tetap saja rasanya menyakitkan.
Dulu, saat memasuki bangku SMP wajah Jihan begitu mulus seperti pantat bayi. Semuanya berubah ketika naik kelas dua. Wajahnya penuh dengan jerawat. Mamanya awalnya bilang bahwa itu adalah tanda pubertas namun hingga sekarang jerawat-jerawat ini tidak bisa menghilang. Tapi, dia tidak pernah memberitahu Mamanya alasan dari wajahnya rusak. Dia sempat down dan moodnya berubah-ubah, tapi Sang Mama selalu bilang bahwa itu bisa sembuh. Akhirnya Jihan memilih semangat lagi.
Sebanyak apa pun semangatnya untuk wajah yang lebih baik, lebih banyak lagi jatuhnya. Dia melakukan semua treatment yang merogoh kocek yang tidak sedikit namun hasilnya tetap tidak ada. Nihil.
Tanpa sadar air mata Jihan menggenang di pelupuk matanya. Dirinya sangat sedih, banyak orang yang menggunakan wajahnya sebagai bahan olokan membuatnya sangat malu. Bahkan, cowok-cowok yang dulu ditolaknya atau yang diputuskannya ikut mengoloknya.
Dia pun tidak ingin punya wajah seperti ini.
"Han! Woy Han, ngelamun apa lo!" Risa yang berteriak di telinga Jihan membuat gadis itu terkejut.
Gadis itu membuka kacamatanya lalu mengusap sudut matanya yang berair.
"Lo harus tetep berpikir positif, semangat lo pasti bisa. Nanti gue cariin dokter yang berkualitas buat lo." Risa menenangkan Jihan yang semakin sedih.
Tangannya mengusap rambut sebahu Jihan, "Ututu.. Sayang, gue disini kalo lo pengen cerita atau butuh sesuatu."
Iya, setidaknya Jihan punya keluarganya dan Risa yang selalu menyemangati.
---
Setelah mengantar Risa, Jihan melajukan motornya pulang ke rumah. Setidaknya rumah menjadi tempat ternyaman untuknya.
Saat memasuki garasi dia bisa melihat mobil BMW milik Papanya terparkir cantik. Dengan riang dia menekan lift yang berada di basement.
Di ruang keluarga ada Papa, Mama dan Kakaknya yang sedang bercengkrama. Dia berlari menghampiri mereka.
"Hai, semuanya!"
Ruben-Papa Jihan merentangkan tangannya lalu memeluk anak bontotnya sayang.
"Rindu Papa ya nak?" Lelaki paruh baya itu mengecup kening Jihan.
Jihan mengangguk, "Rindu banget!"
"Ehem.. Kakaknya gak dirindu nih?" Revino berdehem keras.
Jihan menghampiri Kakaknya lalu memeluknya erat. Setidaknya mereka tidak pernah membuatnya sakit hati. Mereka yang selalu mensupport apa pun yang diinginkan Jihan.
"Dih, si perjaka tua. Jihan pikir gak bakal pulang." Ejeknya.
Revino menjitak kepala Jihan gemas.
"Rindu masakan koki rumah," Sindirnya."Jihan bukan koki ya! Enak aja bilangin Jihan koki," Bibirnya mengerucut.
Mayang aka Mama Jihan memutar bola matanya bosan dengan drama keluarganya.
"Duh, drama banget sih. Sana ganti baju dulu kita mau makan di luar nih. Jihan bau asem banget." Mayang menutupi hidungnya saat mengendus bau Jihan.
"Enak aja, wangi gini dibilang bau." Ucapnya tidak terima.
"Sana mandi dulu. Kita mau makan di rumah tante Irma,"
Jihan tampak tidak semangat setelah mendengar bahwa mereka ada kumpul keluarga. Dia insekyur banget dengan sepupu-sepupunya yang punya wajah cantik-cantik. Apalagi keluarga Papanya keturunan Belanda. Bisa dibayangkan wajah cantik nan elok, kecuali Jihan tentu saja.
Pengen nolak tapi kasian Papanya yang sangat berharap Jihan kali ini mau ikut.
***
Maaf yau kalau banyak kesalahan...
Di tandai ya kalau ada typo.Pastikan tekan tombol 🌟 di pojok dan jangan lupa komennya.
Luvvv...

KAMU SEDANG MEMBACA
Splendor King
Teen FictionCerita tentang Raja yang bertemu kemegahan. "Raja dan kemegahan tidak bisa dipisahkan itulah mengapa kamu tercipta untuk aku. Selamanya Raja akan selalu bersama Kemegahannya." -Braga Raja Mahardika. --- "Kemegahan akan selalu bersama Raja. Kalau...